Satu bulan sudah berlalu. Persiapan pernikahan Matahari dan Bintang sudah siap. Tak ada lagi yang tertinggal meski itu hanya seujung kuku. Esok hari adalah hari yang ditunggu-tunggu kedua keluarga besar itu. Tapi tidak bagi Matahari, karena ia masih belum puas dengan masa remajanya. Meski demikian ia tetap harus ikhlas menerima setiap takdir yang diberikan Allah untuknya.
Pagi ini Matahari sudah dihias oleh MUA pilihan ibunda tercinta. Mempermak wajah Matahari sedemikian rupa. Jangan tanyakan betapa cantiknya Matahari saat ini. Bahkan hampir mirip dengan Barbie hidup. Dengan pipi chubby serta mata yang agak besar.
Sedangkan diluar Aula yang udah dipesan keluarga, suasana di sana tampak sangat tegang. Apalagi itu dirasakan oleh Bintang. Rasa grogi sangat kentara ia rasakan. Sebab ia takut jika nanti salah menyebut nama.
Matahari menuruni tangga digandeng Ibu mertua serta Naura di samping kiri dan kanannya. Seluruh hadirin yang ada di sana tampak menatap takjub melihat betapa cantiknya Matahari.
"Wauuu beruntung sekali yang menjadi suami gadis itu,"
Cantik sekali pengantinnya, mirip barbie,"
"Pengen punya menantu kayak pengantinnya,"
Dan masih banyak lagi yang mengagumi kecantikan Matahari. Bintang yang melihat seorang wanita cantik yang menuruni tangga tak melepaskan pandangannya meski hanya sedikit. Rasanya ia tak menyangka jika wanita itu terlihat lebih cantik dari biasanya. Bahkan sangat-sangat cantik. Bahkan Bintang tak menyadari jika sekarang Matahari sudah duduk di sampingnya.
"Bagaimana Nak Bintang, kita mulai sekarang?" tanya Pak Penghulu pada Bintang.
Bintang tak menggubris ucapan Pak Penghulu lantaran ia tengah asik memandangi wajah cantik Matahari.
"Bagaimana Nak Bintang?" ulang Pak Penghulu.
Tetap saja Bintang diam, hingga lengannya dipegang sang ibunda. Barulah kesadaran Bintang kembali muncul.
"Kita lanjut sekarang ya, Nak Bintang?"
"Baik Pak," jawab Bintang pada Pak Penghulu. Sebenarnya ia sekarang tengah malu karena kecerobohannya sendiri.
"Saya nikahkan anak kandung saya Sinar Matahari dengan Bintang Bersinar dengan seperangkat alat sholat serta emas seberat 100 gram dibayar tunai!" ucap Panji menjabat tangan Bintang.
"Saya Terima nikahnya Sinar Matahari dengan maskawin tersebut dibayar tunai!!" Bintang menjawab dengan sekali tarikan nafas panjang.
"Gimana para saksi? Sah?" tanya Pak Penghulu.
"SAH"
"SAH"
jawab seluruh saksi dengan suara nyaring. Kata syukur terucap dari mulut keluarga tersebut. Matahari meneteskan air matanya, bukan air mata bahagia melainkan air mata sedih. Sedih ia tak lagi bisa berpergian sendirian, sedih karena ia tak lagi seorang gadis single, sedih karena ia sudah memiliki tanggung jawab untuk suaminya dan masih banyak lagi.
Kini Bintang tengah memasangkan cicin ke jari manis Matahari, lalu mencium kecing Matahari sedikit lama. Selanjutnya Matahari memasangkan cicin ke jari manis Bintang dan mencium tangan Bintang.
Sekaramg saatnya kedua mempelai untuk meminta do'a kepada kedua orang tua mereka masing-masing. Lalu pada keluarga atau teman mereka jika ada yang datang.
"Selamat Sayang, akhirnya kamu sudah jadi seorang istri. Jangan pernah abaikan suami kamu Nak, layani dia sebagaimana yang sudah diterapkan dalam agama kita. Patuhi dia dan jangan pernah melawan pada suami. Karena melawan pada suami merupakan dosa besar, " Naura memberi nasehat pada putri yang ia besarkan dengan telapak tangannya itu. Sedih, jelas ia sangat sedih karena mungkin beberapa waktu lagi anaknya itu sudah dibawa pergi oleh suaminya.
"Terimakasih Bunda, karena Bunda sudah dengan susah payah membesarkan ata, maaf ata belum bisa membuat Bunda bahagia hingga detik ini," Matahari memeluk erat sang bunda dengan air mata mengalir dipelupuk matanya.
"Tidak Sayang, bunda bahagia akhirnya putri bunda menikah dengan orang yang tepat. Jangan pernah ngomong seperti itu Nak. Bunda ikhlas membesarkan kamu tanpa meminta balasan apapun Sayang, harapan Bunda kamu selalu sehat dan bahagia menjalani rumah tangga kamu nantinya, Sayang," Naura menangis mendengar jawaban putri tunggalnya itu.
"Terimakasih, Bunda," Matahari mencium ke-dua pipi sang bunda lalu terakhir mencium kening Naura dengan sayang.
Matahari sekarang berpindah pada Ayahnya. Memeluk Panji dengan erat. Laki-laki yang menjadi cinta pertamanya. Laki-laki yang memberikan kasih sayang yang tulus padanya dan laki-laki yang tak akan pernah ia temui pada siapapun.
"Terimakasih Ayah, terimakasih untuk semuanya," Matahari sesegukan berbicara dalam pelukan Ayahnya.
"Tidak Nak, ayah yang berterimakasih pada kamu Sayang, karena selama ini kamu sudah membuat hari-hari ayah penuh dengan kebahagiaan. Ayah hanya minta sama Ata patuhi suami Ata jangan pernah sekali-kali melawan padanya ya? Ayah yakin Ata pasti akan bahagia bersama dengannya, percayalah Sayang," Panji mengusap kepala putrinya dengan sayang. Bahkan setitik air matapun jatuh di sudut matanya. Yakinlah bahwa hatinya sekarang sangat sedih, putri kesayangannya sudah bukan lagi miliknya sepenuhnya, tapi sudah menjadi seorang istri.
"Iya Ayah, aamiin,"
Selanjutnya Matahari berpindah pada Abang yang sangat-sangat ia sayangi. Seorang Abang yang selalau memberikan apapun yang ia mau, memanjakannya setiap hari tanpa jeda. "Abang," Matahari berhamburan memeluk Langit dengan erat.
"Adek kenapa nangis, hmmm?" Langit menghapus air mata Matahari setelah gadis kecilnya, bukan gadis kecil lagi tapi sudah menjadi seorang istri melepas pelukannya pada dirinya. "Jangan nangis ini kan hari bahagia Adek, masa pengantin wanita malah kayak gembel di hari pernikahannya kan malu diliat orang Dek, hahaha," Langit tertawa menatap adiknya.
"Issss Abang jahat!! Bukannya menghibur ini malah bikin atau kesal!" Matahari merajuk dan menatap ke arah lain.
Langit memutar kepala adiknya agar berhadapan dengannya. "Hehehhe abang cuma becanda Dek, agar adek bisa tersenyum. Bukan menangis mulu," Langit berusaha menghapus air mata adiknya yang kembali meleleh. Meski Langit terlihat tenang berbicara pada Matahari, tapi jauh di lubuk hatinya yang terdalam ia sangat sedih. Adik kecilnya sekarang sudah menjadi seorang istri. Bahkan mungkin beberapa hari lagi ia tak akan mendengar celotehan adiknya saat mereka makan malam bersama. Karena Matahari pasti akan ikut kemanapun suaminya akan pergi.
"Makasi Abang, iya ata akan senyum," balasnya dengan memperlihatkan gigi rapinya pada Langit yang dibalas senyuman pula dari Langit.
Matahari beranjak dari hadapan Abangnya, lanjut kepada keluarganya yang lain, mulai dari Om, Tante serta sepupu-sepupunya. Banyak do'a terbaik yang diberikan keluarganya pada Matahari yang dibalas dengan senyuman oleh Matahari serta ucapan terimakasih.
Setelah acara akat, kini Matahari sudah berada di dalam pengantin yang sudah dipesan kedua belah pihak keluarga. Kamar yang dipenuhi dengan kelopak bunga mawar. Berbentuk love ditengah-tengah kasur tersebut. Yang membuat kesan romantis.
Matahari menganti baju dengan baju biasa sebelum nanti ia akan menganti dengan baju untuk resepsi pernikahannya bersama Bintang. Jangan tanyakan di mana Bintang saat ini, dia pasti berada di dalam kamar yang sama dengan Matahari, hanya saja berjarak lumayan jauh dari Matahari.
Nampak raut grogi dari Matahari lantaran sekarang ia bersama dengan orang asing yang lebih tepatnya lagi sudah menjadi suaminya saat ini.
"Dek ayo duduk di samping abang," Bintang menepuk tempat di sebelahnya. Meski ia tau saat ini Matahari grogi karena terlibat jelas dari gestur tubuhnya.
Dengan berat hati Matahari melangkah menuju tempat yang ditepuk Bintang.
"Abang tau Adek pasti belum sepenuhnya menerima pernikahan ini, tapi percayalah abang pasti akan memberikan yang terbaik buat Adek," Bintang menatap manik mata Matahari yang terus melihat ke depan. "Adek bisa menganggap abang sebagai abang, Adek atau sebagai teman, atau apapun yang Adek mau," Matahari menatap ke arah Bintang saat ia berbicara seperti itu.
"Maaf jika ata masih merasa berat dengan pernikahan ini. Tapi ata akan berusaha menerima setiap takdir yang diberikan Allah kepada ata,"
"Iya nggak apa-apa, abang ngerti dengan apa yang Matahari rasakan sekarang. Abang maklumi apapun itu dan abang yakin suatu saat pasti Matahari akan menerima pernikahan ini bahkan menerima abang sebagai suami, Adek," Bintang mengusap kepala Matahari dengan lembut.
"Maaf ya Bang," jawab Matahari merasa tak enak hati pada suaminya itu.
"Iya tidak apa-apa, boleh abang ...,?
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments