Bab. 14. Kartu Berobat

Vefe saat ini sedang membolak-balikkan kartu yang diberika Khan sebelum dia berpamitan pulang. Kartu berobat bertuliskan nama lengkap dan jabatan di perusaahaan. Seorang direktur utama PT KURNIA yang sangat terkenal di Indonesia.

Vefe mencari informasi di media sosial tentang latar kehidupan Khan. Laki-laki blasteran Amerika Jawa yang memiliki perusahaan di Jakarta, Surabaya dan Amerika. Pengusaha yang terkenal displin, galak dan tegas, tetapi memiliki karyawan yang loyal.

Kesejahteraan karyawan PT KURNIA yang sangat di perhatikan. Fasilitas perusahaan yang terkenal royal kepada karyawan yang setia. Fasilitas dari perumahan, kesehatan bahkan setiap tahun ada yang diberangkatkan umroh atau haji.

Yang awalnya Bunda Maryam enggan ke rumah sakit. Pagi ini Bunda Maryam bersemangat berdandan bersiap berangkat ke rumah sakit. Bukan karena mendapatkan pengobatan gratis, tetapi karena cara Khan mengajak berobat.

Pukul setengah tujuh pagi, Bunda Maryam sudah rapi dan ikut duduk sarapan pagi. Sarapan bersama anak-anak yang akan berangkat ke sekolah. Keceriaan mereka menambah semangat Umi Maryam untuk cepat sembuh.

"Naaah begitu dong, Umi. Semangat dan tersenyum," cabik Vefe sambil menikmati sarapan nasi uduk buatan Mpok Ria.

Mpok Ria adalah wanita tuna rungu yang sudah mendedikasikan hidup di panti asuhan seumur hidupnya. Umurnya 35 tahun, belum pernah menikah. Juru masak yang sangat di sayangi semua penghuni panti.

Mpok Ria juga yang pertama menemukah saat Vefe masih merah. Bayi kecil yang dibuang orang tuanya di depan kontrakan milik panti. Vefe sangat menyayangi Mpok Ria seperti ibu kandungnya sendiri.

"Ve ... Mau berangkat jam berapa?" tanya Umi Maryam menepuk pundak Vefe yabg sedang ternenung.

"Rumah sakit buka jam delapan Umi, sabar dulu Ve mau membantu Mpok Ria cuci piring sebentar."

Mpok Ria memberikan isyarat tangan untuk Vefe berangkat. Mpok Ria yang akan mencuci piring. Agar sampai rumah sakit tepat waktu karena banyak kemacetan di mana-mana.

"Cuma sepuluh menit selesai, Mpok. Vefe cuci piring pasti cepat, sekarang Mpok Ria duduk di sini sarapan dulu."

Mpok Ria tersenyum dan mengucapkan terima kasih dengan bahasa isyarat. Vefe mengacungkan jempol dan mencium pipinya. Vefe berlari ke dapur untuk mencuci piring.

Setiap anak yang sudah sekolah mencuci piring masing-masing. Yang di cuci Vefe adalah piring anak panti yang masih balita. Mereka sudah terbiasa makan bersama.

Tepat pukul tujuh pagi Vefe dan Bunda berangkat menuju rumah sakit. Rumah sakit swasta elit yang ada di Jakarta Timur. Jika tidak macet sebenarnya akan ditempuh setengah jam saja.

Vefe membawa motor metik andalannya untuk mengantar Bunda Maryam. Pukul delapan dia sudah memasuki area rumah sakit. Mulai antri mendaftar bersama dengan pasien yang lain.

Setelah satu jam menunggu nama Umi Maryam dipanggil. Vefe berlari mendekati loket pendaftaran, "Selamat pagi, Bu," sapa Vefe.

"Pagi, ini siapa yang akan berobat?" tanya Pegawai loket.

"Umi saya, Bu."

"Pembayaran dengan cash atau fasilitas kesehataan perusahaan?"

"Dengan ini, Bu." Vefe menyerahkan kartu yang diberikan Khan kemarin.

Wajah pegawai loket itu tampak terkejut setelah membaca kartu berobat. Memandang wajah Vefe dengan penuh curiga. Dilihat dan dibaca lagi kartu itu dengan wajah yang bingung.

Vefe mulai bingung dengan melihat raut wajah pegawai loket. Dia terlihat tidak percaya dengan kartu yang ditunjukkan oleh Vefe. Penampilan Vefe yag sederhana dan cenderung tomboy tidak sepadan dengan kartu yang di tunjukkan.

"Tunggu sebentar ya, Neng!" Pegawai loket membawa kartu yang diserahkan Vefe ke ruangan belakang loket.

Pegawai loket keluar lagi bersama seorang laki-laki yang berpenampilan rapi. Mereka mendekati loket dan memandang wajah Vefe dengan penuh curiga, "Permisi ... Mbak, dari mana kamu mendapatkan kartu berobat ini, apakah kamu mencurinya?"