Pagi ini Vania bangun tidur dengan perasaan senang. Senang karena tidak mendapat siksaan dari Gavin seperti biasa. Ia keluar kamar menuju kamar mandi sampai..
Brugh..
Tubuhnya di tabrak seseorang.
" Maaf maaf!"
Vania dan Rangga saling melempar tatapan. Pria bertubuh tegap, kulit sawo matang, hidung mancung, tinggi, dan nampak berwibawa seperti seorang guru.
" Ya Allah cantiknya.... Astaghfirullah apa apaan sih aku." Batin Rangga.
" Sekali lagi maaf ya!" Ucap Rangga.
" Ah iya tidak pa pa." Sahut Vania memutuskan pandangan.
" Kamu Vania?" Tanya Rangga memastikannya.
" Iya Kak, kalau kamu Kak Rangga?" Vania balik bertanya.
" Iya, tapi jangan panggil kak donk! Panggil mas aja, kalau di sini memanggil yang lebih tua dengan sebutan mas." Ujar Rangga.
" Baiklah Mas Rangga, senang bertemu denganmu." Ucap Vania.
" Mau ke kamar mandi?" Tanya Rangga.
" Iya Mas." Sahut Vania.
" Silahkan!" Sahut Rangga.
Vania masuk ke dalam kamar mandi. Setelah selesai mandi ia menuju dapur membantu bibi Tuti memasak.
" Pagi Bi." Sapa Vania.
" Pagi Vania, gimana tidurnya? Nyaman nggak?" Tanya bi Tuti.
" Nyaman Bi, oh ya kak Leon apa belum bangun Bi?" Tanya Vania sambil meracik sayuran.
" Leon sudah pulang dini hari tadi, dia harus sampai ke Jakarta secepatnya karena sore ini ada pertemuan penting katanya, dia tidak mau membuat Gavin curiga." Sahut bi Tuti.
Vania menganggukkan kepalanya. Mereka memasak bersama seperti seorang mertua dan menantunya. Selesai memasak mereka menyiapkannya di meja makan.
" Vania panggil Rangga gih!" Ujar bi Tuti.
" Iya Bi." Sahut Vania menuju kamar Rangga.
Tok tok
" Mas Rangga di panggil bibi." Ucap Vania.
Rangga membuka pintunya, ia tersenyum menatap Vania.
" Mas Rangga mau kemana? Kok udah rapi jam segini?" Vania menatap Rangga yang sudah memakai pakaian dinasnya.
Rangga tersenyum ke arahnya.
" Aku mau mengajar anak anak." Sahut Rangga.
" Mas Rangga guru?" Tanya Vania tidak percaya.
" Iya, tapi cuma guru TK aja." Sahut Rangga.
" Sebenarnya aku juga guru matematika di SMP, tapi aku lebih suka mengajar anak anak TK." Ujar Rangga.
" Kenapa begitu?" Tanya Vania.
" Ya karena aku suka aja sama anak anak, mereka lucu dan tingkah mereka itu pure tidak ada rekayasa, ada saja tingkah yang membuat aku tertawa, sedih dan kesal secara bersamaan." Sahut Rangga.
" Aku jadi ingin sepertimu Mas." Ujar Vania.
" Kau...
" Aku sarjana pendidikan, aku dulu bercita cita menjadi seorang dosen tapi ternyata Tuhan berkata lain, sekarang aku justru menjadi ibu rumah tangga." Ujar Vania.
" Kalau kamu mau mengajar anak anak, aku bisa membantumu, nanti kamu yang mengajar TK aku mengajar SMP, gimana?" Tawar Rangga.
" Boleh Mas." Sahut Vania.
" Kenapa malah kalian ngobrol di sini? Sarapannya dingin nanti." Ujar bibi Tuti menghampiri keduanya.
" Iya Bu." Sahut Rangga.
Mereka menuju meja makan. Selesai sarapan Rangga pamit berangkat ke sekolahan.
Vania membantu bibi Tuti membereskan rumah. Bi Tuti tidak melarang Vania, ia tidak ingin Vania canggung tinggal di sana.
Selesai beres beres Vania kembali ke kamarnya.
...----------------...
Di ruangan Gavin...
" Aku tidak bisa menemukan Vania." Ucap Leon.
" Apa? Bagaimana bisa kau tidak bisa menemukannya Leon?" Bentak Gavin menggebrak mejanya.
Brak...
Leon berjingkrak kaget sambil memegangi dadanya.
" Aku nggak mau tahu, dalam satu minggu ini kau harus bisa menemukan dimana dia berada." Ucap Gavin.
" Kalau aku tidak bisa menemukannya kan kau bisa cari dia sendiri, coba gunakan nalurimu untuk menemukannya." Sahut Leon meninggalkan ruangan Gavin.
" Argh... " Gavin mengacak kasar rambutnya.
Ia mendudukkan kasar tubuhnya pada sofa. Ia menunduk sambil memegangi kepalanya.
" Vania... Kau dimana? Bagaimana dia bisa hidup dengan baik di luar sana? Bagaimana kalau terjadi sesuatu pada anakku? Bagaimana kalau dia berjalan terus kecapekan terus dia keguguran? Tidak... Tidak.. Itu tidak boleh terjadi, anakku tidak boleh mati, aku menginginkannya, aku harus mencari kemana Vania pergi." Monolog Gavin.
