Papa melepaskan cengkramannya dari kemeja Dion. Matanya beringas menatap Lily. "Apa maksudmu kejaran preman?" tangannya memegang sisi bahu Lily. Lidah Lily terlalu kelu untuk memulai bicara lagi.
Air mata Lily tumpah lagi. Dia tak kuasa untuk menahannya lalu berhambur memeluk papa. "Pa, maafin Lily Pa. Aku memang bodoh nggak berpikir dulu sebelum pergi tadi."
"Apa yang terjadi Ly?" Papa mengeratkan pelukannya, khawatir karena Lily tidak pernah menangis seperti itu selain dari kepergian mama dulu. "Bilang sama Papa preman mana yang berani menyentuh dan membuatmu seperti ini?"
Hening.
"Pak..." akhirnya Dion yang membuka suara dari diamnya sejak tadi. Mengingat bagaimana Lily berlari dan meminta tolong. "Biar saya saja yang menjelaskan. Kasihan dia sudah dari tadi menangis."
Papa mencium pucuk kepala Lily berulang-ulang dipelukannya. Dion juga melihat ada setitik air mata di ujung mata papa. Dion menyaksikan sendiri bagaimana kasih sayang Pak Miko yang mengalir pada Lily. Kasih sayang tulus yang tak bisa dibeli dengan barang fana.
"Kamu masuk dan istirahatlah di dalam. Papa bicara dulu dengan Dion," kata-kata papa terdengar sangat lembut dan diangguki oleh Lily.
Pa, jangan sakiti dia ya. Aku sudah menyusahkannya dari tadi. Bisikan itu masih terngiang-ngiang di telinga papa. Lily membisikkan itu saat papa memeluk Lily tadi.
"Permisi."
"Ya, ada yang bisa saya bantu?" tanya papa pada wanita paruh baya yang sepertinya adalah pelanggan. Papa menghapus ujung matanya yang basah.
"Saya mau pesan bunga geranium putih."
"Baik. Silahkan duduk sebentar, Bu." Papa mempersilahkan. "Dion, tunggu sebentar ya," pinta papa pada Dion. Papa masuk ke dalam dan beberapa saat datang lagi, di belakangnya ada seseorang yang mengikuti.
"Bu Sinta, tolong layani ibu ini," kata papa pada Bu Sinta.
-----
Kini papa dan Dion duduk bersebelahan di kursi samping toko. Kursi itu berada di bawah sebuah pohon rindang yang tidak terlalu besar. Papa menatap Dion. Mimik wajah papa terlihat sangat tidak sabar mendengar penjelasan dari Dion.
Dion menarik napas terlebih dulu lalu dia mulai bercerita. Menceritakan semua yang disampaikan Lily padanya tadi.
"Kurang ajar! Akan kucari mereka walau ke dasar laut sekalipun. Aku tidak akan melepaskan mereka." Papa mengepalkan tangan dan wajahnya terlihat sangat merah padam.
"Pak, biar saya yang mengurus mereka. Bapak tidak perlu turun tangan. Saya akan membalaskan luka yang dialami Lily."
Lily? Ya, untuk pertama kali Dion menyebut nama gadis penjual bunga dengan mulut manisnya itu.
"Aku ingin menghajar mereka dengan tanganku sendiri."
"Bapak tidak perlu mengotori tangan hanya karena manusia tidak berguna seperti mereka. Saya akan pastikan mereka akan mendapat pembalasan setimpal. Percayakan pada saya Pak." Dion berusaha meyakinkan agar papa lebih tenang. Orangtua mana yang tidak marah bila anak gadisnya dilukai apalagi sampai dilecehkan.
"Dion," papa menyentuh bahu Dion sebelah, "saya minta maaf karena tadi saya sudah tersulut emosi melihat keadaan Lily yang seperti itu. Saya tidak sanggup melihat Lily terluka walau sekecil apapun itu. Saya benar-benar minta maaf."
"Saya mengerti Pak." Menambahkan sedikit senyum di ujung bibirnya.
"Terima kasih. Seharusnya saya tahu kamu tidak mungkin melukai Lily." Papa memeluk Dion. Dion cukup terkejut karena ini kali pertama Pak Miko memeluknya. "Terima kasih banyak kamu sudah menyelamatkan Lily dari preman sialan itu. Kalau nggak ada kamu, saya nggak tahu apa jadinya Lily sekarang." Semakin mengeratkan pelukan dan menepuk-nepuk punggung Dion.
Dion merasai sentuhan tulus itu. Dia membiarkan papa melakukannya. "Jangan sungkan begini Pak. Kita sudah lama kenal. Saya sudah menganggap Bapak seperti saudara sendiri."
"Bukankah kita keluarga mulai sekarang?" Tersenyum lembut. "Kamu dengar kan tadi Lily bilang apa?" Benar. sedari tadi dia sudah gusar ingin menanyakan langsung pada Lily. Malah dia yang terkejut setengah mati diberitahu terang-terangan begitu, apalagi di depan Pak Miko. "Lalu kamu sendiri bagaimana keputusanmu?" Papa penasaran.
"Saya ikut keputusan papi dan mami saja, Pak."
"Saya tahu kamu dan Lily sama-sama menolak perjodohan ini. Tapi saya berharap akan tumbuh kasih sayang dan cinta di antara kalian setelah menikah nanti."
Apa itu mungkin? Bukankah hati Dion sudah beku akibat penghianatan mantannya? Dan hati Lily juga sudah di bawa kakak ketua osis?
Terdengar napas berat Dion. Sepertinya mustahil, itu yang dia pikirkan. Mana mungkin aku jatuh cinta pada gadis remaja itu. Ya meskipun tadi aku dibuat tertawa. Tertawa? Kapan terakhir kali aku tertawa seperti tadi ya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
O.B.Makawimbang
dion ampe lupa kawan ketwa lepas.wkwkkw
2020-10-03
1