Mata tua dengan wajah teduh tersenyum sembari mengembalikan ponsel tersebut pada perawat di sampingnya, "terima kasih banyak nak!, semoga purimu menjadi hafid atau hafidzoh seperti raisa", wanita tua itu mengelus lembut perut buncit perawat di sampingnya.
"Aamin bu!, kebetulan teman saya ada di sana hingga kita bisa videocall", perawat itu mengecek kembali infusan yang mengaliri lengan tua di sampingnya sebelum akhirnya dia pamit.
Hari ini perawat itu akan mengambil cuti untuk persiapan melahirkan, "bu mungkin kedepannya kita tidak bertemu dulu karena saya akan melakukan operasi SC mohon di do'a kan semoga lancar", perawat itu tersenyum lembut mengusap dan menyibakkan rambut putih di kening wanita tua itu.
"Aamin, ibu do'akan semoga si kembar sehat dan ibunya pula bisa pulih lebih cepat".
"Ya, terima kasih bu!, wasalammu'alaikum", perawat itu melenggang keluar.
"Wa'alaikum salam", wanita itu kembali terdiam dengan lelehan cairan bening membasuhi pelipisnya.
'Pak, lihat cita citamu terwujud, putri kita berhasil menjadi kebanggaan kita!', wanita itu berbisik dalam hatinya, matanya menatap langit langit putih yang nampak memenuhi retinanya untuk waktu yang lama dia terdiam dalam keheningan yang tercipta, hanya suara beberapa alat yang terpasang tubuhnya dan beberapa monitor yang menyala di ruangan yang begitu terasa dingin.
Dadanya terasa terhimpit batu besar hingga nafasnya serasa sulit meski oksigen terpasang di hidungnya, matanya terasa berat dan kepalanya sekan tertarik gravitasi yang sangat besar.
Tuut..tuut..tuut.. Monitor yang semula memperlihatkan detak jantung wanita itu bersuara teratur menghilangkan tangga nada yang semula berdetak, menandakan detak jantung pasien sudah berhenti, para perawat yang memang sudah siaga 24 jam di ruang ICU itu secepat kilat berlarian memberikan pertolongan pada ibu tua yang telah menutup mata.
Seorang dokter datang dengan terpogoh pogoh karena kejadian itu berbarengan dengan dirinya tengah melakukan sholat magrib.
Sebelum menutup mata wanita tua itu berhasil mengucapkan dua kalimat syahadat dan akhirnya meninggalkan dunia untuk selamanya.
Berbagai pertolongan sudah di berikan namun pada akhirnya gagal, dan semua perawat dan dokter di sana serentak mengucapkan, "innalillahi wainnailaihiroji'un", ibu sutami atau ibunya raisa telah berpulang pada yang maha kuasa.
Beberapa perawat menangis, bagaimanapun mereka tahu bagaimana perjuangan dari ibu sutami dan raisa yang sangat baik, setiap hari raisa selalu ada di samping ibunya dan setiap hari raisa selalu berpuasa, hanya hari ini dia meminta izin pada ibu tercintanya karena harus menghadiri acara yang di selenggarakan langsung oleh pemuka negara sekaligus pemuka agama di kota tersebut.
***
Tepat di kaki langit yang memancarkan cahaya kemerah merahan, seakan alam bermandi sinar sinaran, orang orang berhamburan dengan waktu yang sudah tidak muda, mata indah berwarna coklat terang menatap aneka rona permai di pandang di retina matanya.
Waktu menunjukan sudah sangat sore raisa melenggang menapaki jalan di hadapannya, acara yang membuatnya lelah hari ini sungguh membuatnya lunglai, kakinya serasa seperti jeli yang akan amruk namun tetap bertahan untuk menghadap penciptanya, alunan adzan magrib silih berkumandang dari berbagai penjuru raisa tersenyum simpul.
"Alhamdulillah hirobbil'alamin", raisa mengambil air di tasnya dan mencari mushola terdekat, dia melihat sebuah mushola kecil di tepi perumahan padat, dia melangkahkan kakinya memasuki gerbang sederhana itu.
Raisa duduk di tempat para hawa berkumpul dan mengucapkan do'a sembari meneguk air yang semula dia bawa, raisa berjalan menuju tempat berwudu perlahan dia mengalirkan air itu membasuhi wajahnya dan semua bagian yang seharusnya dia mengalirkan rasa lelehnya mengalir mencair bersama air yang mengalir hingga energi yang entah dari mana asalnya kembali memenuhi tubuhnya.
Raisa membenah kan kerudungnya dan kembali ke tempat semula, melakukan kewajibannya pada sang pencipta, handphoe nya bergetar beberapa kali namun raisa tak menyadarinya karena khusuk menunaikan sholat.
Saat berwudhu raisa melihat sebuah pemandangan luar biasa dia mendapati pasir putih, yang berarti tempat mushola itu tidak jauh dari pantai, raisa berencana mengheningkan hatinya di sana setelah sholat dan do'anya.
***
Leonard melihat sebuah tempat karoke yang sudah buka dan beberapa hiburan malam mulai memperlihatkan aktifitasnya, namun dia merasa tidak ingin melakukan hal bodoh itu, dia kembali menginjak gas mobil sport itu, hingga sebuah sunset berhasil membuatnya terpaku di bibir pantai, dia menghentikan laju kendaraannya dan memarkirkan di sebuah taman kota, dia melangkahkan kakinya menikmati sore yang sangat menyakitkan untuknya.
"tuhan kenapa kau sangat jahat!, kau memberikan keindahan pada dunia yang besar, tapi kenapa tidak kau berikan pada dunia kecilku?", gerutu leonard setengah berbisik.
Mata hari mulai menghilang dari pandangannya, dia berdiri dan akan beranjak pergi. Malam ini dia berencana akan minum di bar dan menikmati tubuh banyak wanita, dia sudah buta akan kebenaran dan kenyataan hidup, dia menginginkan kesenangan dunia.
Sebuah alunan merdu suara raisa menggema dengan hembusan ombak, angin membawa suara merdu itu sampai di telinga leonard, raisa membaca beberapa ayat al-qur'an dia menutup matanya menikmati karunia tuhan pada hidupnya.
Leonard terpaku menatap geming wajah cantik di hadapannya, mata yang belum terbuka namun dapat menenangkan hatinya, bibir indah dan kulit putih di pipinya mampu membuatnya tersihir seketika untuk mendekat.
Rasa familiar di hatinya mencoba mencocokan setiap identitas orang yang di kenalinya, hingga akhirnya, binggo!, dia dapat mengingat wajah itu, dia adalah Raisa rohdhotul latica.
"Raisa?", leonard bertanya memastikan, raisa mengangkat wajahnya hingga mata itu terbuka dan cleeb.. sebuah panah tepat mengenai hatinya yang masih berdarah, mata berwarna coklat keemasan yang tertutup langit senja itu dapat mengompres rasa sakitnya.
Raisa melotot menatap pria di hadapannya berusaha mengingat wajah itu, "assalammu'alaikum, kak leo?", raisa mengucapkan salam menyapa kakak kelas saat di sekolah dasarnya itu.
"Wa'alaikum salam sa!, kamu ngapain di sini?", leonard nampak bingung dengan pertemuan tak sengaja itu, "o ya apa kabar?", leonard mengulurkan tangannya.
Raisa tersenyum simpul, wajah cantik yang di hiasi hijab biru langit itu mampu menyihir leonard. "Baik kak", jawab raisa berdiri seraya menelungkupkan kedua tangannya di depan dada takdzim.
Leonard terpaku dengan kejadian itu, rasa malu memenuhi dadanya dia kembali menarik tangannya dan menggaruk tengkuknya yang tiba tiba terasa gatal.
"Lagi ngapain malam malam begini di tepi pantai?", tanya leonard dengan tatapan menyelidik.
"Saya mungkin sama dengan kakak sedang menikmati waktu senja", raisa tersenyum simpul.
Getaran hendphone mengalihkan perhatian raisa pada tas selempangnya, dia melihat handphone yang memang sudah cukup usang dengan layar yang sudah pecah dan sebuah karet gelang di gunakan untuk menahan handphone tersebut agar tidak berceceran.
"Assalammu'alaikum", raisa mengucapkan salam lembut pada orang di sebrang handphone nya.
"Wa'alikkum salam sa! Hiks hiks..", sura tangis terdengar jelas di gendang telinga raisa.
"Loh.. Kenapa nangis kak?", raisa merasa heran dengan suara perawat yang menghubunginya.
"I..ibu kamu.. Hiks..hiks.. Sudah.. Meninggal sa!, hiks..hiks..", mendengar itu raisa terbelalak dan menjatuhkan ponselnya hingga akhirnya tercecer tak berbentuk, nafas raisa terasa berat dengan matanya yang tiba tiba lemah, badanya terasa sangat berat dan hatinya seakan tercabik.
