Malam hari selesai makan malam, Lily dan Luna melanjutkan menonton drakor yang terjeda tadi. Papa ikut bergabung, bukan karena suka tetapi ada yang ingin disampaikan.
"Ly, Papa dan orangtua Dion sudah berunding menetapkan hari pernikahanmu. Kalian akan menikah minggu depan." Papa tidak sungkan blak-blakan di depan Luna, karena Luna sangat akrab dengannya dan merupakan sahabat terdekat Lily, begitu yang dibaca dalam tulisan diary Lily.
Lily memalingkan wajah menatap papa. "Pa, apa nggak bisa diundur? Masa secepat itu? Lily masih sekolah Pa." Berusaha memelas.
"Kamu kan sudah beres ujian, tinggal menunggu hasil kelulusan keluar."
"Pa ...."
"Ly, dengan kamu menikah, Papa akan merasa tenang karena sudah ada yang menjaga dan melindungi kamu. Papa nggak mau kejadian tempo hari terulang lagi."
"Pa, Papa yakin menikahkan Lily dengan dia?" sorot mata Lily menatap papa melihat seberapa yakin papa akan menjawab.
" Yakin Ly. Dion pria yang tepat jadi menantu Papa. Papa semakin yakin saat dia yang menolong kamu dulu. Papa percaya Dion lelaki yang bertanggung jawab."
Lily diam saja. Tidak mungkin papa mengambil keputusan yang salah terhadap dirinya.
"Pa, setelah menikah Lily akan ikut suami. Bagaimana bisa Lily membiarkan Papa sendiri?" Melingkarkan tangan di lengan papa dan menyenderkan kepala.
"Sekarang atau nanti, kamu tetap akan menikah dan tinggal bersama suamimu." Papa memeluk tubuh Lily dari samping.
"Ly, kalau ada sesuatu atau orang yang sangat kita cintai, untuk melihatnya bahagia maka kita harus rela melepasnya. Kamu adalah kebahagiaan Papa. Melihat kamu menikah maka kebahagiaan Papa akan berlipat ganda."
Lily memeluk erat papanya.
"Papa yakin, kamu udah cukup dewasa mengartikan pernikahan." Papa mengecup kening Lily. "Kalau begitu Papa ke kamar dulu."
Lily menatap punggung papanya sampai menghilang di balik tembok.
"Ly, aku nggak nyangka kamu akan secepat ini menikah." Luna yang sedari tadi bungkam mengeluarkan suara juga.
"Iya, aku juga nggak nyangka." Lily menatap kembali ke layar tv tetapi pikirannya ke mana-mana.
Di kediaman Dion
Papi dan mami masuk ke dalam kamar Dion. Mereka mendapati Dion sedang melamun, dia kelihatan sedang berpikir keras.
"Sayang, kamu kenapa? sepulang dari kantor tadi kamu murung terus. Apa di kantor ada masalah?" tanya mami.
"Nggak kok Mi." Dia tidak mau memberitahu orangtuanya perihal kedatangan Clara.
"Kalau Papi lihat, sepertinya yang kamu pikirkan bukan masalah kantor," timpal papi
Baguslah si Fasa tidak melapor kedatangan Clara.
Melihat Dion yang diam saja, papi menambahkan lagi. "Dion, Papi, Mami, dan Papa Miko sudah memutuskan, kamu dan Lily akan menikah minggu depan."
"Apa?" Dion kaget dan terlonjak. "Papi yang benar saja. Kenapa nggak minta persetujuan Dion dulu?"
"Percuma minta persetujuan, toh kamu juga akan menolak. Semakin cepat semakin baik."
"Tapi ini terlalu mendadak Pi. Apa kata orang nanti."
"Tidak usah hiraukan apa kata orang."
"Dion." Mami menarik tangan Dion agar duduk kembali. "Kamu kan udah setuju mengikuti kemauan Papi dan Mami menikahkanmu dengan Lily. Jadi apa bedanya menikah sekarang dan nanti." Suara mami terdengar lemah lembut, tidak seperti biasa berapi-api kalau membahas tentang Lily.
"Tapi Mi, ini sangat mendadak."
"Kamu nggak usah khawatir ya. Kamu hanya perlu mempersiapkan diri dan mental saja. Persiapan pernikahan biar Mami yang urus." Mami membenarkan tatanan rambut Dion.
"Dion, apa kamu masih cinta sama Clara?" tanya papi tiba-tiba.
"Pi, kenapa Papi nanya begitu? dia hanya masa lalu Pi."
"Ntah kenapa Papi lihat dari sorot mata kamu, kamu seperti memikirkan dia, mengharapkan dia."
"Nggak Pi. Dion akan menikah dengan Lily sesuai permintaan Papi dan Mami," jawab Dion mantap.
Kenapa papi bisa menebak dengan benar sih.
"Pi, Mi Dion punya satu permintaan. Nanti saat acara pernikahan Dion nggak mau ada media yang meliput."
"Mengapa begitu? apa kamu nggak mau memberitahu dunia tentang pernikahan kamu?"
"Bukan gitu Mi. Dion nggak mau media menyebarkan gosip tentang pernikahan Dion yang mendadak."
Aku nggak mau Clara tahu pernikahanku dan datang untuk mengacaukan. Aku nggak mau bertemu dengannya lagi.
Papi dan mami saling berpandangan, kemudian mengangguk mengerti.
"Baiklah. Tapi fotografer bisa donk. Masa pernikahan kalian tidak diabadikan."
"Kalau itu terserah Mami."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments