Pagi ini Gavin sudah berdandan rapi, ia akan mengunjungi ibunya di rumah sakit jiwa. Vania nampak mengerutkan keningnya menatap penampilan Gavin yang casual.
" Mas Gavin mau kemana? Kenapa dia tidak pakai baju kantoran? Apa dia mau mengunjungi ibunya ya? Aku harus mengikutinya, aku juga ingin tahu keadaan ibu mertuaku." Batin Vania.
Mereka sedang sarapan bersama. Vania mengambilkan makanan untuk Gavin, ia merasa heran pasalnya kali ini Gavin memakan masakannya.
" Tumben Kak mau makan bareng kami." Ucap Sandia.
" Kakak lapar Sandia, jadi Kakak terpaksa memakannya dari pada Kakak kelaparan kan." Sahut Gavin.
" Bukan karena masakan Kak Vania mirip dengan masakan mama." Sindir Sandia.
" Tidak ada yang bisa menggantikan mama! Termasuk Vania, dia tidak ada apa apanya di bandingkan dengan mama kita, jangan samakan dia dengan mama dalam hal apapun, karena aku tidak menyukainya." Tekan Gavin.
" Iya maaf Kak." Sahut Sandia merasa bersalah.
Vania hanya meliriknya saja.
" Vania." Panggil Gavin.
" Iya Mas." Sahut Vania.
" Siapkan makanan di tempat bekal sekarang!" Titah Gavin.
" Baik Mas." Sahut Vania meninggalkan makanannya. Ia segera melakukan perintah Gavin sebelum Gavin marah.
" Ini Mas!" Vania memberikan kotak bekal kepada Gavin.
Mereka melanjutkan makan dengan khidmat. Gavin beranjak membawa kotak bekal itu.
" Mas." Panggil Vania menghentikan langkah Gavin.
Gavin menoleh ke belakang.
" Apa kau tidak mau menyiksaku dulu sebelum pergi? Biasanya kau akan.erasa tidak tenang kalau belum melihat air mataku." Vania menatap Gavin.
" Aku sedang buru buru, kau tunggu saja siksaanku nanti malam." Gavin melanjutkan langkahnya.
"Aku harus mengikutinya." Batin Vania.
Ia menatap Sandia yang sedang asyik memainkan ponselnya.
" Sandia, aku mau ke pasar dulu ya." Ucap Vania.
" Iya Kak, hati hati!" Sahut Sandia tanpa curiga.
Vania segera berlari menyetop taksi.
" Ikuti mobil depan Pak!" Ucap Vania.
" Baik Nona." Sahut driver.
Taksi terus melaju mengikuti mobil Gavin. Sesampainya di rumah sakit, Vania segera turun. Ia mengikuti Gavin dari kejauhan. Beruntung pengawalan di rumah sakit ini tidak terlalu ketat jadi ia bisa masuk ke dalam.
Sampai di depan ruangan, Gavin berjongkok di depan seorang wanita paruh baya yang duduk di kursi roda. Seorang suster berdiri di sampingnya. Vania yakin kalau itu pasti ibu mertuanya. Tak terasa air mata menetes begitu saja melihat kondisi ibu mertuanya yang nampak tidak bisa apa apa.
Gavin menggenggam tangan mamanya. Nyonya Rindu menatapnya dengan tatapan kosong.
" Ma ini aku, Gavin." Ucap Gavin.
" Bagaimana kabar Mama hari ini?" Tanya Gavin menatap mamanya.
" Nyonya Rindu akhir akhir ini tidak mau makan dan minum Tuan, kami harus memaksanya lebih dulu karena beliau harus meminum obat." Ucap suster.
Gavin memperhatikan tubuh mamanya yang semakin kurus.
" Apa tidak ada perkembangan untuk kesembuhanya Sus?" Tanya Gavin.
" Sama sekali tidak ada Tuan! Masih sama seperti sebelumnya, hanya saja sekarang Nyonya Rindu sudah tidak pernah ngamuk lagi." Sahut suster.
" Oh ya Ma, aku bawa makanan untuk Mama, ini masakan istriku! Rasanya sangat mirip dengan masakan mama, mama pasti suka." Gavin mengeluarkan kotak makanan dari tasnya.
Ia membuka kotak tersebut lalu menyuapkannya ke mamanya. Nyonya Rindu menatap Gavin, Gavin menganggukkan kepalanya.
Nyonya Rindu menerima suapan dari Gavin. Ia mengunyah makanannya.
" Aku terpaksa memberikan mamaku makan dari musuhku sendiri, aku tidak punya pilihan lain karena aku harus melakukannya, aku yakin mama pasti akan lahap memakannya." Batin Gavin.
Dan benar saja, nyonya Rindu menghabiskan makanannya. Vania yang melihatnya merasa senang.
" Aku akan membawakanmu makanan setiap hari Ma." Batin Vania meninggalkan tempatnya.
Suster nampak terkejut melihatnya.
" Wah Nyonya Rindu hebat! Beliau mau makan sampai habis tuan." Ucap suster.
