" Saya akan diam saja," ucap Bu Rahmi terlihat tenang. Dalam hati memang ada dendam, tapi sejak kelahiran Lethisa dia sudah berjanji akan berdamai dengan masa lalu, melupakan siapa sang suami dan tidak akan melibatkan lelaki itu dalam kehidupannya lagi.
"Kenapa?" tanya Sha penasaran. Dia belum pernah menanyakan soal ini sebenarnya.
"Karena sudah tidak ada yang perlu dibahas."
"Bu Rahmi tidak mau tahu alasan kenapa suami ibu meninggalkan ibu dan anak ibu?" tanya Sha.
"Dia memberi alasan juga tidak akan mengobati luka dan mengembalikan masa golden age nya anak saya. Cukup dijadikan masa lalu."
"Kalau boleh tahu anak ibu perempuan apa laki-laki?"
"Perempuan dan waktunya menikah," ceplos Ibu untuk menghindari cerita sedih. Beliau berinisiatif video anaknya nanti biar tidak monoton.
"Nanti wali nikahnya siapa?" tanya Sha tak terduga. Pikir Bu Rahmi akan memancing pembahasan nikah yang merupakan topik paling dihindari Sha, apalagi setelah putus dengan Irsyad.
Bu Rahmi terdiam, "Pakai wali hakim saja, karena sudah tidak tahu di mana suami saya. Dibilang suami saja kayaknya sudah bukan kali ya, sudah hampir 25 tahun juga ditinggal."
"Bu Rahmi sabar banget, kalau saya mungkin udah gak sanggup."
Ibu Sha pun mengangguk dan menyeka air mata, "Saya awalnya pun gak sanggup, cuma ada anak saya pun harus kuat. Tapi Alhamdulillah anak saya sepertinya terlahir menjadi perempuan kuat juga, bahkan ditinggal nikah mantan pacarnya gak sampai bunuh diri, he...he..." Goda Ibu Sha sambil tertawa, nih emak pintar banget bikin suasana berubah.
"Ya kali, Bu. Putus cinta terus bunuh diri, rugi banget."
"Betul sekali, saya kurang setuju kalau putus cinta terus bunuh diri itu, terlalu pendek pikirannya. Kadang kita tuh perlu mengaca pada musibah atau kesusahannya orang lain. Yakinlah segala macam ujian atau musibah terjadi itu karena Allah percaya kalau kita kuat menjalaninya."
Prok..prok...prok Sha pun memberikan applouse pada pernyataan sang ibu, "Nah sahabat Sha dalam Cerita, pengalaman hidup Bu Rahmi tentu memberikan pembelajaran hidup bagi kita. So jangan ngadi-ngadi deh buat bunuh diri atau melakukan hal konyol. Hidup kita anugerah, harusnya disyukuri. Benar gak Bu?"
"Benar, Mbak Sha."
"Kalau boleh tahu dari segala perjalanan hidup ibu ini, peristiwa apa yang membuat ibu begitu sedih dan punya janji untuk bangkit?" tanya Sha di sesi selanjutnya.
"Saat putri saya mengikuti gerak jalan di sekolahnya saat kelas 1 SD."
Sha mengerutkan dahi, perasaan masa SD nya keuangan sang ibu sudah membaik, dan mencukupi kebutuhannya. Lalu gerak jalan? Yang mana ya?
"Coba, coba bagaimana ceritanya!" pinta Sha penasaran. Ia juga lupa peristiwa tersebut sampai membuat ibunya begitu sedih.
"Saat itu anak saya akan mengikuti gerak jalan dan dikasih tahu gurunya untuk membawa air minum. Saat itu keuangan saya masih belum begitu ada, jualan saya masih belum laris. Nah...karena saya gak bisa beli botol air minum, saya pun membeli gelas air mineral satu saya sobek, lalu saya kasih gula lalu saya tutup dengan solotip bening. Saat itu saya hanya bisa bilang ke putri saya, bawa ini ya, ibu hanya punya air ini. Dan anak saya pun mengangguk, dia bilang.." Bu Rahmi pun menghapus air matanya terlebih dulu, ketimbang sedihnya ditinggal sang suami lebih sedih lagi mendengar jawaban sang putri.
"Anak saya bilang gak pa-pa kok, Bu. Yang penting bawa minum, nanti kalau bocor tutup pakai tangan," ujar Bu Rahmi menirukan ucapan sang putri saat kelas 1 SD dulu.