" Wanita tua itu... Ya.. Dia pasti tahu dimana Vania, atau setidaknya dia bisa memberitahuku dimana saja tempat saudaranya karena aku yakin Vania pasti bersembunyi di salah satu rumah saudaranya, aku harus menemuinya." Gavin segera keluar ruangan.
Gavin melajukan mobilnya menuju rumah dimana anak buahnya menyekap nyonya Ratna. Tiga puluh menit Gavin sampai di rumah tua itu.
Ia masuk ke dalam menghampiri nyonya Ratna yang terikat di sebuah kursi usang.
" Siang Bos." Sapa anak buahnya.
" Siang." Sahut Gavin.
Mendengar suara Gavin, nyonya Ratna menoleh ke arah Gavin.
" Gavin lepaskan aku!" Teriak nyonya Ratna.
" Apa? Melepaskanmu? Heh tidak akan!" Sahut Gavin membungkuk di depannya.
" Aku akan melepaskanmu asalkan kau mau memberitahuku dimana Vania sekarang." Sambung Gavin.
" Aku tidak tahu! Lagian bukankah Vania ada bersamamu?" Nyonya Ratna menatap Gavin.
" Dia kabur dariku." Sahut Gavin.
" Heh dia pasti kabur karena dia tahu kau yang menyekap ayahnya dan aku di sini, dia sangat menyayangiku dan ayahnya." Nyonya Ratna tersenyum sinis.
" Katakan dimana saja rumah saudara Vania!"
" Aku tidak tahu!" Sahut nyonya Ratna.
" Bagaimana kau tidak tahu rumah saudaramu sendiri hah?" Bentak Gavin.
" Aku sudah tidak punya saudara, kalau saudara Vania aku tidak tahu ada dimana saja." Ujar nyonya Ratna.
" Saudara Vania? Apa maksudmu? Dia anakmu lalu kenapa keluarga kalian berbeda hah? Jangan mencoba membodohi ku nyonya." Tekan Gavin.
" Dia bukan anakku, dia hanya anak tiriku."
Jeduarrrrr.....
Bagai di sambar petir di siang bolong, tubuh Gavin kaku tanpa bisa di gerakkan. Jantungnya berdetak sangat cepat seperti mau meledak dari tempatnya.
" A... Apa? Vania anak tirimu?" Selidik Gavin memastikan.
" Ya.. Aku baru menikah dengan ayahnya tiga tahun silam."
Ucapan nyonya Ratna membuat hati Gavin mencelos.
" Jadi selama ini aku salah sasaran? Aku menyiksa gadis yang selama ini tidak tahu apa apa? Gadis yang seharusnya tidak menerima kebencianku dan dia menerimanya dengan ikhlas. Ya Tuhan... Apa yang telah aku lakukan pada Vania.... Aku menghancurkan hidupnya karena dendamku pada ibu tirinya." Batin Gavin merasa bersalah.
" Sekarang lepaskan aku! Biarkan aku pergi dari sini!" Teriak nyonya Ratna.
Gavin segera berlalu dari sana.
" Buang dia ke pulau terpencil!" Titah Gavin pada anak buahnya.
" Baik Bos." Sahutnya.
Gavin melajukan mobilnya kembali ke rumah. Di dalam perjalanan Gavin terlihat gelisah. Bayangan dia menyiksa Vania terlintas di kepalanya, wajahnya Vania yang penuh air mata dan luka lebam, tubuhnya yang memar akibat ikat pinggangnya, bibir Vania yang berdarah.
" Kenapa aku bisa sampai salah sasaran sih! Bego' banget... Gue terlalu terburu buru tanpa menyelidiki siapa dia sebenarnya. Lagian kenapa juga Vania tidak memberitahuku yang sebenarnya... Argh..." Gavin memukul mukul stirnya.
Gavin terus melajukan mobilnya.
Drt.. Drt.....
Ponsel Gavin berdering, ia memakai headset lalu mengangkat panggilannya.
" Halo suster, ada apa? Apa terjadi sesuatu dengan mama?" Tanya Gavin to the point.
" Maaf Tuan, nyonya Rindu sakit dan beliau selalu menyebut nama nona Vania."
Ckitttt....
Gavin menginjak rem mendadak, beruntung di belakangnya tidak ada kendaraan lain yang melintas.
" A... apa?" Ucap Gavin.
" Bagaimana bisa mama saya menyebut nama Vania?" Selidik Gavin.
" Anda bisa datang kemari Tuan, saya akan menjelaskan semuanya, mungkin saat ini sudah waktunya anda tahu yang sebenarnya." Ujar suster.
" Saya akan ke sana." Gavin menutup panggilannya.
" Ada apa sebenarnya yang terjadi di belakangku? Bagaimana bisa mama tahu nama Vania? Dan mama mengigaukan namanya? Kepalaku rasanya mau pecah karena terlalu banyak pertanyaan." Gerutu Gavin.
Tekan like untuk mendukung karya author...
Terima kasih untuk readers yang selalu mensuport author semoga sehat selalu...
Miss U All..
TBC...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Widya Asyanti
bodoh gavin
2024-07-30
1
Maryani Yani
nyeselkan😭😭😭
2023-05-28
2
amalia gati subagio
laki ODGJ vs perempuan ogeb bebal halu kuadrad hm mm
2022-12-10
2