" Mama suka masakan istriku? Aku akan sering sering membawakannya untuk mama." Ujar Gavin memberikan segelas air kepada mamanya.
" Suster apa mama sudah minum obatnya?" Tanya Gavin.
" Belum Tuan! Karena sedari tadi beliau tidak mau makan, saya akan ambilkan obatnya." Suster masuk ke dalam.
" Ma... Aku sudah membalaskan dendam mama, aku menikahi... " Gavin menjeda ucapannya.
Jika ia memberi tahu kalau istrinya yang bertanggung jawab atas semua ini, ia khawatir kalau mamanya tidak mau memakan masakan Vania lagi.
" Aku menghancurkan keluarga mereka Ma, mama bisa tenang sekarang! Mama harus cepat sembuh ya biar kita bisa bersama sama lagi seperti dulu, aku sangat merindukan moment moment itu Ma." Ujar Gavin.
" Sekarang aku kan mengajak mama jalan jalan! Biar mama fresh."
Setelah meminum obat, Gavin membawa mamanya jalan jalan ke taman yang ada di dalam rumah sakit.
" lihatlah bunga itu Ma!" Gavin menunjuk bunga mawar yang ada di sana.
" Mereka sangat indah kan? Kalau mama sudah pulang nanti aku akan membelikan mama tanaman mawar yang banyak, kita buat taman yang bagus dengan bunga bunga itu ya Ma." Ujar Gavin.
Nyonya Rindu hanya bisa diam karena ia tidak bisa merespon ucapan putranya. Melihat semua itu emosi Gavin kembali memuncak, ingin sekali saat ini ia menyiksa Vania sampai tiada.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Malam hari Gavin masuk ke dalam rumah. Ia langsung menuju kamarnya, ia menatap tajam ke arah Vania yang sudah tertidur.
" Beraninya kau tidur duluan!" Geram Gavin.
Gavin menarik kasar tubuh Vania hingga jatuh ke lantai.
Brugh...
" Awh!" Pekik Vania.
" Sekarang kau ngelunjak ya.. Aku bilang jangan tidur sebelum aku tidur! Apa kau tuli hah?" Bentak Gavin menarik rambut Vania.
" Maaf Mas, tadi aku sangat ngantuk makanya aku tidur duluan, aku tadi kecapekan Mas membersihkan rumah sebesar ini sendiri, aku tidak akan mengulangi lagi Mas." Sahut Vania.
" Oh kau mengeluh!" Ujar Gavin.
Gavin menyeret Vania lalu melemparnya ke atas ranjang. Dengan brutal Gavin merobek robek piyama yang di pakai Vania hingga membuat tubuh Vania polos.
" Mas jangan lakukan ini Mas! Aku tidak sanggup menerima kekerasan darimu lagi." Lirih Vania.
Ya selama ini Gavin selalu menyentuhnya dengan kasar. Seolah Gavin asyik dengan dunia sendiri tanpa mempedulikan Vania yang berada di bawahnya.
" Awh!" Pekik Vania saat Gavin membenamkan miliknya dengan kasar.
Gavin memacu tubuhnya dengan cepat membuat Vania meringis kesakitan. Air mata Vania terus menetea mengiringi kegiatan mereka.
" Kenapa tubuh ini menjadi candu untukku? Ah benar benar membuatku gila." Batin Gavin.
Setelah puas mencapai puncaknya, Gavin turun dari tubuh Vania. Ia merebahkan tubuhnya di samping Vania lalu memejamkan mata.
Vania segera ke kamar mandi membersihkan tubuhnya. Ia berdiri di depan cermin mengamati bercak bercak merah yang Gavin buat di leher dan dadanya. Tidak hanya berwarna merah tapi berwarna ungu kehitaman karena Gavin sangat kuat menyesapnya.
" Hiks... Hiks... Aku terlalu percaya diri bisa menghadapi sikap kasar Mas Gavin, sampai di titik ini saja rasanya aku ingin menyerah, ingin sekali aku berlari pergi meninggalkannya, tapi jika aku lakukan maka yang ada Mas Gavin akan semakin membenciku, ia akan semakin tersakiti karena dendamnya tidak terbalaskan hiks.." Isak Vania meratapi nasibnya.
Tidak mau berlarut dalam kesedihan, Vania segera mandi lalu ia kembali tidur di ranjangnya.
Jangan lupa tekan selalu like untuk menjaga performa karya author ya... Hargai karya Author karena menulis tidaklah mudah...
He he author maksa....
Terima kasih untuk readers yang selalu mensuport author semoga sehat selalu...
Miss U all...
TBC....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Kak Jum
menyerahkah sakit lahir n batin buat apa mau tggu
2023-11-09
1
Iqlima Al Jazira
menyerahlah vania... membiarkan diri di sakiti padahal tidak bersalah itu adalah pilihan yang buruk, apalagi menghadapi pasangan yang berselimut dendam😡😭
2022-11-15
4
Sri Harwati
lanjut....
2022-11-15
2