Thief Of Boundless Strings
Dalam hidup yang telah aku jalani, aku akhirnya menyadari hal yang penting. Esensi sebenarnya dari sebuah hubungan. Jalinan persahabatan dan cinta yang aku pikir merupakan sesuatu hal spesial, kenyataannya tak lebih dari sebuah ilusi yang datang dalam waktu singkat.
Yang aku kira kuat ternyata amat rapuh, yang terlihat indah namun kenyataannya begitu menjijikkan.
Melalui lembaran waktu kini aku dapat melihat semua dengan jelas. Bagaimana sebuah keterikatan itu memudar secara perlahan. Perspektif salah yang berakar dari perasaan sentimental.
Persahabatan yang aku duga tak terpatahkan kenyataannya hanya sebatas hubungan saling menguntungkan. Cinta yang aku banggakan tak lebih dari ilusi yang tercipta dari permainan melankolis.
Dan seiring berjalannya waktu, seperti terbangun dari mimpi yang panjang, ikatan yang semu itu lenyap begitu saja.
Tersisa banyak cerita manis, tapi semua itu tak lagi berguna. Coretan kebahagiaan, bergandengan tangan, tertawa tanpa alasan jelas, menangis karena hal remeh, hingga ketika melakukan hal gila yang tak masuk akal. Semua itu hancur berkeping-keping tersimpan dalam sebuah kotak hitam yang aku sebut sebagai penyesalan.
Mataku mulai terbuka saat kami dihadapkan dalam sebuah persimpangan. Mereka yang berjalan ragu tanpa menoleh. Mereka yang terus berlari maju dan meninggalkan aku sendirian.
Sementara aku disini tidak pernah bisa menarik langkah. Terdiam, tidak berubah, detak waktu statis menyanderaku. Atau aku mungkin hanya takut. Berdiri ditimpali hati yang kosong, tertawa dan ditertawakan waktu itu sendiri. Setia menunggu mereka kembali.
Sampai pada batasnya, aku kehilangan keluarga yang merupakan tempat satu-satunya berpijak.
Aku pun tanpa berpikir panjang memilih untuk mengakhiri semuanya.
Masa-masa indah SMA yang terlupakan, aku kembali menggali ingatan kecil itu melalui sebuah perjalanan terakhir.
Angin menghempas, menyapu kasar rambutku. Aku yang membenci kebut-kebutan untuk pertama kalinya memacu sepeda motorku hingga spedometer melewati angka seratus. Mengenakan baju putih dan celana abu-abu yang sudah kesempitan.
Suara sirine lantang terdengar memekakkan. Aku menoleh ke arah kaca spion. Satu mobil dan dua motor polisi mengejar.
Apa polisi mengejarku karena tidak memakai helm? atau mungkin karena aku menerobos Fly over yang belum rampung? Entahlah, yang jelas aku sudah tak bisa berhenti.
Aku melepaskan tangan dari stang motor dan mulai merentangkan tangan selebar mungkin.
Sebuah penghujung jalan berada didepan mata. Patahan jalan yang belum terhubung. Ada seutas tali penghalang menghadang didepan, tapi aku sama sekali tidak mengurangi kecepatan. Andai saja bisa selamat dari aksi berbahaya ini, pasti momen selanjutnya akan menjadi momen terkeren dalam hidupku.
Aku membayangkan sebuah akhir yang menanti, kematian.
Motorku terlepas menjauh. Tidak ada gerakan slow motion seperti yang biasanya terjadi dalam sebuah film, game atau anime. Gravitasi terlalu angkuh untuk ditaklukkan. Semuanya terjadi hanya dalam sekali hembusan nafas.
Telinga berdengung hebat saat menghantam tanah, rasa perih dan nyeri yang menyiksa, semuanya berpadu menjalar ke sekujur ragaku tanpa ampun. Hanya saja, mungkin karena geger otak, aku tak lagi punya kuasa untuk merintih sedikit pun. Yang bisa aku lakukan hanya memandangi aspal yang tidak rata dengan mulut ternganga.
Dalam sudut pandangku kematian datang pelan dan menyakitkan.
Gumpalan darah perlahan menggenangi aspal dalam penglihatan. Dadaku mulai terasa sakit luar biasa. Nafasku terasa berat, tenggorokanku terbakar.
Pada sebuah batas toleransi, aku kehilangan kemampuan seluruh inderaku. Sampai akhirnya kegelapan menjadi satu-satunya temanku.
Namun sayangnya keheningan yang aku cari itu tidak bertahan lama.
Percikan cahaya keunguan mencelat melewati kegelapan. Tanpa sebab yang bisa aku mengerti, aku bisa kembali menghembuskan nafas. Jari-jariku kembali bisa digerakkan. Hidungku memang masih mencium bau anyir darah, tetapi anehnya rasa sakit lenyap tak berbekas.
Darah itu bukan lagi milikku, Genangan yang membentuk danau didepanku dihasilkan oleh tumpukkan mayat yang bergelimpangan. Ribuan jasad terkapar, tertusuk tombak, pedang dan anak panah. Jasad-jasad tak berdaya terbaring di atas gugusan bukit-bukit gurun keemasan yang tampak asing.
"Katakan, kamu berasal dari dunia seperti apa?"
Gadis manis berkulit gelap menutupi sebagian besar cahaya dalam pandanganku. Aku terpaku beberapa saat. Senyum yang ramah dan polos. Mata hijau bulat sayu yang menghadirkan ketenangan batin. Aku tidak yakin berada di surga, karena pemandangannya sungguh tidak menggambarkan keagungannya. Namun jika neraka sungguhlah tempat ini, mengapa seorang bidadari bisa terjebak disini?
Ketika aku sepenuhnya meraih kesadaran, aku sudah terlena di atas pangkuannya. Tak berkeinginan untuk bangkit, aku berlindung dalam dekapan kasihnya.
"Aku tidak ingin mati.." Aku menangis seperti anak kecil.
Gadis itu menggenggam tanganku lalu berkata;
"Hiduplah, dan nikmati tiap detiknya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Hmmm
Gila, keren cuy
2022-11-15
1