MISTERI HARTA WARISAN

MISTERI HARTA WARISAN

Disekap

“Tolong………..”

“Tolong………..”

Dua kali teriakan minta tolong menyita pendengaran cowok yang kira-kira berusia 19 tahun yang menaiki motor bututnya, suara motor butut memang agak bising di telinga. Mematikan suara mesin motor memang sangat efektif untuk mendengar teriakan seseorang yang cukup jauh di telinga.

“Tolong…………”

Suara teriakan minta tolong sekali lagi terdengar di telinganya.

‘Benar itu suara wanita, sepertinya dari balik bangunan sekolah ini’ gumam pria muda tersebut. ‘sebentar lagi maghrib gimana nih? Nyelametin nyawa manusia juga penting’ batinnya lagi.

Drap..drap..drap..

Drap..drap..drap..

Drap…drap…drap…

Pria muda sudah berada di belakang gadis dan dua penyekapnya, pria muda itu belum mengetahui siapa gadis yang akan ditolongnya.

Bugh..bugh..

Dugh…dugh…

Bugh…bugh…

Pria muda itu menendang penyekap dari arah depan, dua tendangan yang pantas dilayangkan pada lelaki jahat tersebut.

“Argh……..” erangnya menahan sakit pada pundak dan dadanya.

“Kakak…..” gadis itu menghampiri kakaknya yang sudah memasang kuda-kuda lagi. Dipeluknya erat kakaknya agar tidak semakin meluapkan amarahnya. “Kakak jangan..” pinta gadis itu.

“Dhiva kamu nggak papa dek?” si kakak menyentuh tubuh adiknya yang bernama Dhiva dari atas sampai bawah.

“Nggak kak, Dhiva utuh kak” Dhiva menarik tangan si kakak menghampiri cowok yang sudah dua kali ditendang kakaknya.

Si kakak Nampak masih acuh dengan cowok yang udah ditendangnya tadi. Dengan tangan yang masih terkepal seolah akan meninju cowok brengsek dihadapannya, Dhiva yang tahu hal itu akan berpengaruh buruk dengan amarah si kakak yang terus melonjak-lonjak jika tidak dikendalikan, ditariknya genggaman tangan si kakak.

“Sekali lagi aku lihat kamu nyentuh adek ku! Nyawa kamu taruhannya!” hardik si kakak yang membuat ngeri para musuhnya.

Dari belakang muncul segerombolan pemuda yang seusia si kakak menghampirinya. Prok..prok..prok…

Prok…prok…prok…

Tepuk tangan riuh terdengar mendekat ke arah mereka, seketika mata si kakak terbelalak melihat sekelilingnya, ternyata semua sahabatnya yang sudah berdiri mengelilinya.

“Hebat! Ternyata kekuatanmu sudah meningkat!” ujar Andra sobat si kakak sembari nepuk-nepuk pundak kakak.

“Apa maksud semua ini………?” si kakak nampak kebingungan, belum usai bicara udah disela sama sobat satunya.

“Yes brother! Sans bro, kita disini mau uji kesaktian kamu. Ternyata nggak sia-sia selama ini kita berlatih bela diri dan juga nglatih anak-anak” Asad memberikan dua jempolnya, dia meringis karena satu tinju dari si kakak mengenai lengannya.

“Jadi, jadi ini cuma acting kalian doang?” si kakak nempak bengong.

“Tenang Daf, kita disini akan ngasih tau kamu kalo dua minggu lagi ada kejurkab pencak silat, kita satu tim mau ngikut semua. Gimana?” Bilal memohon penuh harap-harap cemas.

Daffa hanya termangu di tempatnya, mungkin akan mempertimbangkan usulan para sahabatnya.

Dhiva menghampiri kakaknya, “Kak Daffa, sana gih minta maaf sama Emir, kakak udah nendang dia dua kali lo kak, kasian kan anak orang” Dhiva menunjukkan letak Emir yang masih terduduk di lantai menahan sakit di bahunya, sungguh tendangan madunn masih jauh sekali.

Daffa melangkah mendekati Emir, diraihnya tubuh Emir dalam pelukannya, “Maafin aku ya. Tadi spontan aja aku nyerang kamu” Daffa mengurai pelukannya. “Aku salut sama kamu, kamu bagus banget berperan menjadi penyekap” pernyataan atau ejekan ya?

“Permintaan maaf kakak diterima”

“Bagus anak muda. Memang seharusnya begitu, calon adik ipar yang baik.” Bisiknya menggoda Emir.

“Benarkah kak? Boleh nikah muda dong sama Dhiva?” Tanya Emir pelan, takut di dengar yang lain. Sungguh pembicaraan rahasia antar lelaki muda kalo begini.

“Hust! Inget banyak yang naksir Dhiva lo. Kalo kamu nggak sayang sama Dhiva, no! Nggak boleh deketin adek ku!”

“Siap komandan!” gaya Emir seperti tentara yang hormat pada komandan.

Semua anggota genk Daffa mulai bermusyawarah sebentar membahas latihan untuk persiapan kejurkab. Setelah usai mereka pun membubarkan diri pulang ke rumah masing-masing guna beribadah sholat maghrib.

@@@

Bu Marni sedang mempersiapkan dagangannya petang ini, sebuah gerobak yang menjadi tumpuan hidupnya untuk membiayai dua anaknya, yang tak lain Daffa dan Dhiva. Daffa sangat ganteng untuk ukuran anak Bu Marni, mungkin bagi warga sekitar nggak pantes seorang Bu Marni punya putra dan putri yang ganteng dan cantik bak artis Korea, wajah Daffa yang oriental seperti aktor Korea sangatlah menarik perhatian pembeli terutama wanita-wanita.

Pembeli yang beragam bukan hanya gadis, emak-emak pun kelakuannya aneh-aneh, minta selfi bahkan ada yang minta cium pipi juga, tentu saja membuat Daffa jadi risih. Yang tak kalah menarik, ada ibu hamil yang minta dielus perutnya oleh Daffa agar punya anak seganteng Daffa.

Mempunyai adik yang sangat cantik pun kadang membuat Daffa ketar-ketir jikalau ada bajingan yang akan menyantap adiknya hidup-hidup. Bayangkan saja, punya adik yang cantik seperti aktris Korea, siapapun pasti akan khawatir.

“Bu” panggil Daffa pada ibunya.

“Ada apa le?”

“Maafin Daffa yang nggak bisa bantuin ibu jualan malam ini” Daffa ikut menata dagangan Bu Marni di gerobak.

“Yo ndak pa-pa to le. Ibu maklum, mungkin kamu ada keperluan yang sangat penting” Daffa mencium pipi bu Marni, bahkan bu Marni sudah sangat hafal dengan maksud putra kesayagannya.

“Makasih banyak ya bu, Daffa sangaaaat sayang sama ibu. Ibu Daffa emang nggak ada duanya.” Daffa merangkul ibunya dari belakang.

Deg

Perkataan Daffa sungguh menusuk hati Bu Marni, Bu Marni yang sangat bahagia hidup dengan Daffa dan Dhiva, kedua anak yang penurut, pintar dan sayang orang tua.

‘Maafin ibu nak, ibu belum bisa berkata sejujurnya pada kalian’ katanya di dalam hati.

Dhiva yang sudah selesai makan pun ikut gabung dengan ibu dan kakaknya. Mereka hanya tinggal di rumah yang kecil, walaupun hanya berlantai ubin kuno, tapi mereka sangat menjaga kebersihan.

“Dhiva juga sangaaat sayang sama ibu” Dhiva yang baru gabung pun ikut memeluk erat ibunya.

“Kapan Dhiva pengumuman lulus SMA?” Bu Marni mengelus surai panjang putrinya, walaupun tak pernah ke salon rambut Dhiva sangatlah bagus, pas sekali jika diikutkan iklan shampoo.

“ Setelah kakak ikut kejurkab bu”

Gantian Bu Marni menatap putranya yang masih nemplok sama ibunya meski tubuhnya sudah lebih besar dari ibumya.

“Loh anak ibu yang ganteng ini mau tanding ya?”

“Iya bu. Doain Daffa ya bu biar menang”

“Tentu anak ibu, pasti ibu akan mendoakan yang terbaik buat kalian” dikecupnya kening anak-anaknya satu-satu.

Mereka sangat berarti bagi Bu Marni, tapi disaat yang tepat merekapun harus dilepas untuk menemukan jati dirinya, walau dengan berat hati, tapi demi kebaikan Daffa dan Dhiva.

“Daffa sayank, maafin ibu ya belum bisa membiayai kamu kuliah” Bu Marni menatap teduh putranya.

“Nggak pa-pa bu, Daffa begini aja udah bangga, ibu yang seorang janda mampu membiayai kami berdua hingga SMA, pasti sangat sulit ya bagi ibu?” pertanyaan itu sangat menyentuh hati bu Marni, hingga bulir air mata lolos begitu saja dipipinya.

Daffa yang mendengar suara bu Marni yang sedikit serak sudah bisa menduga, bahwa ibunya pasti menangis. Seorang ibu yang sudah merawat dan membesarkan Daffa dari umur satu tahun hinggga sekarang, yang tanpa Daffa ketahui.

Diusapnya perlahan air mata bu Marni. “Maafin omongan Daffa ya bu”

“Kamu nggak salah nak, ibu hanya terharu” Bu Marni memaksakan senyuman di bibirnya, dia tidak mau anaknya ikut bersedih jika mengetahui hal di masa lalu.

“Dek, kamu bantuin ibu jualan ya, kakak akan latihan dulu, nanti selesai latihan kakak pasti nyusu adek sama ibu”

“Siip kak” ujar Dhiva dengan menunjukkan jari berlambang okey.

Bu Marni dan berangkat mangkal di tempat biasa, sedangkan Daffa dengan motor bututnya juga berangkat untuk llatihan persiapan kejurkab.

@@@

“Tendang!”

“Lumpuhkan lawan!” sahut yang lain.

“Bagus. Latihan selesai!” seru ketua pencak silat yang mengkomando latihan persiapan lomba ini.

Pak Rudi, seorang guru olahraga SD yang menjabat sebagai Pembina pencak silat dengan suka rela mengajari anak-anak di desanya untuk belajar bela diri. Apalagi ini untuk pertandingan, semangat beliau pun pantang menyerah demi anak didiknya, beliau sanggup melatih beberapa malam tanpa jeda.

“Bagus sudah ada kemajuan. Pertandingan tinggal satu minggu lagi, persiapkan kesehatan kalian, apapun yang akan kalian raih nanti itu yang terbaik buat kalian!” Pak Rudi mengamati wajah anak didiknya satu persatu.

“Ingat! Jika ada diantara kalian ada yang kalah, jangan saling menyalahkan! Kita harus menjaga kekompakan, ingat itu!"

“Siap komandan!” seru mereka semua dengan kompak.

"Baik, latihan selesai bisa dilanjut besok. Silakan kembali ke rumah masing-masing" kata Pak Rudi.

Setelah bersalaman, mereka pulang ke rumah masing-masing, dan berjanji esok hari lagi untuk latihan lebih ketat lagi.

@@@

"Ternyata wajah kamu sangat cantik, kamu menggugah hasrat kelelakian ku!"

"Jangan tuan muda, aku mohon"

"Ha... ha... ha... Percuma kamu teriak-teriak! Kamar ini dilapisi peredam suara, kesini kamu ******!" suara tuan muda yang lantang membuat gadis kecil itu sangat ketakutan.

Gadis kecil itu memundurkan kakinya beberapa langkah ke belakang tapi percuma pintu itu telah terkunci bahkan kuncinya entah disembunyikan kemana.

Tuan muda semakin mendekat ke arah gadis kecil, tangan kanannya menarik kerah baju gadis kecil hingga membuat kancing baju bagian atas lepas, disusul kancing yang bawahnya.

Gadis kecil menangis tersedu, hancur sudah masa depannya setelah ini apabila dirinya dirusak oleh tuan muda nya, alias anak majikan nya.

"Jangan tuan, aku mohon jangan... " si gadis kecil menutupi dadanya, karena ada yang mengintip dibalik bajunya.

"Wow kamu semakin menggiurkan, sini kamu kucing manis ku" tuan muda yang tidak bisa membendung hawa nafsu nya merespon hormon lainnya sehingga air liur nya ikut menetes jatuh mengenai bajunya.

Pemandangan yang sangat menjijikkan bagi gadis kecil itu, ingin rasanya muntah melihat pemandangan yang membuat perutnya seperti diaduk-aduk.

"Sini kucing manis, layani abang... " suara berat menahan nafsu terbesarnya sungguh sangat membuat gadis kecil ingin sembunyi dari hadapan iblish menakutkan berkedok manusia itu.

"Jangan tuan. Jangan........... Tolong... tolong..... " gadis kecil berteriak sekencang-kencangnya.

Teriakan gadis itu seolah tak berarti apa-apa lagi, tubuh tuan muda sudah mengungkungnya dan menyeringai tajam, sungguh menakutkan sekali.

"Toloooooong............. " teriakan terakhir gadis kecil karena tenaganya sudah hampir habis karena melawan tubuh tuan muda nya yang amat kekar dan kuat.

Pipi gadis kecil itu ditepuk-tepuk beberapa kali, dicoba beberapa kali lagi tepukan agar cepat bangun dari mimpi buruk nya.

"Dhiva bangun nak" sang ibu mengangkat kepala Dhiva, berharap kali ini usahanya berhasil.

"Ibu.... Dhiva takut. hikss... hikss... hikss... " Dhiva menangis sesenggukan dibahu ibunya, mimpi yang sangat menakutkan sangat menguras tenaga.

"Tenang nak, jangan takut, tidak ada orang lain disini selain kita" dipeluk nya erat putri bungsu nya.

"Ibu, kenapa mimpi itu selalu datang akhir-akhir ini bu? Dhiva takut bu, rumah besar itu sangat asing buat Dhiva bu, Dhiva juga takut dengan orang-orang yang tinggal di rumah itu bu"

"Tenangkan hati mu sayang, itu hanya bunga tidur. Semoga Allah selalu melindungi mu nak"

Kata-kata ibunya bagai embun penyejuk dipagi hari disaat hati resah gelisah, rasa syukur mempunyai ibu yang sangat sayang melebihi harta apapun yang dipunya.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!