Kisah Horor Otopsi

Malam ini adalah malam ketiga dalam sejarah mencekam Negara Pohon Rimbun. Sudah tiga hari berlalu sejak diculik dan dibunuhnya hampir seluruh anggota keluarga presiden negeri ini. Tujuh orang diketemukan di dalam sebuah sumur tua, di daerah terpencil kota Ranting.

Di dalamnya termasuk ada Pak Presiden, Ibu Presiden, dua orang anak laki-lakinya, satu anak perempuannya, satu cucu dan satu menantu. Kesemuanya sudah dalam keadaan hampir membusuk. Sedangkan yang lainnya, diketemukan masih dalam keadaan hidup dan terikat.

Di gudang gula yang sudah tak terpakai di daerah kota Dahan. Tanggal 10 November 2022. Sekitar pukul delapan malam, datang satu truk dengan lebih dari duapuluh tentara ke rumah saya, di kasawasan Kampung Ulat Sutra, Kota Ranting.

Waktu para tentara itu datang. Keluarga saya, terutama anak perempuan saya yang baru berumur empat tahun kaget dan ketakutan setengah mati. Istri saya, mengira jika suaminya terlibat gerakan pemberontak pembunuhan keluarga presiden.

Karena pada saat ini sedang gencarnya pembersihan dan pencarian para anggota pemberontak yang membantai keluarga presiden. Tidak, tahunya para tentara itu membawa surat dari senior saya. Surat dari Prof. Ibrahim Alwi.

Dalam surat itu disebutkan saya diminta datang ke Rumah Sakit Pusat Kota (RSPK), untuk membantu beliau memeriksa mayat keluarga presiden, yang terbunuh pada tanggal 8 November. Lalu saya bersih-bersih, berpakaian rapih. Setelah berpamitan dengan keluarga, saya berangkat ke RSPK dengan menggunakan mobil truk tentara tersebut.

Waktu itu, suasana kota Ranting amat sangat mencekam. Jam malam masih diberlakukan, dan di beberapa tempat ada pos penjagaan. Kami diharuskan berhenti dan para tentara-tentara yang menjemput saya diminta menyebutkan kata sandi.

Setiap berhenti di satu pos, baik yang menjemput saya, maupun yang berjaga di pos. Selalu dalam kondisi siaga penuh. Senapan selalu diletakkan di dada dan siap dikokang kapanpun ia dibutuhkan.

Sungguh, saya sangat takut sekali. Truk tentara yang menjemput adalah truk tentara yang pakai terpal biru, disiapkan dalam kondisi hujan. Posisi saya duduk di depan bersama pengemudi dan satu orang tentara yang selalu siap siaga.

Untunglah, semuanya lancar di dalam perjalanan. Hingga kami sampai di RSPK dengan selamat. Masih teringat jelas saat itu, yang menjemput dan membawa saya bukan dari Pasukan Cadangan, tetapi langsung dari Pasukan Utama.

Mereka mengantar saya sampai di depan kamar otopsi RSPK. Disana ternyata sudah ada juga Profesor saya, Prof. Ibrahim Alwi, beserta senior saya yang lain dalam bidang forensik. yaitu Dr. Idris yang beda lima bulan kelulusan dengan saya.

Saya ditunjuk Prof. Ibrahim Alwi untuk membantu dia, karena dia inilah yang paling senior dan berpengalaman. Namun usianya sudah cukup tua saat itu. Sedangkan saya paling muda diantara mereka.

Dikamar otopsi, saya melihat bahwa mayat-mayat itu tertutup oleh kantong-kantong mayat, mereka berjejer, dan ada dua meja otopsi. Secara garis besar, menurut laporan dari yang mengambil mayat-mayat ini. Kondisi mayat sudah membusuk, memang tidak berulat, tapi kulit arinya sudah ngelotok.

Tidak terlalu kembung, sedikit sudah berlendir dan kulitnya mulai kekuningan. Tapi ada juga yang masih cukup utuh dan bisa dikenali. Semua mayat masih berpakaian lengkap, seperti baju yang dipakai terakhir.

Itulah sebabnya kami mendata benda-benda yang melekat pada tubuh mayat-mayat ini. Masing-masing dari kami pun mulai bekerja. Dan tanpa sengaja ternyata mayat yang pertama kali saya periksa adalah mayat Pak Presiden Dzakaria.

Saya mengkonfimrasi hal itu kepada Prof. Ibrahin dan beliau meminta saya untuk melanjutkan pemeriksaan. Ketika memeriksa mayat Pak Presiden, ada satu hal yang saya paling ingat. Kedua bola matanya, sudah hampir copot dan mencuat keluar.

Saya tahu penyebabnya, itu terjadi karena, ketika dimasukkan ke sumur, kepalanya terlebih dahulu. Kemungkinan di dasar sumur itu masih tersisa air, jadi kepalanya terendam. Saya ingat pakaian yang dipakai Pak Presiden.

Dia mengenakan pakaian piyama, ada beberapa pecahan kaca di piyamanya. Setelah beres memeriksa Pak Presiden. Saya lanjut memeriksa mayat lain, dan kali ini wajahnya masih bisa saya kenali.

Dia Yahya, anak pertama dari Pak Presiden Dzakaria. Saya mengenali wajahnya karena dia cukup sering tampil di tv dan depan publik pada saat kampanye Ayahnya. Kami bekerja sepanjang malam itu sampai dini hari.

Kami tanyakan kepada pejabat atau orang yang bertanggung jawab atas otopsi ini. Ada dua orang Jendral. Dr Idris bertanya pada salah satu Jendral yang ikut mengawasi jalannya otopsi. “Para mayat ini, mau di otopsi lengkap apa enggak?”

“Tidak perlu,” ujar Jendral itu dengan tegas.

Tentang Jendral yang satu lagi berada diluar. Awalnya saya tidak begitu perhatikan siapa Jendral yang berada diluar tersebut. Dia adalah Jendral terhebat negeri ini, Jendral Daud.

Betapa hancur dan terhinanya wajah Jendral ini. Begitu tahu Presiden, dan hampir semua anggota keluarganya diculik dan dibunuh secara sadis. Itu menandakan betapa lalainya ia sebagai aparat keamanan.

Sewaktu kami sedang sibuk, dia ternyata masuk, diikuti dua ajudannya. Ketika masuk, Jendral Daud tidak berkata apa-apa. Saya juga tidak sempat memperhatikan beliau, karena sedang sibuk bekerja, yang saya masih ingat.

Saya masih memeriksa mayat dengan sedikit mengangkat kepala mayat tersebut, dan baru sadar ada Jendral Daud di ruangan otopsi. Dia memakai battle dress dengan tatapan mata yang tajam bagai elang. Kabarnya RSPK ini dari malam sampai pagi dijaga ketat Pasukan Utama.

Tapi, kepada kami yang melakukan otopsi, sungguh tidak ada tekanan apapun. Kabar adanya penyiksaaan sebelum dibunuh terhadap keluarga ini memang benar adanya. Mayat-mayat itu ditembaki berkali-kali. Pergelangan kaki mayat anak kedua Presiden yang bernama Isa, jelas sekali hancur karena bebatan yang kuat.

Orang awam pun pasti mengerti, mayat yang dijatuhkan ke sumur baik itu kakinya terlebih dahulu, tidak akan bisa hancur pergelangan kakinya. Kepala Ibu Presiden pecah, jelas sekali ini adalah bekas luka tembak dan pukulan benda tumpul. Mayat anak kecil yang masih berusia sekitar tujuh tahun yang di duga cucu Presiden, hancur tulang pahanya hingga pangkal, seperti mendapat pukulan benda tumpul juga.

Sedangkan yang lainnya, yang diduga menantu dari Presiden, istri dari Yahya. Kondisnya hampir sama dengan Isa. Namun yang membedakan kali ini, telapak tangan dan pergelangan tangannya hancur seperti diikat dengan bebatan yang kuat.

Saya merasa pekerjaan kami sudah hampir selesai. Begitu ada suara keributan diluar. Para Jendral meminta kami untuk tenang. Karena kami mendapat kabar bahwa ada satu orang lagi dari anggota keluarga yang diketemukan di tepian sungai.

Kondisinya tidak jauh beda dari mayat-mayat yang sudah ada terlebih dahulu di kamar ini. Lalu segera dibawa juga ke RSPK ini untuk ikut di otopsi. Jendral Daud meminta Prof. Ibrahim dan Dr Idris untuk memeriksa mayat yang baru tiba itu di kamar lain.

Cukup jauh dari kamar ini. Sedangkan saya diminta untuk melanjutkan tugas. Pikir saya dalam hati. Cuma tinggal membuat tulisan visum.  Saya pun ditinggal sendiri di kamar otopsi ini.

Saya membuat tulisan visum dengan seobjektif mungkin. Pada saat saya menulis visum untuk mayat pertama dan kedua, terdengar dari luar seperti langkah kaki wanita memakai sepatu hak tinggi. Pletak pletuk. Lalu berhenti di depan pintu.

Ia seperti mengetuk pintu. Saya membukanya. Terlihat jelaslah ia. Seorang wanita muda, mengenakan pakaian layaknya sekretaris. Riasan wajahnya tipis, dibalik kulit putihnya. Dia tersenyum kepada saya.

Memperkenalkan diri secara singkat, dan bermaksud untuk masuk. Ingin melihat mayat-mayat korban keganasan pemberontak tersebut. Tapi saya langsung jelas menolak.

“Maaf nona, ini rahasia negara. Ditambah lagi anda bukanlah pejabat yang berwenang disini. Silahkan anda pergi, atau saya panggilkan aparat yang bertugas untuk mengusir anda,” ucap saya tegas.

Wanita ini sedikit menundukkan kepala, saya bisa melihat dengan jelas dua tahi lalat yang ada dikepalanya. Tepatnya di kening bagian atas, hampir berbatasan dengan rambut. Gadis itu pun pergi.

Setelah sebelumnya mengancam saya, bahwa dia akan kembali. Karena merasa tidak dihormati oleh saya. Dia sangat sakit hati atas perlakuan saya. Saya tegas berucap, “Silahkan nona, mau perlakukan seperti apa saya nanti, yang jelas. Saya hanya menjalankan tugas negara.”

Dia pun pergi meninggalkan saya sendiri. Cukup lama berselang. Prof. Ibrahim dan Dr. Idris kembali ke kamar otopsi tempat saya berada. Kali ini hanya ditemani oleh satu ajudan Jendral Daud. Mereka pun menanyakan keadaan saya.

“Udah beres, Musa?” tanya Dr. Idris.

“Dari ke enam mayat itu. Lagi tinggal buat hasil visumnya saja, Mas.”

Prof. Ibrahim dan Dr Idris saling bertatapan bingung.

“Maksudnya tujuh kali yaa, Mus?” tanya Prof. Ibrahim.

“Tujuh, Prof.?” tanya saya balik dengan bingung.

“Loo yang ini udah diperiksa apa belum?” tanya Dr. Idris yang menunjukkan satu kantong mayat lagi, yang jaraknya agak terpisah dari kantong mayat lainnya.

“Ohh saya gak sadar Mas, kalo ternyata ada tujuh kantong, soalnya agak terpisah.”

Akhirnya kami, dibantu ajudan Jendral Daud menaikkan kantong mayat tadi ke atas meja otopsi. Saya membuka kantong mayat tersebut, dia wanita. Berusia sekitar duapuluh tahun, keadaannya masih cukup baik. Wajahnya masih bisa dikenali. Tunggu dulu.

Saya perhatikan dengan seksama mayat itu dari bawah hingga atas, dan ternyata. Astaga. Bukankah ia gadis yang mau masuk ke ruangan ini tadi? Kalo dia mati dan mayatnya tergeletak disini. Berarti yang barusan ingin masuk ruangan ini siapa?

Saya bercoba berpikir secara logis dan bertanya siapa gadis ini? Prof Ibrahim menjelaskan jika dia anak bungsu dari Pak Presiden. Dia jarang terlihat di publik karena sedang menyelesaikan kuliahnya di Singapura.

“Apa dia kembar?” tanya saya dengan detak jantung yang berdegup kencang. Mencoba pertanyaan logis.

“Enggak!” ucap Prof Ibrahim dengan tegas dan jelas. “Pak Presiden cuma punya tiga orang anak," tambahnya.

Jantung saya semakin berdegup kencang. Tapi tetap berusaha untuk tenang. Sebab siapa tahu saya cuma salah lihat atau sedang berhalusinasi. Namun semakin memeriksa dengan seksama.

Semakin yakinlah jika mayat ini adalah gadis yang saya temui di depan pintu. Mulai dari pakaian, warna kulit, bentuk wajah, lekuk tubuh dan yang paling tidak bisa dipungkiri adalah dua tahi lalat yang ada di keningnya. Keringat dingin mengucur deras di dahi saya.

