Setelah mengantar Vania, Sandia duduk di ruang tamu menunggu Gavin. Ia harus berpura-pura kehilangan kakak iparnya.
Hari sudah malam namun Gavin belum pulang.
" Mana sih kak Gavin? Udah jam tujuh juga, mana aku lapar banget lagi." Monolog Sandia memegangi perutnya.
Tap tap
Gavin masuk ke dalam.
" Kak Gavin." Sandia menghampiri Gavin.
" Apa?" Gavin menatap Sandia.
" Kak Vania Kak.... " Sandia memasang wajah bingung dan murung.
" Vania kenapa?" Tanya Gavin.
" Kak Vania... Kak Vania pergi Kak." Sahut Sandia.
" Pergi? Pergi kemana maksud kamu?" Tanya Gavin memastikan.
" Kak Vania mengalami pendarahan, lalu aku membawanya ke rumah sakit, saat mau pulang dari rumah sakit tiba tiba kak Vania kabur." Terang Sandia.
" Bagaimana dia bisa kabur Sandia." Bentak Gavin membuat Sandia berjingkrak kaget.
" Maafkan aku Kak! Aku juga tidak berpikir kalau kak Vania akan kabur, tapi sepertinya kak Vania kabur untuk melindungi anaknya, karena dokter bilang dia harus bedrest total dan tidak boleh berhubungan badan dulu." Ujar Sandia semakin merendahkan suaranya.
" Argh sial!" Umpat Gavin.
Gavin masuk ke dalam kamarnya. Entah kenapa ia merasa gelisah, pikirannya tak tenang hanya mendengar Vania kabur.
" Aku harus menemukan Vania secepatnya, aku akan menghukummu Vania karena kau berani bermain main denganku, apa kau pikir kau bisa melarikan diri dariku? Tidak akan! Aku tidak akan membiarkanmu menjauh dariku." Geram Gavin.
Gavin segera menghubungi Leon, ia meminta Leon mengerahkan anak buahnya untuk mencari Vania.
Setelah menelepon Leon, Gavin membaringkan tubuhnya di ranjang. Ia menatap langit langit kamar.
Bayangan bayangan tangisan Vania berputar di kepalanya. Siksaan demi siksaan yang ia lakukan pada Vania begitu menghantuinya.
" Argh apa apaan sih aku? Kenapa malah membayangkan tangisannya? Aku harus memikirkan hukuman apa yang akan aku berikan setelah menemukannya nanti, kau akan tahu siapa aku yang sebenarnya Vania... Karena kau berani macam macam padaku." Monolog Gavin memejamkan matanya.
Di sebuah taman nampak anak laki laki tampan berlari lari sambil tertawa tawa bersama ibunya. Gavin yang melihatnya terlarut dalam keceriaan anak itu. Tanpa sadar Gavin mendekatinya.
" Halo Boy."
Anak itu menatap Gavin. Namun ada yang aneh dengan tatapannya, anak itu menatap dengan tatapan penuh kebencian.
" Hai." Gavin menyapa lagi.
" Mama, Gava tidak mau pria ini ada di sini, suruh dia pergi Ma!" Ucapnya.
Sang mama menoleh ke arah Gavin.
" Vania." Gumam Gavin.
Vania membuang pandangannya.
" Kalau begitu ayo kita pergi! Kita lanjutkan bermain di rumah saja ya." Ucap Vania.
Vania menggandeng tangan Gava berlalu melewati Gavin.
" Kau adalah pria terburuk di dunia ini, kau membunuh anakmu sendiri, anak yang tidak berdosa dan tidak tahu apa apa, selamanya kau akan di hukum dengan hidup sendiri." Ucap Gava.
Keduanya berlalu meninggalkan Gavin.
" Vania... Vania... Vania.... "
Gavin berteriak bangun dari tidurnya.
" Astaga cuma mimpi." Gavin mengusap keringatnya, ia meminum segelas air dari atas nakas.
" Anak itu? Tatapannya... Ya Tuhan.... Entah mengapa aku menginginkan anak itu, apa dia anakku? Apa itu anak yang ingin aku lenyapkan? Apa itu anak yang tidak aku inginkan? Gava.. Namanya Gava, Gavin.. Vania..." Tanpa sadar Gavin menyunggingkan senyumannya.
" Aku harus menemukan Vania." Monolog Gavin.
Gavin kembali memejamkan matanya, namun ia tidak bisa tidur lagi. Wajah dan ucapan anak itu selalu terngiang di telinganya.
" Argh sial!" Gavin turun dari ranjang.
Ia mengambil minuman lalu menyesapnya sedikit dengan sedikit.
" Vania... Pulanglah, aku tidak akan menyuruhmu melenyapkannya, aku menginginkan anak itu, anakku yang tampan seperti diriku." Racau Gavin setengah mabuk.
Akhirnya Gavin memejamkan matanya.
Di tempat lain, tepatnya di kota kecil yang berada di Jawa Tengah. Leon menggandeng tangan Vania masuk ke dalam rumah yang lumayan besar milik bibinya.
" Assalamualaikum." Ucap Leon.
Nampak seorang wanita paruh baya menghampiri mereka.
" Wa'alaikumsallam, kalian sudah sampai to. Mari masuk!" Ucapnya.
" Vania kenalkan! Ini bibi Tuti, adik dari almarhum ayahku." Ucap Leon.
" Malam Bi, aku Vania." Vania menyalami bibi Tuti dengan takzim.
" Nama yang cantik, secantik orangnya." Ucap bibi Tuti.
Mereka duduk di sofa di ruang tamu yang hanya berukuran empat kali empat meter saja.
" Maaf Vania, kamu harus tinggal di tempat sederhana ini, hanya rumah bi Tuti yang belum Gavin ketahui, jadi kau akan aman di sini." Ucap Leon.
" Tidak masalah Kak, aku ucapkan terima kasih padamu dan pada Bibi Tuti yang telah membantuku, aku akan sering merepotkan kalian berdua ke depannya." Ucap Vania.
" Jangan sungkan Nak! Anggap saja aku Bibimu sendiri, kita akan hidup bersama di sini." Sahut bibi Tuti.
" Oh ya, bibi punya anak laki laki seusia Leon namanya Rangga, dia sedang di musholla saat ini karena mengajar mengaji." Sambung bibi Tuti.
Vania menatap Leon begitupun sebaliknya.
" Apa tidak pa pa kalau saya tinggal satu atap dengan pria yang bukan muhrim saya?" Tanya Vania hati hati.
" Tidak pa pa Nak, Bibi sudah mendapat ijin dari desa dan pihak RT setempat, tidak akan ada gunjingan warga sekitar karena yang mereka tahu kamu istrinya Leon, kamu sedang hamil dan Leon sudah tidak punya orang tua, jadi mereka akan berpikir tidak ada yang merawatmu saat kehamilan ataupun setelah melahirkan nanti, karena kalau Bibi yang harus ke sana Bibi nggak bisa, Bibi mengajar di sini." Sahut bi Tuti paham akan maksud dari ucapan Vania.
Vania menatap Leon seolah meminta penjelasan.
" Tidak apa demi kebaikanmu, lagian tidak mungkin kan aku bilang kalau aku membawa kabur istri bosku? Kau tidak perlu memikirkan ucapan orang, yang penting kamu di sini aman dan anak kamu selamat sampai lahir tanpa ada gangguan dari Gavin, walaupun aku tidak bisa menjamin sampai kapan Gavin tidak bisa menemukanmu tapi aku pastikan sebelum anakmu lahir, Gavin tidak bisa menemukanmu." Ucap Leon.
" Dan jangan sungkan tinggal di sini, aku akan mengirimkan biaya bulanan untukmu selama kamu di sini kepada Rangga, tentunya tanpa sepengetahuan Gavin." Sambung Leon.
" Terima kasih Kak, maaf aku telah merepotkanmu." Ucap Vania.
" Tidak perlu di pikirkan! Bukankah kau adikku?" Leon menatap Vania.
Vania membalasnya dengan anggukan kepala.
" Ya sudah kalau begitu kalian istirahat saja! Bibi sudah membersihkan kamarmu Vania, kalau Leon tidurlah di kamar Rangga." Ucap bi Tuti.
" Iya Bi, terima kasih." Sahut Leon.
" Ayo Vania!" Ajak Leon.
Leon mengantar Vania ke kamarnya. Kamar kecil yang hanya berukuran tiga kali tiga, tapi terlihat nyaman untuk di huni. Kasur yang terlihat baru terpasang di sana.
" Tidurlah dengan nyenyak! Lupakan Gavin! Demi kebahagiaanmu dan calon anakmu." Ucap Leon.
" Iya Kak." Sahut Vania.
Leon keluar menutup pintunya. Vania merebahkan tubuhnya sambil menatap langit langit kamarnya.
" Mas Gavin pasti sedang marah saat ini, maafkan aku Mas! Aku tidak bisa bertahan di sampingmu demi anak ini! Aku harus melindunginya sebisa mungkin, aku tidak akan membiarkan kau melenyapkan anakku, ?Mama menyayangimu sayang." Monolog Vania mengelus perut ratanya.
Perlahan Vania memejamkan matanya. Ia berharap hidupnya akan lebih baik di sini walaupun menumpang pada orang yang bukan siapa siapa.
Tekan like untuk mendukung karya author..
Terima kasih untuk kalian semua yang telah mensuport author, semoga sehat selalu...
Miss U All...
TBC...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Maryani Yani
rasain kamu gavin
2023-05-28
1
siti zakrah
sudah merasa kehilangan
2023-01-30
1
sella surya amanda
lanjut
2022-11-27
4