Mereka bertiga udah mati.
“Nama lo… Meldek, kan?”
“B-Benar, Tuan Mu—”
“Mending sekarang, sebelum penjaga-
penjaganya balik lagi!”
“Baik, Tuan Muda—”
“Tapi sebelum kita jalan…”
“Ya, Tuan Muda?”
“Nama gue siapa, tadi?”
“Na-Nama anda adalah Djinnardio Vamulran…”
“Yaudah, mulai sekarang panggil gue Djinn! Gue agak risih disebut ‘Tuan Muda’ kayak gitu!”
“Ba-Baiklah, Tuan Mu—Ah, maksud saya Djinn. Terima kasih sudah menyelamatkan sa—”
“…”
“Tu—Djinn?!”
Nggak usah lo makasih ke gue. Gue nggak ada niatan nolongin lo. Lo gue selamatin karena lo ngingetin gue sama kakak gue doang.
“…”
“Apa yang anda lakukan, Tu—Djinn?”
“Ambil apa yang bisa diambil dari tempat ini sebelum kita pergi dari sini!”
Karena tadi masih ada 2 orang lagi, gue harus cepet-cepet lari dari sini! Tapi gue harus punya persiapan dulu untuk pergi dari sini!
“Hmm… Kayaknya senjata ini harus gue bawa.”
Gue ambil senjatanya si Bronto tadi. Senjatanya pedang gede yang keliatannya masih baru, karena besi pedangnya ngilap banget, bahkan gue bisa ngaca.
Eh? Bisa ngaca?
Gue jadi penasaran sama muka gue.
Tapi kok… feeling gue gak enak, ya…?
“!!!”
“Hah?!"
“*Krang!!! (suara pedang hancur)”
“Tu—Ah, maksud saya, Djinn! Ada apa?! Mengapa anda membanting pedang itu?!”
“…”
Muka gue…
Kok jadi kayak orang yang tadi hidupnya gue tonton?!
Atau mungkin, gue ngeliat kehidupan bocah itu karena gue bakal lanjutin kehidupannya?!
“*Bruk! (suara memukul tanah)”
“Brengsek!!!”
“Tu—Djinn—”
“BECANDA KALI, YA?!”
“Hieeekh!”
Masa gue harus ngelanjutin kehidupan pahit orang ini?!
Hidup gue juga pahit, anjing!
Terus gue ngelanjutin kepahitan hidup gue di badan orang ini?!
“LO HARUS PUNYA SEMANGAT HIDUP SUPAYA BISA PAKE KESEMPATAN KEDUA LO!”
Brengsek! Kenapa gue keinget kata-kata itu?!
Emangnya bakal manis hidup gue, kalo gue lanjutin kehidupan orang ini?!
“Dj-Dji… Djinn…?”
“Ah, maaf. Gue cuma terlalu kaget aja ngeliat sesuatu.”
“…”
“Lo udah siap untuk pergi dari sini?”
“Saya sudah si—Ah iya! Maaf, tunggu sebentar, Tuan Muda.”
Dia keceplosan manggil gue kayak gitu lagi…
“…”
Dia lari ke penjara yang isinya mayat itu untuk ambil sesuatu. Kayaknya sih yang diambil Meldek itu barang yang penting.
“Mari kita pergi dari tempat ini, Tuan Muda!”
“Ya. Ayo!”
““…””
Gue sama Meldek pergi dari ruangan ini.
Waktu kita keluar dari pintu ruangan ini, ada lorong yang panjang banget. Di ujung dari lorong ini, gue bisa ngeliat ada pertigaan.
Waktu kita mentok di pertigaan ini, ada pintu di masing-masing ujung jalan ini.
“Kita belok kanan aja.”
“Baik, Tu—Djinn.”
Waktu kita belok kanan, kita jalan sampe ketemu pintu di ujung jalan ini. Anehnya, gue bisa ngerasain ada banyak orang di balik ruangan ini?
