Selama bekerja di kantor Sha akan fokus dengan masalah laporan keuangan perusahaan . Mau bagaimana pun dia adalah seorang karyawan yang memiliki kewajiban dalam perusahaan. Untuk side job tetap akan menjadi perhatiannya saat di rumah saja. Sha berusaha menyelesaikan deadline-deadline yang menjadi tanggung jawab agar tidak lembur. Cukup seminggu kemarin mengambil lembur, ternyata sangat melelahkan.
"Gak lembur Sha?" tanya Bu Retno baru masuk ke ruang devisi keuangan, selesai rapat dengan petinggi perusahaan. Gak kaleng-kaleng selesainya, pas adzan maghrib. Ya wajar sih, gaji manajer kan gede, tentu tuntutannya juga besar.
"Enggak, Bu. Bu Retno gak pa-pa di ruangan sendiri, mau lembur?" tanya Sha sembari memasukkan barang pribadi ke dalam tas.
"Pa-pa sih, cuma udah biasa. Tinggal dikit kok revisi hasil meeting tadi lalu pulang."
"Benar nih gak pa-pa saya tinggal?" tawar Sha meski hanya pemanis di mulut saja.
"Udah pulang aja, dari kemarin kamu udah menemani saya lembur. Anak-anak juga udah pada balik, emang mereka lagi ada acara ya. Kompak banget pulangnya sebelum maghrib." Memang devisi keuangan biasanya baru keluar kantor selepas maghrib, tapi sore ini mendadak pulang cepat semua, di ruangan hanya ada Bu Retno dan Sha.
"Ya udah, Bu. Saya balik ya. Hati-hati jangan lupa sholat maghrib," pamit Sha kemudian.
Malam ini, Sha harus membuat list projek side jobnya. Begitu sampai rumah ia segera membuka laptop, mengkaji video yout*ber yang sudah punya subscriber banyak. Ia pun mencari rujukan video pemula yang hanya mengandalkan ponsel saja. Semenjak putus dengan Irsyad, ponsel Sha seperti barang tak berguna. Chat banyak masuk dari grup-grup saja, dan Sha malas menanggapi. Guyonan di grup seringnya gak sesuai dengan kepribadian Sha. Ghibah dan pamer punya apa sekarang.
Tak lama ia pun keluar kamar, memilih sudut mana yang cocok dibuat tempat pengambilan video. Nanti ia akan setting banner sesuai dengan podcast yang ia rancang. Ibu membiarkan saja, Sha mengomel sendiri. Beliau tak mau membatasi kreativitas anaknya. Ibu hanya sebatas pengamat, nanti sang putri pasti meminta pendapatnya.
"Bu, kita shoot nanti di sini aja ya. Gak usah banyak ornamen tambahan kayaknya," izin Sha yang akhirnya menjatuhkan pilihan di sudut ruang tamu, ada meja kecil sebagai hiasan aja. Untuk sofa pakai dari ruang tamu, atau lesehan pakai karpet.
"Ribet," kesan ibu yang masih belum ngeh dengan projek anaknya itu.
"Tenang, besok kita setting. Tripod juga baru datang besok, kalau tempat sudah oke kan semua beres."
"Preettt," cibir Ibu lalu masuk ke dapur.
*
*
*
"Yes!" Sha girang, karena notif di ponsel yang menyatakan tripod pesanan dan ornamen tulisan untuk ditempel di dinding sudah diterima oleh ibunya.
"Sha, kamu kemarin pulang Bu Retno sudah pulang belum?" tanya Heni sambil berbisik, bahkan mendekat ke meja Sha.
"Belum, malah pas aku mau pulang, Bu Retno baru masuk. Emang kenapa?" tanya Sha ingin tahu. Heran saja, bahkan Heni sampai mendekat dan berbisik.
"Dengar-dengar dari anak marketing. Devisi keuangan menjadi sorotan waktu meeting sore kemarin," sambung Mbak Diva sembari melirik ke arah ruangan Bu Retno yang hanya terpisah sekat saja.
"Emang ada kasus ya?" tanya Sha kepo. Sumpah dia tidak tahu kabar meeting sore kemarin. "Kok anak marketing tahu?" lanjutnya semakin kepo.
