Galuh Nanda sedang melakukan latihan pernapasan, saat ini ia harus tetap tenang. Berulang kali menarik napas lalu mengembuskannya perlahan. Setelah kepergian Reza cs yang batal berbelanja di konternya, Galuh langsung membereskan kembali barang-barang dan mengembalikannya ke gudang.
Malam ini mall tempatnya bekerja luar biasa ramai, pengunjung yang datang memadati hampir setiap konter yang ada. Banyak pula yang datang dan berbelanja sepatu di konternya, dan kesibukan itu sedikit banyak bisa mengobati kekesalan hatinya.
Hingga tak terasa waktu berjalan begitu cepat, dan jam kerjanya pun sudah berakhir beberapa menit yang lalu. Sebagian konter pakaian malah ada yang sudah mematikan lampunya. Luna dan Meldy menunggu di depan sambil menonton drakor terbaru Lee Jong Suk yang sedang tayang saat itu.
“Kalian jadi nginap di rumah malam ini?” tanya Galuh sembari mengunci pintu konternya.
“Jadi dong,” jawab Luna dan Meldy bareng. “Minggu depan baru giliran kalian yang menginap di rumahku,” imbuh Luna kemudian.
Galuh menaruh kunci di tempat biasanya, mematikan semua lampu dan hanya menyisakan satu lampu saja yang menyala di bagian depan.
“Singgah bentar beli makanan dulu, ya. Di rumah gak sempat masak, ada juga cuman nasi putih doang.” Galuh mengeluarkan dompet dari dalam tasnya, namun dicegah oleh Luna.
“Beres, Luh. Kalau soal yang satu itu serahkan sama Meldy,” sahut Luna memberi kode pada Meldy yang langsung diangguki si empunya nama.
“Biar Aku saja yang belanja buat makan kita malam ini,” ucap Meldy, “Sstt, Aku tidak menerima kata penolakan!” imbuhnya lagi ketika melihat Galuh hendak bersuara menolak usulnya seperti biasanya.
“Tapi kalian tamuku malam ini, jadi sudah sewajarnya Aku yang menjamu kalian.” Galuh tidak enak. Bukan kali ini saja, bahkan hampir di setiap tiba giliran menginap di rumah salah satu dari mereka, Meldy yang selalu membeli makanan untuk mereka semua.
“Tenang, Luh. Aku gak keberatan, kok.” Meldy merangkul bahu Galuh. “Gini aja, gimana kalau besok pagi giliran Kamu yang buatin kita sarapan. Terserah menunya apa, yang penting bangun pagi kita berdua tinggal makan aja.”
“Ehm, baiklah. Besok pagi Aku buatkan kalian berdua sarapan yang spesial!” Galuh mengalah, dan setuju dengan usul Meldy.
“Deal!” sahut Luna lantang, yang langsung disambut tawa keduanya.
“Kenceng banget jawabnya!”
Luna meringis mendengarnya, ketiganya lalu berjalan beriringan keluar gedung dan duduk sejenak di bangku taman sembari menunggu Meldy menyeberang jalan membeli makanan yang banyak terdapat di warung tenda yang ada di seberang Mall tempat mereka bekerja.
Tidak lama kemudian Meldy kembali dengan dua kantong plastik besar di tangannya.
“Yuk kita kemon!” ujar Meldy, mengajak dua sahabatnya itu untuk segera pulang, bertepatan dengan angkot yang kebetulan melintas dan langsung berhenti tidak jauh dari tempatnya berdiri saat itu.
“Jalan Siaga sampai depan rumah ya, Pir.” Galuh menyebutkan alamat rumahnya.
“Beres Neng, hayuk naik!” sahut si sopir, dan sejurus kemudian sudah kembali melajukan mobilnya membelah jalan raya yang mulai lengang karena hari sudah semakin malam.
“Kamu belanja apa, Mel?” tanya Luna memeriksa kantong plastik di tangan Meldy, ketika sudah berada di dalam angkot yang akan membawa mereka ke rumah baru Galuh.
“Bakso kesukaan Galuh sama sate mang Mamat kesukaan Kamu. Ada camilan juga buat teman begadang kita nanti malam,” sahut Meldy, lalu menyerahkan bungkusan di tangannya pada Luna.
“Wah, senangnya punya sohib pengertian banget. Tau aja kesukaan temannya,” balas Luna tersenyum lebar. “Jadi juga kita begadang malam ini.”
“Aku gak ikutan, ya. Kalian berdua aja, deh. Asli hari ini Aku capek banget.” Galuh mengangkat kedua tangannya lebar dan tanpa malu membiarkan kuap lolos dari mulutnya. Matanya terasa berat dan mulai berair, dan kantuk tiba-tiba saja datang menyerangnya.
“Ish, gak asyik tuan rumah malam ini tepar duluan!”
