Mengenangmu

Di masa lalu. Dunia Jono kecil saat duduk di bangku kelas 5 SD.

CEKLEK!

"Assalamualaikum! Pak, Bapak?" panggil Jono kecil seraya membuka sepatu dan meletakkannya dengan rapi pada rak plastik teras rumah kontrakan.

Jono dewasa terdiam. Kenangan masa lalu membuatnya kembali merasakan pilu dan haru. Ia memilih mengikuti ke mana alur membawanya kali ini, meski tak dapat dipungkiri dirinya bingung kenapa bisa terjebak di kehidupan masa lalu dan terperangkap di tubuh kecilnya.

Apa maksud dari semua ini? tanya Jono dalam hati penuh pertanyaan.

Jono kecil melepaskan tas ransel dan masuk ke rumah sederhana itu mencari keberadaan ayahnya. Namun, ayah Jono tak ada. Jono makin khawatir, tapi ia selalu ingat dengan pesan sang ayah saat sudah tiba di rumah. Jono dengan sigap melepaskan seragamnya lalu memasukkan ke dalam ember untuk dicuci.

Ada beberapa pakaian kotor milik sang ayah yang sudah ditumpuk pada sebuah ember kecil. Jono hanya memakai celana dalaam saat mencuci pakaian-pakaian itu di kamar mandi secara manual dengan tangan karena tak memiliki mesin cuci. Jono mampu bekerja dengan dua jenis pekerjaan sekaligus seraya memasak nasi menggunakan panci. Beras murah seharga 7000 rupiah per liter sudah membuat Jono kenyang hanya berlauk telur dadar sebagai menu makan malamnya.

Ia sudah bisa memasak meski hanya beberapa dari ajaran sang ayah. Jono sudah bisa hidup mandiri selama 5 tahun usai kepergian sang ibu untuk selamanya akibat sakit. Sampai Jono telah selesai makan malam bahkan menjemur pakaian, sang ayah tetap belum kembali. Jono mulai cemas karena waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam.

Jono ingin keluar rumah untuk mencari keberadaan sang ayah, tapi ia ingat jika tak usah menunggu kepulangannya. Jono tak ingin membebani pikiran dengan berburuk sangka kepada nasib ayahnya. Jono kembali ke kamar untuk menyiapkan buku pelajaran esok hari. Namun, ia teringat akan tas baru pemberian sang ayah.

"Ultraman ... kamu jagoanku," ucapnya dengan wajah berbinar.

Senyum anak lelaki itu terkembang karena mendapatkan tas baru seperti yang diinginkannya kala itu. Diraba dan dielusnya gambar Ultraman karena dianggap pahlawan olehnya. Jono yang penasaran dengan isi tas karena terasa berat bergegas membukanya. Hingga seketika, matanya melebar saat melihat setumpuk uang dalam tas itu dan ada selembar kertas di sana. Jono segera mengambil kertas itu dan membacanya.

Jono, bapak minta maaf. Bapak sangat menyesal, tapi ... uang ini bisa menyelamatkan hidupmu. Bapak tahu kau anak yang tak bisa dibohongi. Kamu selalu tanya kenapa bapak sering pergi dan baru kembali ketika akhir pekan. Maaf jika saat itu bapak bohong dengan mengatakan kerja sambilan mencari rongsokan keluar kota. Yang sebenarnya adalah, bapak kerja untuk seseorang yang memiliki banyak sekali uang. Tas kamu yang berisi uang-uang itu adalah hasil kerja keras bapak untuk hidupmu sampai kau temukan pekerjaan yang cocok ketika dewasa nanti. Hanya saja ternyata, bapak bekerja pada orang yang salah. Dia itu penjahat dan kini bapak dalam masalah. Jadi, jika bapak tak pulang, bapak minta maaf. Jaga uang itu baik-baik dan selesaikan sekolahmu apa pun caranya. Ingatlah untuk selalu menjadi pria yang berbudi, sopan, santun dan menghargai perempuan. Hanya itu saja harapan bapak. Maafkan bapak kalau tidak bisa pulang dan mendampingimu hingga dewasa nanti. Bapak dan Ibu sayang padamu. Slamet Rahardjo.

Praktis, mata Jono melebar. Ia membaca surat itu berulang kali untuk memastikan pesan yang terkandung dalam tiap kalimat. Seketika, mata Jono berair. Ia sesenggukan dengan air mata menetes. Ia memegang surat itu erat dengan tangisan dan tubuh gemetaran.

"Bapak ... bapak ...," panggilnya yang tak bisa beranjak dari dudukkannya di lantai.

Jono hanya bisa menangis seolah tahu jika sang ayah tak mungkin pulang ke rumah. Jono menangis sendirian di kamar seraya memeluk guling yang biasa dipakai oleh sang ayah ketika tidur bersamanya di atas kasur kapuk tipis bagaikan matras. Jono terus memandangi pintu dan berharap, sebuah keajaiban muncul dengan sang ayah kembali pulang. Jono yang lelah menunggu hingga air matanya kering, mulai memejamkan mata dan tertidur lelap.

Dia tak akan pulang. Tak usah berharap, Jono ..., ucap Jono dewasa pada dirinya sendiri dengan pandangan tertunduk dan rasa sesak di dada.

Lelaki itu berusaha melupakan kejadian pilu tersebut seumur hidupnya. Namun, kenangan kelam itu kembali padanya seperti mengisyaratkan sesuatu. Hingga pagi menjelang dengan suara ayam berkokok, Jono masih tak mendapati kehadiran sang ayah. Malas rasanya bagi bocah itu untuk pergi sekolah.

Biasanya, Jono selalu semangat karena ingin membuat bangga sang ayah karena sudah lelah bekerja dengan nilai hasil ujian yang memuaskan. Namun baginya, hal itu sudah tak penting lagi. Ayahnya tak pulang. Tak ada gunanya ia memamerkan nilai ujiannya meski memperoleh nilai 100.

Jono melangkah dengan lesu ke kamar mandi saat teringat pesan sang ayah agar terus sekolah apa pun caranya. Jono yang sedih, akhirnya tetap bersiap untuk ke sekolah. Ia berjalan gontai dan hanya minum teh manis hangat seraya menghabiskan sisa telur dadar yang sudah ia goreng untuk makan malam ayahnya. Namun, Slamet yang tidak pulang, membuat Jono menghabiskan jatah sang ayah dengan nasi dingin karena tak memiliki magicom di rumah.

"Assalamualaikum," ucap Jono saat melangkah keluar dari rumah lalu mengunci pintu.

Ia tahu jika sia-sia saja meninggalkan salam karena tak ada orang di rumah kontrakannya tersebut. Jono berjalan dengan gontai tanpa semangat hingga ia melewati warung kopi dekat sekolah. Langkah Jono terhenti ketika menonton berita di televisi berlayar cembung mengenai kasus kriminal.

"Pasti dibunuh itu. Yakin gue," ujar salah satu pengunjung warung dengan wajah serius.

"Mayatnya kaya gelandangan gitu ya? Liat aja dari cara berpakaiannya. Cuma tetep aneh loh, Kang. Kalo gembel, apa untungnya mampusin orang gak guna kaya gitu?" sahut seorang pria berkumis menanggapi berita yang mereka tonton dengan antusias.

"Hah, hah, Ba-bapak? Bapak!" teriak Jono histeris di depan warung yang mengejutkan semua pelanggan.

Praktis, kepala para pelanggan warung menoleh saat mendapati seorang anak lelaki berpakaian seragam menangis dengan mata terpejam.

"Kenapa tu bocah?" tanya seorang lelaki yang memakai seragam layaknya sopir ojek online.

"Harghh! Hargg! Bapak! Bapak!" teriak Jono dengan mata terpejam dan air mata mengalir deras. Tubuhnya tegang dan berkeringat hebat.

Orang-orang segera mengerubungi bocah lelaki yang tampak shock akan sesuatu. Jono coba disadarkan, tapi tubuhnya kaku bahkan ototnya sampai menegang yang terlihat jelas dari balik kulitnya.

"Ademin, ademin! Bawa ke dalem dulu cepet!" pinta salah satu pria memakai seragam satpam yang menjadi salah satu pelanggan warung.

Jono dibopong beramai-ramai dan didudukkan. Namun, Jono yang larut dalam kesedihan seperti terjerumus dalam suasana gelap yang mencekam. Hal itu juga dirasakan oleh Jono dewasa yang kembali teringat akan kejadian naas meninggalnya sang ayah hingga membuat napasnya seperti tercekik.

Hingga tiba-tiba, BRUK!!

Jono yang sudah beranjak dewasa ikut pingsan, seperti yang dialami Jono ketika masih kecil dulu. Entah apa yang terjadi, waktu terasa terhenti. Suasana sunyi dan udara terasa dingin membuat Jono dewasa mulai tersadar. Ia membuka matanya yang terasa lengket dan berat sekedar untuk melirik sekitar. Hanya saja, ada yang lain.

Cahaya samar ia dapati saat mulai membuka matanya lebih lebar lagi. Jono melihat sebuah sepatu fantovel mengkilat warna hitam yang pernah ia jumpai bertahun-tahun silam. Perlahan, pandangannya naik hingga matanya semakin melebar saat mengenali sosok yang pernah ditemuinya.

"Jadi ... namamu Jono?" tanya pria berpakaian ekslusif layaknya karyawan kantoran. Jono mengangguk masih dalam posisi tengkurap di lantai semen.

Tiba-tiba, orang itu memakaikan jam tangan di pergelangan kanannya. Ia juga menyerahkan tas Ultraman miliknya di depan wajah. Jono mengambil tas itu dengan tubuh lunglai dan perlahan terlentang untuk mencari tahu apa yang terjadi. Matanya mendapati atap ruangan dengan cahaya lampu redup sebagai penerang satu-satunya ruangan itu.

Saat Jono bangun, ia terkejut ketika melihat pria yang pernah dijumpai menghilang. Jono melihat sekitar di mana ruangan seperti gudang tersebut tak memiliki pintu atau jendela. Lantas, bagaimana pria tampan itu pergi? Jono mengedipkan mata mencoba untuk mengembalikan ingatan terakhirnya, tapi semua terasa samar. Hingga lagi-lagi, hal aneh terjadi.

PIP!

"Hem?"

***

uhuy makasih tips koinnya untuk diriku😆 kwkwkw yg lain ditunggu sedekahnya ya. jangan lupa idupin bintang di novel ini dg rate 5 dan komen ajaib.. tengkiyuw lele padamu💋

Terpopuler

Comments

Wati_esha

Wati_esha

Jadi ayah Jono tiada karena dibunuh atas perintah bosnya, entah apa kesalahannya.

2023-10-22

1

Wati_esha

Wati_esha

Tq update nya.

2023-10-22

1

Wati_esha

Wati_esha

Ini penjelasannya. ... Slamet Rahardjo, kasihan. 😢😢😢

2023-10-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!