Papa tahu Lily tidak akan setuju dengan pernikahan di usia ini apalagi karena dijodohkan. Tetapi niatnya sudah sangat mantap.
Papa memutar badan Lily agar mereka saling berhadapan. Papa menatap wajah Lily dengan tatapan penuh arti. Tangan papa masih menempel di kedua bahu Lily.
"Lily sayang, kamu ingat Papa pernah bilang kalau ada yang melamar kamu Papa akan menerimanya?" Lily hanya diam tertunduk.
"Papa tahu kamu pasti terkejut, kecewa atau marah karena keputusan Papa ini yang tidak meminta persetujuanmu terlebih dulu. Tapi percayalah, Papa yakin inilah yang terbaik untuk kita semua."
Lily semakin tertunduk lemas, ada gurat kekecewaan di wajahnya.
Papa menarik napasnya. Berusaha memberi pengertian dan mencairkan kesedihan Lily.
"Kamu bilang tadi ingin merasakan masa muda, mau berpacaran kan? Bukankah kamu sudah pernah pacaran diam-diam dengan si Axel?" Lily kembali mengutuki kebodohannya karena menumpahkan isi hati di dalam diary kesayangannya.
"Tadi Papa ketemu dia di toko bunga."
"Benarkah Pa?" Lily mendongakkan kepalanya dengan malu-malu karena papa masih mengingat pacaran diam-diamnya.
"Iya, tadi dia mencoba minta restu untuk pacaran dengan puteri kesayangan papa ini." Papa membelai rambut Lily lembut.
"Trus gimana Pa?" Lily semangat, melupakan sejenak urusan perjodohan. Lily semangat bukan karena setuju dengan rencana Axel yang meminta restu papa, tapi ingin tahu apa reaksi papanya terhadap Axel.
"Papa akui dia anak jantan yang pemberani. Papa bilang padanya, Papa akan menerima kalau dia melamar kamu bukan untuk berpacaran denganmu."
"Ih, Papa ini. Pengin sekali Lily menikah."
Papa tersenyum.
"Lalu dia bilang apa Pa?" tanya Lily lagi, masih ingin tahu kelanjutannya.
"Dia terlihat sangat terkejut. Lalu dia bilang belum siap kalau harus melamar kamu di usianya yang sekarang. Dia minta waktu sama Papa sampai dia lulus kuliah dan bekerja."
Ada kekaguman tersendiri di hati Lily mendengar jawaban Axel yang keren itu. Tetapi tetap saja dia tidak bisa menaruh hati, karena hatinya masih dibawa sang kakak ketua osis yang sudah kuliah di perguruan tinggi salah satu favorit di Indonesia ini.
"Papa memberi dia waktu?"
"Tidak. Papa tidak mau dia berharap lebih. Papa hanya memberi dia semangat. Kalau berjodoh pasti akan bertemu."
"Apa Axel bikin Papa marah?" Lily menatap lekat wajah papa.
"Tidak sama sekali. Dia anak yang sopan dan ramah."
Ahh Axel maafkan aku. Aku sudah mempermainkan perasaanmu. Aku berdoa agar kelak kamu mendapatkan wanita yang baik dan mencintaimu.
"Kenapa diam? Apa kamu merasa bersalah karena mempermainkan dia?"
"Ah Papa. Lily jadi merasa berdosa kan." Lily mengingat-ingat lagi kenangannya dengan Axel. Bagaimana dia membalas perasaan Axel dengan setengah hati.
"Kalau bertemu kembali, minta maaflah dan jelaskan bagaimana sebenarnya hatimu padanya."
"Iya Pa," jawab Lily lemas.
Setelah beberapa saat, papa meneguk jus jeruknya sebelum mulai bicara lagi. "Dan kamu bilang mau jadi pramugari kan? Dion itu pengusaha sukses di dalam dan luar negeri."
Lily berpikir sejenak. "Apa hubungannya pramugari dengan usahanya yang sukses?" berguman, namun masih bisa didengar papa.
Papa tersenyum. "Kalau Dion ada urusan bisnis yang jaraknya jauh kamu bisa minta ikut dengannya. Kamu bisa merasakan bagaimana naik pesawat dengan pramugari-pramugari yang kamu idolakan itu."
Lily mengambil air putih di atas meja dan meminumnya, membenarkan rambutnya. Menatap papa dengan serius. "Pa, bukan itu poin utamanya. Kenapa Papa setuju menjodohkan Lily dengan dia?"
Papa juga tak kalah serius menatap Lily. Papa mengambil telapak tangan Lily dan menggenggamnya erat. "Karena mama menginginkannya. Itulah permintaan terakhir mamamu."
"Mama." Bibir Lily bergetar menyebut mama. Ada kristal bening jatuh dari bola matanya.
Papa langsung memeluk erat tubuh Lily. Ada kerinduan di hati mereka terhadap mama.
"Iya Ly. Mama ingin kamu menikah dengan Dion," ujar Papa yang masih memeluk Lily.
"Tapi kenapa mama ingin Lily menikah dengannya Pa?"
Papa melepaskan pelukannya dan menatap Lily lagi. "Kemarin Om Surya menelepon Papa supaya bertemu dengan mereka. Dan tadi kami bertemu, Dion juga ada di sana. Lalu Tante Surya bercerita kalau dulu pernah mengatakan ingin kamu jadi menantu mereka kepada mama kamu. Dan sebelum meninggal, itu juga lah yang disampaikan mama pada Papa. Papa juga sangat terkejut, karena diam-diam mereka sudah lama menjodohkan kalian tanpa sepengetahuan Papa dan Om Surya." Papa menarik napas sebentar dan melanjutkan lagi.
"Sama seperti kamu, Dion juga sangat menentang keras perjodohan ini. Tapi Papa yakin dengan keputusan mamamu." Papa berdiri dan menuju ke sebuah meja kecil, mengambil dan memandang foto mama yang ada di sana.
"Kamu tahu kan bagaimana mama lebih memilih untuk mengelola toko bunga kita mulai dari nol daripada bekerja di kantoran. Dia tetap gigih membangun toko walaupun banyak orang yang meremehkan keputusan mama. Dan sekarang kamu lihat sendiri bagaimana hasil kerja keras mama itu. Sekarang terserah kamu mau menerima atau menolak perjodohan ini."
Lily hanya diam. Dia mencoba mencerna setiap ucapan papa tadi. Dia tidak tahu bagaimana isi hatinya sekarang. Dia tidak bisa memutuskan perjodohan ini mau diterima atau ditolak.
***
Sementara di istana Keluarga Surya
"Dion bagaimana? Apa tanggapan Lily?" Mami langsung memburu dengan pertanyaannya setelah Dion masuk.
Dion duduk di sebelah mami. Sementara papi tidak tahu entah di mana. "Dion pusing Mi, gadis itu benar-benar bikin kepala Dion mau meledak." jawab Dion sambil memijit-mijit pelipisnya.
"Kenapa mau meledak? Kalian tidak berantam kan?" mami panik.
"Tentu saja nggak Mi." Menyandarkan kepalanya. "Mi batalkan saja perjodohan ini. Dion nggak suka sama gadis itu."
"Oh gitu. Jadi kamu memilih untuk melajang seumur hidup."
"Ya nggak juga lah Mi. Jangan sampai Mi."
Dion bergidik ngeri.
"Dion dan dia sama-sama nggak setuju Mi. Dia itu bukan tipe Dion. Lagipula kasihan dia Mi, menikah di usia yang masih muda."
"Benarkah? Lalu bagaimana tipemu? Seperti si Clara itu? Kenapa kasihan? Apa kamu akan memaksanya bekerja keras setelah menikah? Kamu akan menyuruhnya bekerja rodi, begitu?"
"Mi, Dion malas berdebat lagi. Dia itu terlalu muda untuk Dion. Dia nggak akan bisa menyesuaikan diri Mi." Dion semakin frustasi karena setiap hari yang dibahas hanyalah tentang perjodohan.
"Sekarang kamu dengarkan Mami. Kalau menurutmu Lily masih terlalu muda, maka kamu harus mengajari dia untuk dewasa. Kalau Lily nggak bisa menyesuaikan diri, maka kamulah yang harus menyesuaikan diri terhadap Lily. Tidak ada bantahan lagi. Lily adalah gadis yang tepat sebagai menantu perempuan di keluarga ini." Suara mami terdengar sangat lantang.
"Dion." Tiba-tiba papi sudah ada saja di belakang sofa yang diduduki Dion. "Semua orang tua akan berusaha memberi yang terbaik untuk anaknya, dan inilah keputusan yang terbaik untukmu. Papi dan Mami sudah memikirkan ini matang-matang sebelumnya. Kelak setelah punya anak, kamu akan mengerti bagaimana perasaan Mami dan Papi sekarang," ucap Papi sambil menepuk-nepuk bahu Dion.
Dion bangun dari duduknya. "Baiklah Pi, Mi. Dion ikut saja dengan keputusan Mami dan Papi. Dion ke kantor dulu. Ada meeting yang tertunda tadi." Dion mencium pipi, menyalami papi maminya bergantian.
"Lihat saja nanti Pi. Dia akan berterima kasih karena dijodohkan dengan Lily," ucap mami lagi setelah Dion pergi.
"Iya Mi. Pak Miko memiliki puteri yang baik seperti Lily."
Dan begitulah keputusan final dari keluarga Surya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Naura Fadiela
beruntung bgt Dion dpt...daun muda
2021-04-13
1
Marmi Riswiatmo
entar dion bucin deh
2020-08-29
2