Raisa memegang kepalanya yang tiba tiba terasa berputar, dia menggapai apapun yang berada di dekatnya dia kembali tersadar saat leonard ternyata masih di hadapannya seketika kakinya serasa lemah dan terjatuh, namun sebelum tubuh itu menyentuh pasir pantai leonard lebih dahulu menopang tubuh lemah itu, sebuah kata keluar dari mulut raisa samar dengan tangis yang hampir menghilang, "ibu... ibu... tol..ong.. kak.. RS 45", leonard terpaku dengan tubuh mungil di pangkuannya, raisa menutup matanya, dan sontak membuat leonard kalang kabut.
Leonard celingukan mencari orang untuk membantu, namun suasana sunyi hanya jangkrik yang bersuara, leonard dengan enteng mengangkat tubuh gais kecil itu membawanya ke mobi yang semula dia parkirkan.
Leonard amat kesusahan saat tangannya akan menggapai gagang pintu mobil tersebut, namun akhirnya berhasil, leonard membaringkan raisa di jok mobil penumpang, memasangkan sabuk pengaman dan menyetel posisi duduk raisa, leonard menutup pintu dan berlari ke kursi kemudi, kini rasa khawatir di hatinya meluap luap hingga mampu melupakan rasa sakit yang semula serasa memenuhi kehidupan ketiganya itu.
Leonard melajukan mobil tersebut ke tempat semula raisa menyebutnya, leonard tahu betul seluk beluk dan lokasi tempat tempat penting di kota itu termasuk rumah sakit yang raisa katakan, dia mengendarai mobil sport itu kesetanan menembus jalanan kota yang penuh keramaian.
Leonard sampai di UGD, dia berteriak teriak meminta tolong layaknya orang kesurupan, "perawat tolong.. Woi.. Tolong", hingga beberapa perawat mendekat dan dengan cepat leonard membuka kursi penumpang, beberapa perawat yang mengenali raisa terpaku, mereka tahu betul penyakit yang di derita raisa begitu pula alasan raisa pingsan saat ini.
Para perawat itu langsung memindahkan raisa ke atas matras tanpa berkata apa apa mereka membawa raisa ke ruangan UGD khusus penyakit jantung.
Leonard hanya terdiam melihat pelang di atas pintu, "poli jantung?", bisik leo.
Pertanyaan itu muncul di benaknya, dia memang tidak begitu mengenal raisa karena dulu dia kelas 6 dan raisa baru kelas 1 SD, mungkin bila bukan karena sifat raisa yang kalem dan sering di jahili warga sebangsanya dia juga tidak akan mengenali raisa saat sekolah dulu meski dia sudah terpincut dengan cinta monyet pada wanita berhijab besar yang sering membuatnya salah tingkah itu.
"Anda teman pasien?", tanya seorang perawat menepuk pundak leonard.
Leonard terperanjat akibat lamunannya yang tiba tiba terhenti, "iiiya..iya saya temannya", ucap leonard membenarkan.
"Begini , raisa tidak memiliki bpjs dan juga keluarga, saya hanya ingin tahu bagaimana proses administrasi dan pembayarannya?", tanya perawat itu agak ragu.
Leonard tersenyum simpul, "untuk pembayaran dan administrasi tidak masalah biar saya tanggung semua", ucap leonard penuh keyakinan.
Perawat itu memang cukup mengenali leonard yang merupakan seorang youtuber dan selebgram terkemuka, dan perawat itu juga cukup mengenali raisa dengan kondisinya.
"Ada satu hal lagi, bagaimana dengan jasad almarhumah ibunda raisa?", tanya perawat itu meminta pendapat leonard.
"Jasad?", leonard bertanya meminta penjelasan lebih terperinci.
"Ya, raisa pingsan karena mengalami syok berat, dia memiliki riwayat jantung lemah sehingga saat emosinya naik dia akan mengalami hal semacam ini, dia mengalami syok karena mendapati kabar meninggalnya sang ibu", ucap perawat itu menerangkan.
Leonard terbelalak, dia memegang dadanya yang terasa sesak tidak ada kata yang terucap dari bibirnya yang terasa kelu.
"Menurut anda sebaiknya jenazah almarhumah di semayamkan malam ini atau menunggu raisa siuman?", tanya lagi perawat itu, namun leonard malah terduduk lesu di kursi tunggu pasien, dia kembali menatap pintu di hadapannya.
"Bisa pinjamkan saya alat komunikasi?", ucap leo seraya mengangkat wajahnya yang serasa berat.
Perawat itu berjalan pergi mengambil benda pipih yang berada di tasnya, dan kembali memberikan benda pipih itu pada leonard.
Leonard menekan beberapa angka hingga sebuah sambungan telpon terhubung.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Mom La - La
di tunggu feed backnya kk
2023-01-18
0