Sha langsung teringat peristiwa itu betapa dia menahan tangis saat berangkat ke sekolah, dia melihat teman-temannya membawa botol air minum dengan berbagai bentuk dan warna lucu layaknya botol anak sekolah. Sha dan Ibu saling pandang kala melihat pemandangan botol air minum. Sha pun ingat, dia hanya bisa tersenyum sambil bilang Sha nanti kalau udah kerja Sha beli botol air seperti mereka ya Bu.
Ingat....Sha ingat peristiwa itu. Dan saat ini ia sudah tidak bisa menahan tangis, ia memeluk sang ibu dengan sesenggukan. Tak peduli lagi urusan video toh nanti bisa diedit. Benar-benar peristiwa yang mengharukan dan tak terlupakan oleh keduanya. Bagaimana hidup dalam keadaan serba kekurangan tanpa ada keluarga yang menjadi sandaran.
"Begitulah anak saya, sejak kecil sudah sangat peka dengan keadaan," ucap Ibu Sha dengan wajah sembap dan genggaman tisu. "Dia tidak pernah merengek minta mainan atau jajan. Kan biasanya anak kecil gitu lihat orang jualan apa pasti minta, nah anak saya ini enggak. Dia hanya diam, lalu bilang nanti kalau udah kerja aku akan beli mainan itu. Saya tahu kalau itu kode dia minta mainan, tapi keadaan saya gak punya, mau bagaimana lagi."
"Kok dia bisa tahu kalau kerja nanti bisa beli ini itu?" tanya Sha, karena dirinya juga lupa awal mula selalu menyebut kerja.
"Karena temannya."
"Maksudnya?" tanya Sha yang memang lupa.
"Saat putri saya umur 4 atau 5 tahun, dia bermain sama teman-temannya, ya anak perumahan situ aja. Nah salah satu temannya bernama Siska kayaknya, dia emang dari keluarga berada, mainnanya banyak. Nah tipe anak saya tuh gak akan berani memegang mainan milik temannya sebelum diizinkan."
"Pintarnya," puji Sha penuh bangga pada dirinya saat kecil dulu.
"Pintar, pintar sekali. Saya selalu bilang ke dia gak boleh ambil atau pegang mainan milik temannya nanti rusak. Saya hanya takut mengganti kalau mainan anak orang kaya rusak, pasti saya tidak akan bisa. Nah, setiap temannya punya mainan baru temannya selalu bilang, suruh ibumu kerja lagi, biar punya uang buat beli mainan."
"Julidnya, sekecil itu bisa julid, ya Allah!" ucap Sha tak terima.
"Namanya anak kecil, mungkin langsung ceplos aja, saya yakin orang tuanya tidak mengajari dia untuk menghina keadaan seseorang."
"Setidak ada nya begitu kah keadaan Bu Rahmi dulu?"
Bu Rahmi mengangguk, "Saya sering sekali diberi bantuan oleh Bu Atun soal materi tapi saya menolak, uang pemberian dari suami saya pun juga lama-lama habis, berjualan nasi pun saat itu gak selaku sekarang. Tapi itulah hidup, bersusah dulu baru bercukupan. Alhamdulillah, meski putri saya dulu tidak merasakan masa kecil yang menyenangkan, setidaknya dia tumbuh dan bisa bersekolah hingga perguruan tinggi."
"Bu Rahmi hebat, sekuat itu menjadi single parent."
"Harus, harus kuat demi anak. Saya pun sangat merasa bersalah pada putri saya karena keegoisan suami saya, ia tak pernah merasakan kasih sayang seorang ayah
"Suami ibu sama sekali tidak pernah kirim kabar atau kirim uang?" tanya Sha penasaran. Masa' iya sang ayah sama sekali tak ingat siapa istrinya.
Bu Rahmi pun menggeleng, "Dia sudah menghilang begitu saja."
"Ibu pernah mengecek ATM nya?"
"Sudah enggak. Terakhir menggunakan dulu saat putri saya masuk SD dan saldo tinggal 125ribu. Uang puluhan juta karena tidak barokah habis dalam hitungan 6 tahun." .
"Kok bisa bilang gak barokah?"
"Karena....."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Nani Widia
,cerita ya bagus kenapa yang suka sedikit ya semangat thor/Frown//Frown//Frown/
2024-01-14
2
Dian_JK
Q mewek thor... 😭😭😭
2023-08-24
0