"Halah anak marketing dari mulai manajer hingga anak buah pada bocor semua," ucap Bu Retno yang sudah memdekat ke arah mereka. Sontak saja Sha, Heni dan Diva kaget setengah mati. Kok Bu Retno tahu apa yang sedang dibahas.
"Maaf, Bu!" ucap ketiganya lirih, bahkan sambil menununduk, seperti ketahuan mencuri.
"Emang kalian dengarnya bagaimana?" tanya Bu Retno yang langsung duduk di depan meja kerja Sha. Heni dan Diva pun mundur teratur. "Ambil kursi sana, akan saya bahas meeting kemarin versi saya."
Heni dan Diva langsung menurut, menggeser kursinya mendekati meja kerja Sha. Ketiganya diam menunggu cerita Bu Retno.
"Versi saya, tim devisi keuangan sedang dicurigai menerima suap dari partner kerja Pak Regan (direktur utama) perusahaan ini."
"Hah?" anggota devisi keuangan sontak saja teriak kaget secara kompak. Ini gimana caranya kok bisa ada kasus yang menyudutkan mereka. Padahal semuanya tidak merasa menerima uang sepeser pun dari pihak mana pun. "Boleh dicek, Bu. Mutasi rekening atas nama kita," sanggah Diva cepat. Ia gak terima lah devisinya dituduh seperti itu. Memang devisi keuangan rawan sekali urusan uang, karena perputaran dana perusahaan mereka tahu. Tapi gak segampang itu juga mendapat suap. Mereka tidak memiliki posisi penting untuk pengambil kebijakan, arus uang keluar pun harus mendapat acc dan tanda tangan manajer keuangan, serta Pak Regan. Jadi bagaimana tuduhan itu terjadi. Gak mungkin ada kabar itu kalau gak ada api.
"Kenapa kok bisa ada kabat gitu sih, Bu!" resah Sha. Ingin sekali pulang kerja tanpa membawa masalah kantor, agar di rumah bisa konsen pada side jobnya. Tapi kalau kayak gini mana bisa. Pasti Bu Retno meminta analisis kasus.
"Saya juga kaget, perputaran uang kan persetujuannya berlapis. Kalau pun masuk ke rekening di antara kalian ya rugi lah, kalian tidak punya akses ke pemimpin perusahaan. Atau diantara kalian punya pacar salah satu pimpinan perusahaan atau pemimpin direksi?" selidik Bu Retno dengan tatapan tajam. Mungkin beliau mau menganalisis kasus ini dimulai dari anggota devisinya.
"Saya baru putus dan mantan saya seorang dokter, Bu Retno juga tahu kan nama pacar saya dulu Bang Irsyad," Sha menunjukkan diri kalau dirinya tidak memiliki hubungan khusus dengan petinggi perusahaan.
"Saya malah udah punya suami dan anak," sahut Diva.
"Kamu?" tunjuk Bu Retno to the point pada Heni. Tampak tenang saja gadis itu lalu menggeleng. "Mana mungkin saya, Bu. Kalau saya dapat uang suap tas saya pasti Hermes."
Bu Retno mengangguk saja, toh beliau tidak percaya sama sekali akan rumor itu, anak buahnya tidak melakukan hal aneh, dan barang-barangnya masih standard karyawan. "Lalu?" tanya Diva penasaran.
"Sebenarnya rumor ini masih dibahas di kalangan manajer dan pimpinan perusahaan, tapi mungkin ada yang bocorin, hingga kalian pun dengar."
"Sebenarnya ada apa sih, Bu? Kondisi keuangan perusahan bermasalah? Kalau dilihat dsei neraca perdagangan sih enggak deh," ujar Diva dengan yakin, dan diangguki oleh Heni dan Sha. Dari sekian laporan dari berbagai devisi tidak ada masalah. Nota dan laporan juga sesuai.
"Hem...pasti ada investigasilah, karena mungkin ini hanya kamuflase dari pihak tertentu yang akan merugikan perusahaan, cuma paling gampang ya nyerang tim keuangan. Toh alasannya juga khayal sih, anggota kita dituduh mendapat kiriman dari rekan perusahaan, ya sebenarnya terserah mungkin anggota keuangan yang dimaksud itu menjadi sugar daddy, bisa aja kan?" ucap Bu Retno dengan penuh penekanan, menatap satu per satu anak buahnya. Mati kutu kalau bos keuangan lagi marah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
IKa LesTari
lanjuuttt kaakaak
2022-11-13
2