“Gimana gak capek, dari sore sampai malam harus bolak-balik ambil barang di gudang. Untung aja dekat, tapi tetap aja bikin lelah. Apalagi tadi ada trio cowok rese datang tapi batal belanja,” cerita Galuh sembari membuka kaca jendela, membiarkan angin masuk menerpa wajahnya.
Ia memosisikan tubuhnya agar terasa nyaman dengan kaki lurus ke depan, menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi di belakangnya, melipat kedua tangan di dada, dan mulai memejamkan matanya.
“Pasti Reza sama teman-temannya,” sahut Meldy sambil tertawa.
“Ho oh, siapa lagi kalau bukan mereka. Heran aja, sekarang sering banget itu cowok muncul di depan mata!” sahut Galuh terdengar seperti bergumam.
“Hei, Non! Lah, dia tidur.”
“Merem bentar doang,” sahut Galuh membuka matanya sedikit, “Kalau sudah masuk jalan Siaga bangunin ya.”
“Dih!”
“Dah lah, lanjut nonton si Big mouse lagi aja. Penasaran, siapa yang bakal nolong dia keluar dari rumah sakit jiwa.” Meldy membuka layar ponselnya, melanjutkan nobar dengan Luna menonton drakor Big Mouth yang tadi sempat tertunda.
Lima belas menit kemudian mereka sampai di depan rumah Galuh, tidak jauh dari sana tampak Rivan dan seorang rekannya tengah duduk bersama di teras rumahnya sambil bermain gitar dan menikmati makanan ringan di atas meja.
“Van, gak bilang kalau ada cewek cakep nyewa di rumah Lo?” tanya Andy yang langsung berdiri dari kursinya dan berjalan keluar ketika melihat Galuh dan kedua rekannya turun dari angkot.
Rivan masih tetap memainkan gitarnya sambil memandang langit malam, tak peduli dengan pertanyaan Andy barusan. Pikirannya masih dipenuhi bayangan wajah kekasihnya yang tengah merajuk karena tak siap dengan hubungan jarak jauh yang akan mereka jalani nanti.
Dua tahun kontrak kerja yang harus dijalani Rivan, berada di negeri orang jauh dari keluarga juga orang tersayang demi merajut masa depan impian.
“Kita masih bisa komunikasi lewat vc, yank. Aku kerja jauh juga buat masa depan kita, Aku mau kita punya tabungan sendiri. Menikah atas biaya sendiri tanpa bantuan orang tuamu. Aku laki-laki, dan Aku mampu melakukannya asal Kamu bersedia dan mau menungguku kembali.”
“Yank, kenapa gak kerja di negeri sendiri sih. Kamu kan tau Aku gak bisa lama-lama jauh dari Kamu. Gimana kalau Kamu nanti kecantol sama cewek-cewek bule di sana?”
Jreng!
Aoww! Tali senar gitarnya tiba-tiba putus, Rivan meringis sembari mengibaskan tangannya. Matanya menangkap bayangan Aldy yang berjalan keluar hendak menuju rumah kontrakan Galuh.
Rivan menaruh gitarnya dan secepat kilat berlari menghadang langkah Andy, membuat sahabatnya itu mengerutkan keningnya.
“Lo mau ke mana, balik sono!” perintah Rivan seraya berkacak pinggang di depan Aldy.
Andy meringis, “Penasaran Gue, pengen kenal sama penghuni baru rumah kontrakan Lo.”
“Lo gak liat jam berapa sekarang? Pulang sono, Gue juga mau istirahat!” Rivan mendorong bahu sahabatnya.
“Van, Lo liat yang baju ijo. Yaelah, imut banget.” Rivan menoleh, mengikuti arah pandang mata Andy.
“Maksud Lo?” Rivan tersenyum lebar lalu tawanya meledak seketika, gadis yang dimaksud Andy adalah Galuh yang memakai sweater hijau panjang mencapai paha.
Pemandangan imut bagaimana yang dimaksud Andy, yang jelas saat Rivan balik badan ia melihat Galuh tengah menguap lebar dan tepat menghadap ke arahnya.
Gadis itu tampak terkejut dan salah tingkah melihat kehadirannya di sana. Rivan yakin Galuh mendengar tawanya barusan.
Ups! Rivan berbalik, menyadari sesuatu. Sayang Galuh sudah berjalan masuk ke dalam rumahnya dengan langkah lebar seraya menutup wajah dengan kedua tangannya. Gadis itu pasti malu padanya.
“Ndy, Gue masuk dulu. Sepet mata Gue, ngantuk!” Rivan melangkah ke dalam rumahnya meninggalkan Andy yang bergegas menghabiskan kopinya sebelum pamit pulang meninggalkan rumahnya.
▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Moba Analog
😁😁😁😁
2022-11-16
1
Maya
🙈🙈🙈
2022-11-16
2
Brav Movie
😬😬😬
2022-11-16
2