Ini salah satu kisah Kyuli-Edhan sewaktu SMA. Dulu di saat anak-anak populer lainnya menguasai lapangan untuk bermain bola di lapangan sekolah. Kami berenam hanya pecundang hina, yang hanya bisa meratapi nasib kami, dengan menonton permainan sepakbola mereka yang gak terlalu jauh berbeda bego mainnya dari kami.
Permainan mereka, sumpah bisa dibilang gak bagus-bagus banget. Masih lebih bagus permainan bola Ibu-ibu muda tetangga gue yang lagi nyusuin anak. Kami gak terlalu mau pamer, karena pada saat itu ideologi kami masih menganut paham diam itu emas’ namun karena ideologi itu dirasa kurang bermanfaat bagi kami, maka kami mengubahnya menjadi ‘diam itu emas dan ceria’.
Emang gak jauh-jauh beda. Tapi setidaknya dengan ceria kami bisa menjadi bermanfaat. Jika bukan untuk orang lain, minimal untuk para diri kami sendiri. Gue akuin semua anggota Kyuli-Edhan memang pada hobi maen sama nonton bola, hobi ngumpulin perangko dan datangin hujan.
Lalu yang paling jago diantara kami dalam mengolah si kulit bundar adalah Bharata. Jangan dibaca terpisah, karena akan menjadi BH Rata. Bahkan Bharata pernah bilang sama gue andai dia adalah orang Italia atau Inggris, dia pasti punya cita-cita untuk jadi pemain sepakbola professional, dia juga punya nama Italia dan Inggris pemberian dia sendiri.
Nama Italianya adalah Bharatalo Sempaknaro. Atau kalo di Inggris dia punya nama Sempaknaro On The Tableto. Dia enak selain jago maen bola, bahasa Inggrisnya juga mantep, orangnya tinggi dan ganteng, lumayan cocok tinggal di benua Eropa, sedangkan gue.
Ngomong pake bahasa Inggris paling cuma bisa bilang ohh yes, ohh no, ohh my god. Akhirnya di penghujung kelulusan Rudy yang merasa bosen dan gerah dengan kehinaan yang kami alami selama ini. Dia mengajak kami bermain bola di daerah deket rumahnya, dia bilang ada lapangan yang cocok banget dengan jiwa-jiwa suci mujahid kami yang jauh dari kehidupan duniawi.
Prettt, ahhh. Padahal kami tahu itu cuma alibi Rudy aja yang minta ditemenin terus karena baru diputusin sama ceweknya. Ceweknya selingkuh dan jadian lagi sama temen eskulnya. Kalo Rudy gak punya mental kuli. Dia pasti udah bunuh diri dengan cara memakan seblak pakai karbol.
Khayal gue melayang jauh tinggi saat itu, gue berpikir kalo lapangan yang bakal Rudy tunjukin adalah lapangan mewah, karena secara dia tinggal di daerah komplek. Gue membayangkan lapangan dengan rumput hijau tipis yang pinggirannya terdapat tanah merah yang lembut. Serta permukaan lapangan yang rata dan tidak bergelombang, di beberapa sudutnya terdapat bidadari-bidadari cantik berkulit putih dengan pipi kemerahan sedang serius menatap kami.
Sejenak gue sampe berpikir jika kami berenam ingin dikebumikan di situ aja. Semua personil Kyuli-Edhan setelah jam sekolah selesai langsung berjalan menuju rumah Rudy. Ada yang naek motor dan ada juga yang naek angkot.
Rudy sebagai tuan rumah pulang duluan naek motor, untuk nyiapin keperluan, yaa bilangnya sii gitu, terus Aan bareng sama Sigit naek angkot duluan. Tinggalah kami bertiga. Gue, Bharata dan Arief. Lebih memilih jalan kaki, biar sekalian pemanasan.
Waktu SMA dulu badan gue kecil banget, sedangkan Bharata dan Arief pada tinggi gede. Bahkan sebagian orang awam banyak gak percaya kalo gue itu kelas 3 SMA, sebagian dari mereka lebih percaya kalo gue itu adalah spesies simpanse botak dari Mars. Maka dari itu kalo lagi jalan bertiga, berasa udah kayak pasangan gay yang mengadopsi bayi simpanse.
Setelah sampai di rumah Rudy, kami disuguhi minuman dan makanan ringan dulu. Sejenak bersantai-santai dulu. Baru kemudian, kami langsung diajak ke lapangan, dan kami udah gak sabar pengen maen bola di lapangan itu. Setibanya di lapangan.
Allahu Akbar, ternyata jauh dari angan-angan kami berlima. Sumpah, Rudy gak cerita apa-apa tentang kondisi ini lapangan. Sebelumnya kami sudah memikirkan lapangan yang nyaman dan indah. Aan bahkan sudah sampai bawa bed cover dan kompor gas. Tapi nyatanya yang kami liat adalah.
Lapangan dengan permukaan dari setengah aspal dan semen yang gak rata. Di satu sudut pinggirannya terdapat sampahan dan beling, lalu di sudut pinggir lainnya terdapat beberapa gerobak. Ada gerobak tukang bangunan, ada juga gerobak jajanan-jajanan SD.
Semua gerobak itu disusun sedemikian rupa hingga membentuk sebuah candi. Sontak Bharata memberi nama lapangan itu dengan nama lapangan gerobak. Lapangan yang bagi kami lebih mirip sebagai tempat latihan perang padang pasir ketimbang bermain bola.
Selain itu di lapangan ini juga ada di ring basketnya, lapangan ini pastinya multifungsi. Selain untuk sepakbola, lapangan ini juga bisa digunakan untuk main basket dan pastinya pula. Lapangan ini di zaman Jepang dulu digunakan untuk menyiksa kaum pribumi.
Tapi karena kami udah terlanjur tiba di sini, udah kepalang basah, yaa sudahlah akhirnya kami bermain dengan tiga lawan tiga. Di sini gue mendapat nasib kurang beruntung lagi, pas abis suit untuk dapetin temen. Bharata dapet temen yang hebat-hebat, Sigit dengan kekuatan seribu tenaga gajahnya, ditambah lagi dia pimpinan kami.
Lalu, Arief dengan keshalehannya dan kebijaksanaanya akan membimbing dan membawa keberuntungan untuk mereka. Bharata dengan taktik gerilyanya. Sedangkan gue.Dapet temen Aan sama Rudy
Pada saat itu ukuran berat badan mereka di usia remaja akhir bisa dibilang melebihi normal, yang membuat mereka lebih mirip mascot daripada pemain bola. Aan bentuknya udah kayak meriam si jagur, ketimbang meriam bellina. Rudy udah kayak ondel-ondel hamil tua. Haadeuuh.
Kemudian, pertandingan yang mempertaruhkan nasib alam semesta beserta isinya pun dimulai. Masing-masing dari kami habis-habisan mengeluarkan apa yang kami punya. Sigit dengan Palu dan Kapak Thor.
Arief dengan untaian kata-katanya yang membuat kami setengah tertidur, dan Bharata dengan pengaruh mirasnya. Sedangkan kami. Aan dan Rudy mengandalkan lemak-lemak jahat dan baik untuk melawan mereka.
Gue mengandalkan sabar dan tulang kering gue yang cukup kuat untuk bertahan. Walaupun itu mustahil, kami tetap sabar dan istiqamah. Berharap pertolongan Allah akan segera datang untuk kami.
Kemudian tanpa diduga dan tanpa rekayasa. Kami bertiga bisa mengimbangi kekuatan barbar mereka, apalagi gerakan Aan sangat tidak bisa ditebak dan tidak mudah terlihat dengan mata telanjang jika sedang diam. Tiba-tiba kolor Sigit bisa kesangkut di jari telunjuknya.
Rudy pun sama, dia menggunakan jurus gelembung angin. Setiap ada Bharata atau Arif mendekat, dia langsung kentut. Hingga seisi lapangan bahkan komplek ini menjadi gelap, burung-burung yang terbang jatuh tengkurap. Tikus-tikus yang melata, pusing telentang.
Akhirnya kami unggul telak dari mereka, salah satu penyebab mereka bisa tertinggal adalah. Karena Sigit maennya keliatan gak semangat. Kayak males-malesan gitu, dan hal apakah yang membuat Sigit nampak tidak bersemangat seperti itu?
Apakah ini ada kaitannya dengan harta, tahta dan janda?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments