Bisa menyelesaikan pekerjaan kantor di tengah kegalauan hati, akhirnya Sha pulang juga. Mengendari sepeda motor maticnya ia sampai di rumah sebelum Maghrib.
"Assalamualaikum," sapa Sha setelah memarkirkan motornya. Harus bisa menyembunyikan mata sembap dan menutupi apa yang terjadi hari ini.
"Mandi, sholat lalu makan!" titah sang ibu negara ketika Sha salim dengan beliau begitu masuk ke rumah. Seperti biasa, beliau akan menunggu kepulangan sang putri di ruang tamu yang merangkap dengan ruang televisi.
"Iya, Bu!" Sha langsung masuk ke kamar begitu saja, tak secerwet biasanya yang selalu mengomentari tontonan sang ibu.
"Kenape luuuu!" seru sang ibu menangkap gelagat aneh sang putri.
"Gak pa-pa, Buuuuu!" jawab Sha tak kalah ngegas.
"Aneh tuh anak," gerutu Ibu sembari fokus pada tontonan televisi.
Di dalam kamar, Sha kembali meneteskan air nata, bahkan wajahnya ia tangkup langsung dengan kedua tangan. Rasa sesak masih sangat terasa. Kalau memang berjauhan saja, Sha masih kuat, apalagi komunikasi via dunia maya masih berlanjut. Tapi kini, kebiasaan say hello dan bertukar kabar mendadak hilang begitu saja.
Suasana pulang yang disambut chat menanyakan kabar dari Irsyad pun tak ada dan Sha kangen hal itu. "Astaghfirullah, inilah akibat berharap dengan sesama manusia, berakhir nyesek!" ucap Sha sambil mengusap air mata, menarik nafas berat sebelum keluar kamar. Beruntung sang Ibu yang sibuk di dapur mungkin menyiapkan makan malam.
Selang beberapa menit, Sha sudah duduk anteng di depan sang ibu. Wanita paruh baya itu sedang sibuk mengambil nasi dan lauk pauk untuk sang putri. Beginilah beliau memanjakan sang putri.
"Kalau ada masalah bilang napa, Mbak!" sindir Ibu di sela-sela menyendok sayur ke piring Sha.
"Masalah apa, Bu!" ucap Sha tak langsung cerita. Bukan ia tak mau terbuka, tapi ia belum siap menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Takut di awal cerita sudah menangis duluan.
"Ya ibu gak tahu apa yang menjadi masalah kamu wong belum cerita."
"Nanti aja deh, Sha belum siap buat cerita."
"Gak biasanya kamu kayak gini, biasanya juga langsung nyablak!"
"Kali ini beda, Sha akan menenangkan hati Sha dulu, Bu, baru cerita!"
Ibu langsung diam, dan mengamati wajah sang putri. "Karena Irsyad?" tebak ibu tepat sasaran. Baru juga sesuap nasi masuk, Sha langsung berhenti mengunyah. Lubang hidung gadis cantik itu mendadak lebar, dadanya bergemuruh. Wajahnya memerah, sedangkan dua bola mata sudah berkaca.
"Makan deh, ntar aja ceritanya."
Hati Sha semakin gondok, ya kali sang ibu dengan santai memghentikan emosi yang sudah terlanjur keluar. Alhasil, sembari mengunyah Sha menahan tangis. Sangat tidak enak Fergussooooo, ngempet tangisan tuh sungguh berat.
Selepas isya ibu benar-benar menemani Sha di kamar, gadis itu duduk bersila sambil menopang bantal. "Sudah siap?" tanya Ibu, beliau sangat demokratis, tak memaksa sang putri bercerita.
Sha hanya mengangguk pelan. "Irsyad besok menikah, Bu!"
"Ha? Sama siapa? Bukan kamu kan? Kok gitu? Kata siapa?"
Hati yang sudah terlanjur melow, semakin terbawa emosi dengan pertanyaan beruntun sang ibu. Beliau seakan lupa kalau ada hati yang masih tercabik-cabik. Memang Sha tidak menyembunyikan hubungannya dengan Irsyad pada sang ibu. Gadis itu juga sudah sering dinasehati untuk tidak main hati terlalu dalam pada sang kekasih. Tak ingin masalah hati yang berlabel cinta monyet membuat Sha terganggu. Tapi nyatanya berjalan hingga 7 tahun, dan berakhir nyesek.
"Ibu bisa gak sih tanya satu-satu. Sha lagi sakit hati loh!" protes Sha cemberut. Ibu hanya menghela nafas berat, pertanyaan beruntun tadi spontan saja. Pasalnya masih belum sadar kalau anaknya yang tersakiti. "Keceplosan elah, lah katanya si Babang Irsyad cinta mati sama kamu," ledek sang ibu yang memang Irsyad sebucin itu dengan sang putri.
Pada awalnya saat Sha bilang menjalin hubungan dengan Irsyad, teman SMAnya saat kelas XI, beliau hanya diam dan tak menyetujui. Sha masih terlalu muda mengenal cinta, sudahlah belajar dulu saja. Tapi semakin ke sini, Irsyad menunjukkan sikap yang pantas dipertimbangkan menjadi menantu idaman. Dan saat pengakuan Irsyad menikah dengan wanita lain, di situ Ibu hilang akal. Sepertinya itu bukan Irsyad deh, masa iya dia tega melukai hati sang putri separah itu. Tujuh tahun tak berbekas sama sekali.
"Aku gak tau alasan dia menikah secepat ini dengan wanita lain, aku gak mau terlihat lemah dan tak bisa hidup tanpa dia, Bu. Aku sudah minta maaf kalau aku punya salah. Gitu aja. Ya maaf kalau saat ini aku masih menangis. Hatiku sakit banget, Bu!"
Hati ibu terenyuh seketika. Putri semata wayangnya yang ia besarkan sendiri, tumbuh begitu cantik, dan tangguh. Tak pernah sekalipun mengeluh dengan kondisi keluarga, tak punya ayah. Masa kecil hanya dibuat melihat anak tetangga yang memiliki mainan bagus, tanpa berani meminjam bahkan meminta dibelikan.
Sang ibu bahkan ikut menitikan air mata, saat Sha dalam dekapan beliau mencurahkan nyeseknya hati.
"Bu apa aku tidak diizinkan untuk bahagia? Tega sekali Allah padaku, Bu. Hu...hu...dulu saat kecil aku sudah ditinggal ayah, ingin sekali memiliki pelindung hidupku, baru aku mendapat saat bersama Irsyad, begitu bahagia. Sungguh Bu aku bahagia menjadi kekasih Irsyad, aku mendapatkan sosok yang begitu peduli dengan hidupku selain Ibu, tapi kini ia yang menghancurkannya juga Bu. Sha sakit hati, Bu Hu...hu...hu
Sang ibu hanya mengelus punggung sang putri dengan sayang. Ia paham betul apa yang dirasakan sang putri. Meski di awal ia tidak setuju adanya pacar-pacaran antara keduanya, tapi melihat Sha bahagia dan Irsyad begitu sayang dengan sang putri beliau akhirnya pasrah dan dalam hati selalu berdoa semoga Irsyad selalu baik pada Sha. "Aku sebenarnya ingin tahu alasan dia menikah dengan perempuan lain, tapi aku takut semakin sakit hati Bu! Dia jahat banget gak sih," air mata Sha sudah tak terkira. Suaranya serak dan matanya sudah membengkang.
Rasa sayang dan cinta selama hampor 7 tahun dihempaskan begitu saja hingga remuk tak tersisa. Trauma akibat ditinggal sang ayah sempat sembuh karena Irsyad, tapi karena Irsyad juga semakin membuat Sha trauma terhadap sebuah hubungan.
"Menangislah, menangislah sepuas kamu. Tapi jangan berlarut. Semua yang terjadi adalah rizekimu. Harus kamu terima dan dijalani. Pasti ada hikmah, dan kamu harus bersyukur Irsyad memang bukan yang terbaik untuk kamu. Lebih baik disakiti sekarang ketimbang saat kalian sudah berumah tangga. Besok, jangan ada air mata yang keluar, karena kalau kamu semakin terpuruk Irsyad merasa kamu tidak bisa hidup tanpanya. Ingat, kamu sudah melihat ibu, kamu bisa melihat secara langsung bagaimana ibu hidup mandiri membesarkan kamu tanpa seorang ayah. Anak ibu harus kuat, jangan pernah merasa lemah hanya karena urusan cinta."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Aan
Mantan adalah jodoh orang lain yg pernah aku pacari 🤣
2025-02-01
0
Deasy Dahlan
Setuju... Sm ibumu sha
2025-02-02
0
rista_su
yha petuah yg sama dari mbah nya anak". bahkan setelah menikah, tetap ga boleh menyerahkan hati sepenuhnya. boleh serahkan hati sepenuhnya hanya untuk anak dan orangtua, karna hubungan anak dan orangtua tidak akan pernah putus.
2024-06-24
0