Sebelum masuk, kita berdua coba degner suara di balik pintu ini.
“Aku… lapar…!"
“Tolong lepaskan kami…!”
“Huuu… Ibu… Ayah…”
Suara yang gue denger tadi tuh… suara dari orang-orang yang mau dijual juga?!
“Diam kalian semua! Dasar mahluk hina!”
Suara yang terakhir itu kayaknya suara yang jaga, deh.
“Anda mendengar suara itu, Tuan Muda?”
“Ya. Mereka mau dijual juga, kan?”
“Sepertinya begitu, Tuan Muda. Lantas, apa yang harus kita lakukan?”
Jujur aja, kalo disuruh milih sih, gue lebih milih cepet-cepet lari dari sini daripada nolongin orang-orang ini…
Tapi kok… gue kesel ya?
Mana mungkin sih ada yang sukarela dijual jadi budak kalo mereka aja nangis-nangis kayak gitu?
Itu semua pasti diculik, kan? Atau mungkin dijual sama keluarganya?
Haaah… kayaknya ini pilihan gue deh, kalo disuruh pilih kabur secepetnya atau bebasin mereka.
“Kita lepasin dari penjaranya aja, tapi abis itu bukan tanggung jawab kita lagi.”
“Jadi maksud anda, kita tidak akan membawa mereka untuk keluar dari tempat ini?”
“Ya, kurang lebih kayak gitu. Karena tujuan gue biar mereka jadi pengecoh, jadi kita bisa pergi lebih am—”
“Apakah anda serius berpikiran seperti itu, Tuan Muda?!”
“Hah?”
“Tuan Muda yang saya kenal tidak mungkin melepaskan mereka begitu saja! Pasti Tuan Muda akan menolong mereka secara layak!”
“Liat kondisi, Mel—”
“Walaupun status saya masih sebagai budak anda, setidaknya kehidupan saya menjadi lebih layak! Jika anda masih Tuan Djinnardio yang saya kenal, maka—”
“*Bruk! (suara memukul tembok)”
“Hiiieeekh!”
Eh?! Temboknya retak?!
Padahal tujuan gue cuma gertak doang!
“Gue juga masih punya keterbatasan! Belom tentu juga gue bisa nyelamatin semua orang! Paham?!”
“Ma-Maafkan saya yang telah lancang, Tuan Muda! Saya siap menerima hukuman!”
Hah?! Hukuman apaan maksudnya?!
“Udah, udah! Itu nggak penting! Tambah lagi, panggil gue Djinn!”
“B-Ba-Baik, Djinn!”
“…”
Hmm…
Masuknya gimana, ya?
“Tu-Tuan Mu—”
“Sebentar. Gue masih mikirin cara kita masuk ke dalem.”
“*Gluk… (suara menelan ludah)”
“OK! Sekarang gue tau harus gimana!”
“Tu—Djinn?”
Gue jelasin ke Meldek tentang rencana gue.
“…”
Untung gue bisa ngerasain ada yang mau lewatin pintu ini, jadi gue bisa langsung eksekusi rencana gue.
“*Dung, dung, dung… (suara memukul pintu besi)”
“Hm? Ada yang mainin pintu?”
“*Dung, dung, dung… (suara memukul pintu besi)”
“Woy! Siapa yang mainin pintu?!”
“*Dung, dung, dung… (suara memukul pintu besi)”
“Ah, siapa sih?!”
“*Krieek…(suara membuka pintu besi)”
“Hah?! Lo siapa?! Kok—”
“BHUK! (suara pukulan keras)”
“Hiieekkh!”
Eh?! Kok keras banget sih pukulan gue?!
Untung Meldek berhasil jadi pengecoh. Jadinya gue bisa langsung hajar penjaganya waktu gue sembunyi dibalik pintu.
“Tu—Djinn, saya masih penasaran dengan satu hal.”