Saya berusaha bersikap tenang. Meminta izin kepada yang ada di kamar ini untuk ke toilet sebentar. Di toilet, saya mencuci muka, berusaha bersikap normal.

Namun disaat hati ini mulai tenang. Terdengar suara orang berjalan dengan hak tinggi. Pletak, pletuk, pletak, pletuk. Langkahnya semakin dekat ke toilet ini, dan. Tuk.

Langkahnya berhenti di depan pintu toilet ini.

Episodes
1 Humor Religi
2 Toilet vs Kyuli
3 Cerita Baim (Part 1)
4 Humor Religi Assik
5 Cerita Baim (Part 2)
6 Kisah Horor Gedung Tua
7 Sajak Teruntuk
8 Cerita Baim (Part 3)
9 Kisah Horor Otopsi
10 Humor Religi Asal
11 Lapangan Gerobak (Part 1)
12 Ulangtahun Naay
13 Lantunan Sedih Dari Mimpi (Part 1)
14 Lantunan Sedih Dari Mimpi (Part 2)
15 Kubunuh Kau, Sepi
16 Lapangan Gerobak (Part 2)
17 Malam Yang Diam-Diam Tanpa Bintang (Part 1)
18 Malam Yang Diam-Diam Tanpa Bintang (Part 2)
19 Malam Yang Diam-Diam Tanpa Bintang (Part 3)
20 Curhatan Suami
21 Wulan dan Donny (Mendapatkan Namun Kehilangan)
22 Wulan dan Donny (Mendapatkan Namun Kehilangan)
23 Lapangan Gerobak (Part 1)
24 Wulan dan Donny (Janji)
25 Wulan dan Donny (Airmata Wulan)
26 Kisah Horor Asrama Cewek
27 Wulan dan Donny (Si Kakek)
28 Wulan dan Donny (Kesempatan Kedua)
29 Wulan dan Donny (Mengubah Takdir)
30 Kisah Horor Kantor Baru
31 Keadilan Allah
32 Kisah Horor Asep Metal
33 Humor Religi Piala Dunia
34 Kisah Horor Bangsal Melati
35 Kisah Horor Palu Gada
36 Humor Religi Nyeleneh
37 Humor Religi Kabel Kebakar
38 Tanah Tercinta
39 Bulan Turun Ditendaku
40 Kisah Horor Tengah Malam (Part 1)
41 Kisah Horor Tengah Malam (Part 2)
42 Humor Religi Singkat
43 Humor Religi Ringkas
44 Kejutan Besar (Part 1)
45 Kejutan Besar (Part 2)
46 Aku Kira Dia Normal (Part 1)
47 Aku Kira Dia Normal (Part 2)
48 Aku Kira Dia Normal (Part 3)
49 Humor Bingung
50 Humor Linglung
51 Kisah Horor Dokter Muda
52 Kisah Horor Gak Sadar
53 Kepribadian dan Lubang yang Benar
54 Cinta ? (Part 1)
55 Cinta ?? (Part 2)
56 Humorin Aja
57 Humorin Lagi Aja
58 Kisah Horor Jangan Baca Sendirian
59 Kisah Horor Jangan Tidur Sendirian
60 Beraninya Kau Pergi
61 Membenci Hujan
62 Humor Di Hari Natal
63 Humor Salah Pengertian
64 Kisah Horor Naik Gunung
65 Kisah Horor Ojek Online
66 Bait Perahu Kertas
67 Kasih Ibu Sepanjang Masa
68 Malam Menjelang Pergantian Tahun Baru
69 Cela Bumi Pada Langit & Memberi Berkah 3 Jagoan
70 Humor Awal Tahun 2023
71 Rumah Syuting Angker (Part 1)
72 Rumah Syuting Angker (Part 2)
73 Lelah
74 Teganya Kau !?
75 Humor Sabeno Kingdom
76 Humor Fatih Tutuk
77 Horor Rumah Pinggir Hutan (Part 1)
78 Horor Rumah Pinggir Hutan (Part 2)
79 Horor Rumah Pinggir Hutan (Part 3)
80 Horor Rumah Pinggir Hutan (Part 4)
81 Horor Rumah Pinggir Hutan (Part 5 )
82 Cobaan Hati
83 Hal Yang Tidak Dimengerti (Part 1)
84 Hal Yang Tidak Dimengerti (Part 2)
85 Dia (Part 1)
86 Dia (Part 2)
87 Dia (Part 3)
88 Sedikit Tentangnya
89 Horor Kakak Caca Cantik (Part 1)
Episodes

