Mereka sudah sah menjadi suami istri. Keinginan setiap mempelai adalah bahagia di hari pernikahan. Tetapi tidak dengan Dion dan Lily. Walau mereka berdiri berdampingan, hati masing-masing mengutuki mengapa pernikahan ini sampai terjadi. Di pelaminan mereka menerima ucapan selamat dari tamu kehormatan yang sepertinya penting. Lily tidak mengenal satupun diantara mereka.
"Pak, ada telepon." Asisten Fasa sedikit berbisik agar tidak didengar orang.
"Siapa?"
"Clara."
Dion terkejut bukan main. "Untuk apa dia menelepon. Bilang saja aku lagi sibuk."
"Dia dari tadi menelepon terus. Saya sudah bilang begitu tapi tidak dihiraukan. Malah sekarang dia ada di perusahaan."
"Apa?? Dia itu sudah gila ya. Sini hpnya." Dion merampas hp yang dipegang Fasa. Takut kalau-kalau Clara membuat onar disana. Lalu bertanya lagi, "kamu nggak membeberkan di perusahaan kalau aku menikah hari ini kan?!"
"Tentu saja tidak Pak. Saya hanya mengundang para petinggi penting dan mengancam mereka supaya tutup mulut sesuai perintah Pak Dion," bisik Fasa.
"Bagus." Dion pergi membiarkan Lily sendiri. Asistennya mengikut dari belakang.
Mau ke mana dia? apa telepon itu tidak boleh didengar orang lain sampai-sampai dia harus menjauh? memang apa yang aku pikirkan. Dia tidak menggangguku dan aku tidak mengganggunya itu sudah sangat bagus.
"Ly, suami kamu ganteng banget. Aku juga mau dijodohin sama laki-laki kayak gitu." Luna yang melihat Dion pergi langsung naik ke panggung. Sedari tadi dia memperhatikan pengantin pria itu.
"Kenapa nggak bilang dari awal biar kamu aja yang nikah sama dia?"
Luna mencubit tangan Lily. "Sudah gila ya. Kalo aku dijodohin sama laki-laki yang begitu, aku akan terima dan nggak bakal mikir dua kali. Nih ya, menurut penilaianku suami kamu itu lebih tampan dan lebih mempesona daripada Kak Noel."
"Masa sih?" Lily duduk di kursi pelaminannya.
"Kok masa sih. Kamu kayaknya nggak bisa bedain ya. Suami kamu udah tampan tajir pula. Lihat tuh rumahnya gede banget. Penasaran deh sebanyak apa hartanya."
"Nggak nyangka aku, kamu ternyata selama ini diam-diam suka ngitung harta suami orang."
"Haha, kurang kerjaan apa. Bukan begitu, aku cuma mau bantu kamu biar kamu buka mata kalau suami kamu itu sempurna."
Sempurna apanya? laki-laki kaku begitu.
Mami menghampiri Lily dan Luna. Lily dengan cepat berdiri dari duduknya. Tamu-tamu terlihat menikmati pesta dengan sambil bercengkerama satu sama lain. Penyanyi terkenal menyanyikan lagu romantis menyentuh kalbu.
"Sayang, kamu cantik sekali. Kamu ratunya hari ini," puji mami.
"Terima kasih Tante. Tante juga sangat cantik."
"Mulai hari ini kamu panggil mami dan papi, ya. Sama seperti Dion. Kamu kan sudah resmi menjadi menantu di rumah ini."
"Iya, Ma-mi." Lily menjawab kikuk. "Oya Mami, ini Luna sahabat dekat Lily." Mami dan Luna saling memperkenalkan diri.
"Kalian satu sekolah ya," tebak mami.
"Iya Tante. Kita satu bangku mulai dari SMP." Luna yang menjawab.
"Oh ya. Kalian sudah lama saling kenal dong."
Lily dan Luna mengangguk bersamaan.
"Ayo kita ke belakang rumah," ajak mami. "Kalian udah lapar kan, kita makan dulu di sana."
Mereka berjalan beriringan sampai di belakang rumah. Di belakang rumah juga didekorasi dengan indah mampu memanjakan mata.
"Menurut kamu gimana pestanya Ly, kamu suka tidak?" tanya mami di sela-sela langkah kaki mereka.
"Suka banget Tan-, Mi, Mami." Masih kikuk.
Mami tersenyum melihat Lily yang masih canggung. "Makin lama nanti kamu akan terbiasa menyebut mami dan papi."
Petugas catering berjajar di sana melayani tamu. Mami menuntun Lily berjalan dan Luna di belakang mereka. Mereka mengambil makanan.
Sementara di sudut sebuah ruangan.
"Kamu ngapain telepon-telepon. Aku lagi sibuk."
"Sayang, aku seperti dengar suara orang sedang menyanyi. Kamu ada di mana?" tanya Clara.
"Aku lagi di luar kota di acara nikahan kolega. Aku tutup dulu teleponnya." Dion menjawab sinis.
"Tunggu dulu, sayang. Kamu kok nggak ngajak aku ikut?"
"Dengar ya, aku menganggap kamu hanya masa lalu. Hubungan kita sudah berakhir. Kamu jangan berharap aku akan menerimamu lagi," titah Dion tegas.
"Dion, kamu jangan munafik lah. Kita ini saling membutuhkan. Aku sekarang di kantor kamu tapi kamu nggak ada. Beberapa hari ini aku menunggu telepon dari kamu, tapi kamu tak kunjung menelepon. Kamu masih marah ya? udah dong marahnya."
"Clara, aku tegaskan sekali lagi. Aku sudah lama melupakanmu. Aku sudah hidup bahagia sekarang. Aku harap kamu juga segera melupakan aku dan hubungan yang pernah kita jalani. Semoga kamu cepat menemukan kebahagiaanmu. Kamu pulanglah dan jangan pernah lagi menghubungi atau menemuiku." Dion langsung memutuskan teleponnya, menarik napas panjang. Kini dia sudah menjadi seorang suami dan memiliki tanggung jawab baru.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Serliii
visualnya dong thor :)
2020-07-05
2