“Tahan rasa penasaran lo! Kita udah terlalu makan banyak waktu disini! Mending kita bebasin dulu aja orang-orang yang ada disini!”
“Ah ya! Baik, Djinn!”
Waktu gue masuk ke ruangan ini, ternyata ada banyak banget penjaranya!
Tapi kok… tahanannya aneh-aneh ya?!
Ada yang punya kuping panjang, kayak ibunya Djinnardio tadi. Walaupun rambutnya ada yang pirang, ungu, putih, bahkan biru!
Ada juga yang bentuknya kayak Monster. Mulai dari yang kulit ijo, taring dari bawah ke atas, bahkan ada juga yang badannya gede banget!
Tambah lagi, ada yang kayak campuran Manusia sama binatang. Entah itu Manusia Kucing, Manusia Burung, atau Manusia Ikan!
Satu hal yang pasti sama, mereka pake kalung yang mirip.
“Itu kalung apaan?”
“Mana-Restriction. Mereka tidak akan bisa menggunakan Mana karena kalung itu, Tuan Muda.”
Hah? Apa?
Nggak ngerti gue dia ngomong apaan…
Oh iya. Fokus, Lukman!
“Ada 3 orang penjaga, ya?”
“S-Sepertinya begitu, Tuan Muda.”
“Kalo gitu, gue minta tolong sama lo, Mel.”
“Mi-Minta tolong apa, Tuan Muda?”
“Lo teriakin ke mereka ada penjaga yang mati.”
“Ha-Ha-Haaaahhh?! Lalu—”
“Tenang! Ada gue!”
“Ba-Baik, Tuan Muda!”
Haaah… Dia panggil gue kayak gitu lagi…
Sebelum Meldek teriak-teriak, gue langsung ngumpet untuk siap-siap nyerang penjaga yang mau kesini.
“To-Tolong! Di sini ada korban jiwa!”
“Hah?! Siapa itu?!”
“Sa-Saya menemukan mayat disini!”
““Hm?””
Bagus, tiga orang penjaganya berhasil ngarahin perhatiannya ke Meldek.
“Woy! Lo siapa—”
“BHUK! (suara pukulan keras)”
“Argh…”
“Eh, dari belakan—”
“BHUK! (suara pukulan keras)”
“Urgh…”
“Si-Sial! Kita diserg—”
“BHUK! (suara pukulan keras)”
“Argh…”
Haaah…
Untung penjaganya nggak tau gue nyerang mereka dari belakang, walaupun pukulan gue sekeras itu, sampe kepala mereka hancur.
Sekarang tinggal bebasin tahanannya ini.
“Ah! Ada yang datang!”
“Tolong lepasin saya!”
“Cepat bebasin kami, sebelum pasukan itu semua pada dateng nantinya!”
“Saya harus bantu bapak saya! Tolong bebasin saya!”
Iya, sabar!
“Mel! Ayok bantu gue lepasin mereka!”
“…”
Kok dia bengong ngeliatin ke luar?
“Meldek!”
“Ah! Maafkan saya! Saya akan menyusul anda!”
“Lah, Mel! Lo mau ke…”
“…”
Hm? Kok ada… mata di ujung ruangan ini?
Kok gue ngerasa diliatin, ya?
“*BEEP! BEEP! BEEP! (suara ‘alarm’)”
Hah?! Kok tiba-tiba ada alarm?!
“Peringatan kepada semua personil! Semua calon budak akan dilepaskan! Cepat ke ruangan Penampungan!”
Hah?! Itu suara darimana?!
“…”
Cih! Gue harus cepet-cepet bebasin tahanan-tahanan ini sebelum keluar dari sini!
Tapi Meldek lari ke mana, sih?!
“Terima kasih banyak telah melepaskan kami!”
Gue berhasil bebasin semua “mahluk-mahluk” ini sambil lepas kalung mereka semua.
Selesai gue lepasin mereka, gue bilang ke mereka untuk cari jalan keluar sendiri.
Tapi…
“Ah… nantinya kita harus lawan penjaga-penjaga itu, dong?!”
“Ka-Kalo gitu… saya balik aja ke tahanan…”
…ada banyak dari mereka yang nggak berani keluar sendiri!
Nah loh, gue gak nyangka ada skenario ini!
“Tenang! Sekarang kita lebih banyak daripada penjaga di tempat ini!”
Untung aja ada yang ngeyakinin mereka!
Walaupun bentuk lo kayak Monster, seenggaknya lo berusaha untuk ngeyakinin yang lain.
“Kita harus manfaatin kesempatan ini untuk lari dari sini!”
Tambah orang yang bentuknya kayak… monyet? Yang jelas, dia bukan monyet.
“Saya hapal jalan keluar! Ikutin saya!”
Yang bilang gitu punya kuping panjang. Tapi kok dia beda ya dari ibunya yang punya badan ini? Kulit dia lebih gelap daripada orang kuping panjang lainnya.
““YA!””
Bagus. Kalo pun mereka semua ketemu sama penjaga-penjaga tempat ini, seenggaknya gue sama Meldek bisa keluar nyelip-nyelip dari si—
“Hey, kau! Apa ada yang mau kau lakukan di tempat ini?!”
“Kayaknya… nggak ada sih.”
“Baik! Ayo kita keluar sekarang.”
“Ya.”
Hm…
Mending Meldek pikirin jalan keluarnya sendiri deh.
Gue sendiri udah mulai ngerasa ada yang aneh dari dia semenjak gue bunuh 3 orang jagain di sini.
“…”
Dia bengong terus ngeliat ke arah pintu yang ke kiri.
Mungkin ada yang mau dia ambil dari sana?
“Itu mereka semua!”
“Ayok kita tembak!”
Eh?! Mereka pake panah dari atas, dong!
““*Syut! (suara banyak panah meluncur)””
“Argh!”
“Ah! Sakit!”
“…”
Brengsek! Bisa gagal rencana gue kalo ada yang nembakin tahanan-tahanan ini!
“Humph!”
Eh?! Dia ngapain angkat mayat kayak gitu?!
Jangan bilang itu Monster mau lempar mayatnya penjaga yang gue bunuh tadi ke orang-orang yang pake panah itu?!
“*Swush… (suara melempar mayat)”
“*Bruk! (suara terlempar)”
““Argh!””
“Gila! Langsung tumbang 5 orang, dong!”
Orang-orang yang pada pake panah itu aja kaget, apalagi gue!
“Panggil beberapa ke bawah!”
“Ngomong-ngomong Kakak Besar pada kemana?!”
“Gak peduli gue sama orang-orang yang hobi buat onar itu! Mending kita tahan yang ada disini! Kali aja kita dapet bonus dari Kakak Tertua!”
Kakak Besar? Maksudnya itu dua orang tadi, ya?
Kalo mereka itu Kakak Besar, artinya gue bunuh—
“Laporan terbaru! Kakak Besar Bronto, Axelo, dan Quitos, telah mati!”
““HAAAAHHH?!?!””
Aduh, perasaan gue nggak enak nih…
“Semua! Mohon hati-hati terhadap Djinnardio Vamulran! Dia yang paling bahaya!”
*****! Jadi inceran deh gue!
“Hahahaha!”
Hm?
“Ternyata lo kuat, ya?! Makasih udah bebasin kita semua!”
“…”
“Artinya kita bisa aman keluar dari—”
“Yaudah, kita nggak punya banyak waktu! Mending kita lari dari sini secepetnya!”
““Ya!””
Gue nggak peduli lo bertiga ngomong apaan!
Padahal rencana awal gue itu supaya semua tahanan di tempat ini jadi pengalih perhatian aja selama gue kabur!
Nggak taunya malah gue yang jadi pengalih perhatian!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 516 Episodes
Comments