Updated 89 Episodes

1
Humor Religi
2
Toilet vs Kyuli
3
Cerita Baim (Part 1)
4
Humor Religi Assik
5
Cerita Baim (Part 2)
6
Kisah Horor Gedung Tua
7
Sajak Teruntuk
8
Cerita Baim (Part 3)
9
Kisah Horor Otopsi
10
Humor Religi Asal
11
Lapangan Gerobak (Part 1)
12
Ulangtahun Naay
13
Lantunan Sedih Dari Mimpi (Part 1)
14
Lantunan Sedih Dari Mimpi (Part 2)
15
Kubunuh Kau, Sepi
16
Lapangan Gerobak (Part 2)
17
Malam Yang Diam-Diam Tanpa Bintang (Part 1)
18
Malam Yang Diam-Diam Tanpa Bintang (Part 2)
19
Malam Yang Diam-Diam Tanpa Bintang (Part 3)
20
Curhatan Suami
21
Wulan dan Donny (Mendapatkan Namun Kehilangan)
22
Wulan dan Donny (Mendapatkan Namun Kehilangan)
23
Lapangan Gerobak (Part 1)
24
Wulan dan Donny (Janji)
25
Wulan dan Donny (Airmata Wulan)
26
Kisah Horor Asrama Cewek
27
Wulan dan Donny (Si Kakek)
28
Wulan dan Donny (Kesempatan Kedua)
29
Wulan dan Donny (Mengubah Takdir)
30
Kisah Horor Kantor Baru
31
Keadilan Allah
32
Kisah Horor Asep Metal
33
Humor Religi Piala Dunia
34
Kisah Horor Bangsal Melati
35
Kisah Horor Palu Gada
36
Humor Religi Nyeleneh
37
Humor Religi Kabel Kebakar
38
Tanah Tercinta
39
Bulan Turun Ditendaku
40
Kisah Horor Tengah Malam (Part 1)
41
Kisah Horor Tengah Malam (Part 2)
42
Humor Religi Singkat
43
Humor Religi Ringkas
44
Kejutan Besar (Part 1)
45
Kejutan Besar (Part 2)
46
Aku Kira Dia Normal (Part 1)
47
Aku Kira Dia Normal (Part 2)
48
Aku Kira Dia Normal (Part 3)
49
Humor Bingung
50
Humor Linglung
51
Kisah Horor Dokter Muda
52
Kisah Horor Gak Sadar
53
Kepribadian dan Lubang yang Benar
54
Cinta ? (Part 1)
55
Cinta ?? (Part 2)
56
Humorin Aja
57
Humorin Lagi Aja
58
Kisah Horor Jangan Baca Sendirian
59
Kisah Horor Jangan Tidur Sendirian
60
Beraninya Kau Pergi
61
Membenci Hujan
62
Humor Di Hari Natal
63
Humor Salah Pengertian
64
Kisah Horor Naik Gunung
65
Kisah Horor Ojek Online
66
Bait Perahu Kertas
67
Kasih Ibu Sepanjang Masa
68
Malam Menjelang Pergantian Tahun Baru
69
Cela Bumi Pada Langit & Memberi Berkah 3 Jagoan
70
Humor Awal Tahun 2023
71
Rumah Syuting Angker (Part 1)
72
Rumah Syuting Angker (Part 2)
73
Lelah
74
Teganya Kau !?
75
Humor Sabeno Kingdom
76
Humor Fatih Tutuk
77
Horor Rumah Pinggir Hutan (Part 1)
78
Horor Rumah Pinggir Hutan (Part 2)
79
Horor Rumah Pinggir Hutan (Part 3)
80
Horor Rumah Pinggir Hutan (Part 4)
81
Horor Rumah Pinggir Hutan (Part 5 )
82
Cobaan Hati
83
Hal Yang Tidak Dimengerti (Part 1)
84
Hal Yang Tidak Dimengerti (Part 2)
85
Dia (Part 1)
86
Dia (Part 2)
87
Dia (Part 3)
88
Sedikit Tentangnya
89
Horor Kakak Caca Cantik (Part 1)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!