Istri Kontrak CEO Dingin
"Mama ingin kamu menikah!" ucap Vina tegas. Ia melihat ke arah Alvin yang masih berwajah datar, entah ngidam apa dia dulu, sampai-sampai, ia punya anak berwajah datar dan dingin. Jarang menampakkan ekspresi bahagia, ceria, sedih, bingung atau apapun. Dia seakan begitu pandai mengelola emosi sehingga lawan bicaranya tidak tau apa yang ia rasakan.
"Aku belum siap menikah," jawabnya dingin. Mendengar hal itu, Vina menatap Alvin, dengan tatapan tajam.
"Umur kamu sudah dua puluh delapan tahun dan kamu masih belum siap menikah?" tanyanya kesal. Padahal dulu dia menikah saat umur dua puluh satu tahun dan melahirkan Alvin saat umurnya dua puluh dua tahun dan kini umurnya sudah lima puluh tahun. Aldi-Papanya Alvin juga menikahi Vina saat umurnya dua puluh enam tahun dan kini umur Aldi sudah lima puluh lima tahun. Selisih lima tahun dengan Vina.
"Ya, kalau emang belum siap, masak di paksa?" tanya balik Alvin sambil memainkan hpnya.
"Terus kamu siapnya kapan? Umur kamu sudah dua puluh delapan tahun, sudah seharusnya kamu itu punya istri dan anak, bukan malah sibuk bekerja siang malam. Mama dan Papa juga ingin menggendong cucu. Bahkan temen-temen Mama, sudah ada yang punya cucu dua dan tiga, mereka juga sudah ada yang sekolah TK dan SD. Sedangkan Mama, jangankan cucu, calon mantu juga belum ada. Jangan bikin Mama kesal dan emosi, Al," keluh Vina, ia frustasi karena dari kecil sampai sekarang, ia tak pernah lihat Alvin dekat sama wanita lain. Ia takut jika Alvin gak ada niatan mau nikah, atau lebih parahnya, Alvin menyukai sesama jenis. Jangan sampai itu terjadi, karena jika ketakutannya itu benar-benar terjadi, maka dia pasti akan mati muda karena terlalu shock.
"Jika Mama ingin cucu, Mama bisa mengadopsinya di panti asuhan, atau jika Mama ingin anak kecil di rumah Mama, Mama bisa buat adik untukku," ucapnya santai membuat Vina geram.
"Umur Mama sudah lima puluh tahun, Mama gak mungkin memberikan kamu adik, terlebih rahim Mama sudah di angkat sejak Mama melahirkan kamu. Jika Mama masih punya rahim, sudah pasti Mama memilih punya banyak anak agar Mama bisa memaksa mereka untuk segera menikah dan memberikan Mama cucu. Tapi masalahnya sekarang, anak Mama itu cuma kamu. Kamu harapan Mama dan Papa. Tolong mengerti, Al. Mama juga gak bisa mengadopsi anak atau cucu dari panti asuhan, karena Mama ingin merawat keturunan Sanjaya, bukan keturunan dari orang-orang di luar sana. Dan lagi, mengadopsi anak dari panti itu gak mudah, akan ada banyak orang yang menentangnya. Kamu seperti gak tau aja, bagaimana keluarga Papa kamu itu," balasnya
"JIka dalam tiga hari, kamu belum juga mendapatkan calon mantu buat Mama. Biarkan Mama yang akan menjodohkan kamu dengan anak temen Mama. Dan Mama harap, kamu gak akan menolak. Atau kamu tidak akan Mama akui lagi sebagai anak," ancamnya membuat Alvin tetap diam seakan-akan gak denger apa-apa, bahkan Alvin juga tak merespon ucapan Mamanya itu membuat Vina benar-benar emosi.
"Kamu denger gak sih, ucapan Mama?" tanyanya dengan intonasi tinggi.
"Aku denger, Ma," sahutnya.
"Kalau denger, kenapa diem?" tanya Vina lagi sambil menatap tajam ke arah Alvin, ingin rasanya Vina mengambil Hp Alvin dan membantingnya agar Alvin tidak fokus ke Hpnya lagi. Namun Vina juga gak punya keberanian melakukan hal itu.
"Terus aku harus ngomong apa, Ma?" tanyanya membuat Vina memegang kepalanya yang mendadak pusing.
"Oh, Tuhan ... kenapa aku punya anak seperti ini?" tanyanya membuat Alvin yang melihat hal itu, hanya geleng-geleng kepala. Mamanya terlalu berdrama, membuat Alvin ingin segera menyelesaikan percakapan ini.
"Sekarang Mama tanya kamu sekali lagi, kamu sendiri yang akan memperkenalkan calon kamu kepada Mama. Atau Mama yang akan mencarikan jodoh buat kamu dan kamu tidak boleh menolak? Ayo jawab," berangnya.
"Aku akan cari sendiri," jawabnya santai.
"Kapan?" tanya Vina mulai senang.
"Tahun depan," sahutnya membuat Vina lagi-lagi merasa emosi.
"Mama cuma memberikan kamu waktu tiga hari, bukan setahun," balasnya.
"Iya sudah tiga hari lagi, aku akan bawa dia ke kediaman Mama," ucap Alvin sesantai mungkin, padahal dalam kepalanya ia masih mikir, siapa wanita yang akan ia bawa, karena dirinya gak punya temen perempuan yang dekat dengannya.
"Beneran, kan? Gak bohong, kan?" tanya Vina mulai ceria.
"Apa aku pernah ingkar janji?" tanya balik Alvin.
"Enggak sih, baiklah. Mama akan tunggu tiga hari lagi. Awas kalau kamu sampai nipu Mama, Mama potong burung kamu itu," ancamnya membuat Alvin hanya diam saja. Karena ia yakin, mana mungkin Mamanya berani memotong burungnya, melihatnya saja, mungkin sudah menjerit apalagi sampai memotongnya. Dan lagi, jika sampai di potong beneran, lalu bagaimana dia akan memberikan cucu buat Mamanya itu.
"ALVIN," teriaknya karena tak ada respon dari putranya itu.
"Ya," jawab Alvin pendek dan singkat sekali.
"Ya Tuhan ... ngomong sama kamu itu bikin menguras tenaga aja," keluh Vina namun Alvin hanya diam. Melihat itu, Vina pun ingin segera pergi dari sana, atau kepalanya akan keluar asap gara-gara emosi terus menerus.
"Mama akan pulang tapi ingat, TIGA HARI LAGI. Mama tunggu kamu di rumah." Dan setelah itu, ia memasang kaca mata hitamnya dan segera pergi dari sana, rasanya hawa di ruangan itu sangatlah panas, akibat ia yang sedari tadi emosi terus menerus.
Di depan rumah Alvin sudah ada sopir yang menunggu Vina untuk mengantarkan Vina pulang ke kediamannya sendiri. Tak jauh hanya sekitar tiga puluh menit saja.
Setelah Vina pulang, Alvin menutup hpnya dan menaruhnya di saku celana. Lalu ia berjalan ke kamarnya untuk mandi dan beristirahat. Hari ini ia merasa lelah sekali karena pekerjaan di kantor sangat banyak, terlebih saat pulang, ia masih harus menghadapi sang Mama yang membuat dirinya merasa jengah, namun ia juga tak bisa untuk mengabaikan begitu saja karena bagaimanapun Vina, adalah Mamanya yang paling ia sayangi. Wanita yang sudah mempertaruhkan nyawanya demi melahirkan dirinya ke dunia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments