Dejavu?*

Jono memejamkan mata, pasrah dengan hidupnya yang sudah bagaikan di neraka karena hampir tak pernah merasakan bahagia sejak memasuki sistem. Hanya Riska, gadis cantik yang baik hati alasannya tetap bertahan. Riska memotivasinya agar bisa menyelesaikan misi dan keluar dari sistem yang bernama Top of The World. Riska yang awalnya menganggap permainan dalam sistem adalah tipuan dan akal-akalan Jono untuk merayunya, mulai mendukung usai Jono membuktikan jika semua perkataannya adalah fakta.

Namun, sang kekasih telah pergi untuk selamanya. Jono terpuruk dan merasa sendiri. Tak ada lagi yang ia kasihi usai kematian sang ayah beberapa tahun silam.

Aku akan bertemu denganmu Riska ... ibu ... ayah ..., ucapnya dalam hati dengan mata terpejam rapat.

Pria itu merasakan tubuhnya yang dingin dan basah mulai hangat. Malah, terasa gerah seperti berkeringat. Jono yang merasa tak nyaman karena seperti dijemur di bawah terik matahari mulai membuka mata.

Eh, inikan ...?

Jono bingung. Ia sangat yakin jika sebelumnya tercebur ke dalam lautan, tapi kenapa sekarang berada di pinggir jalan dengan matahari menyilaukan mata? Jono semakin kebingungan saat merasa tubuhnya lebih pendek dari biasanya. Hingga sebuah bus pariwisata warna merah melintas di depannya perlahan karena ada polisi tidur. Seketika, matanya terbelalak lebar.

SD? Kenapa gue pakai seragam merah putih? Dan ... agh! Kenapa gue gak bisa gerakin tubuh? erangnya dalam hati di mana ia merasa jiwanya terperangkap dalam tubuh saat ia duduk di bangku sekolah dasar.

Saat Jono berusaha keluar dari raganya, tiba-tiba saja dirinya yang masih kecil berjalan menjauh dari sekolah menuju ke sebuah wilayah sepi komplek perumahan. Jono yang bingung dengan dirinya, akhirnya pasrah dan memilih untuk menuruti naluri masa kecilnya.

Ngapain bengong di sini? Pulang woi! Bego banget sih gue. Dasar bocah, gerutu Jono pada dirinya sendiri di mana raga anak lelaki berdasi dan bertopi merah itu tampak seperti menunggu seseorang karena kepalanya menoleh ke kanan ke kiri.

Jono yang kesal dan tersekap di dalam tubuh kecilnya itu, akhirnya mulai menyadari jika kejadian pada hari ini, seperti kisah masa lalunya saat masih duduk di bangku kelas 5 SD.

Tunggu, tunggu. Gue kayaknya pernah ngalamin hal ini. Dejavu? batinnya dengan kening berkerut.

Jono yang sudah dewasa dan kini menginjak umur 25 tahun diam sejenak. Ia mencoba mengingat masa-masa mengenakan seragam merah putih. Lama ia berpikir hingga seketika, matanya melebar.

Oh! Inikan saat bapak ....

Benar saja. Tiba-tiba, muncul sosok lelaki dengan pakaian kumal dan berkeringat hebat sedang berlari kencang mendatangi Jono kecil. Wajah Jono kecil berbinar saat ia melihat kedatangan orang yang dari tadi ia tunggu. Ya, sang ayah yang bernama Slamet Rahardjo.

Saat Jono memeluk sang ayah sebagai salam penyambutan, pak Slamet langsung melepaskan pelukannya. Jono kecil menatap wajah sang ayah lekat karena terlihat letih dan panik akan sesuatu. Sedang Jono yang telah dewasa dan rohnya terperangkap dalam tubuh kecilnya, menatap sang ayah dengan mata berlinang karena sangat merindukannya.

"Jon, bapak minta maaf gak bisa tepatin janji sama ibumu untuk mensejahterakan hidupmu setelah dia meninggal. Yang bapak lakukan ini terpaksa untuk melanjutkan hidupmu kelak. Bapak lihat kamu anak yang cerdas, punya inisiatif dan mandiri. Bapak percaya kalau kamu akan baik-baik saja tanpa bapak," ucap pak Slamet seraya memberikan sebuah tas baru untuk anaknya karena dibungkus dengan plastik bening bermotif dan terdapat pita sebagai pengikat.

"Maksud Bapak apa?" tanya Jono bingung ketika sang ayah membuka plastik itu lalu memakaikannya tas ransel warna biru bergambar Ultraman—tokoh favoritnya.

"Selamat ulang tahun, Jon. Bapak sayang banget sama kamu. Maaf, bapak cuma bisa kasih kamu tas ini. Namun, isi tasnya akan cukup sampai kamu besar nanti. Jadilah anak yang kuat dan berbudi. Bapak sayang kamu, Nak. Akan bapak sampaikan pada Ibu kalau kamu tumbuh jadi anak yang hebat," ucap ayah Jono dengan wajah berlinang saat memegang dua pipinya.

"Pak ...?" panggil Jono bingung.

"Sudah! Cepat pulang! Gak usah tunggu bapak. Lari! Cepat!" pinta sang ayah memaksa.

Tubuh Jono didorong oleh pak Slamet agar menjauh dari jalan utama. Jono kecil bingung karena permintaan sang ayah tak biasa dan ia seperti terburu-buru akan sesuatu. Pak Slamet terus melihat ke tiap sudut wilayah yang sedang sepi itu seperti ingin memastikan sesuatu. Akhirnya, Jono menurut dan mulai berjalan seraya memegang tali tasnya erat meski kebingungan masih melanda hatinya.

Tidak! Jono stop! Jangan pergi! pekik Jono dewasa berusaha menahan langkah kecilnya yang terus melaju di trotoar jalanan komplek meski kepalanya berulang kali menoleh ke belakang di mana sang ayah masih berdiri menatapnya dengan wajah sedih, tapi tersenyum.

Tiba-tiba saja ....

"Mana pengkhianat itu?" pekik seorang pria di kejauhan seperti mencari seseorang.

"Lari, Jono! Lari! Jangan pernah menoleh ke belakang! Terus lari sampai rumah!" seru pak Slamet dengan mata melotot.

Jono panik, tapi mengikuti perintah ayahnya. Jono berlari kencang seraya menggendong tas ransel barunya.

"Itu dia! Tangkap pengkhianat itu!" seru seorang lelaki memberikan titah, tapi hal itu membuat Jono menghentikan langkah dan menoleh.

Seketika, matanya melebar saat melihat sang Ayah dikejar oleh belasan orang seperti akan dihajar. Saat Jono akan mengejar sang ayah, tiba-tiba ....

TIN! TIN!

"AAAA!" teriak Jono terkejut dan spontan berjongkok seraya memegangi kepalanya karena takut.

Jono memejamkan mata saat sebuah mobil SUV hitam melaju kencang di jalanan aspal yang sepi ketika akan memasuki sebuah komplek perumahan baru.

"Apa anak itu tertabrak?" tanya seorang lelaki langsung keluar dari pintu kemudi dan berjalan tergesa menuju ke bagian depan mobil.

Spontan, mata orang itu melebar, tapi lega karena anak lelaki berpakaian seragam SD merah putih lengkap dengan topi dan juga dasi selamat. Lelaki itu lalu berjongkok di sampingnya dan tersenyum.

"Hei, kamu ngapain di situ? Om gak bisa lewat nih mobilnya," ucap seorang pria yang membuat Jono langsung membuka mata meski tubuhnya gemetaran.

Jono kecil terkejut saat mendapati seorang pria berparas rupawan dengan pakaian elit layaknya orang kantoran sedang menatapnya dengan senyuman. Jono malah terpaku dan memandangi pria itu lekat.

"Hampir saja om tabrak. Kamu hati-hati kalau mau nyebrang, meskipun tempat ini sepi. Cepat pulang ke rumah. Nanti dicari orang tuamu lho," ucap pria itu seraya berdiri lalu mengusap kepala Jono.

Jono kecil mengangguk dengan gugup. Ia segera pergi untuk kembali ke rumah. Langkahnya semakin cepat setelah teringat akan ayahnya yang sedang dikejar oleh sekumpulan orang tak dikenal, tapi bergaya preman.

***

ILUSTRASI

SOURCE : GOOGLE

uhuy makasih tips koin pertama dari diriku😆 kwkwkw. up ini dulu baru ke King D. berkas menumpuk soalnya. jangan lupa rate bintang 5 dan komen dukungannya ya. tengkiyuw💋

Terpopuler

Comments

Wati_esha

Wati_esha

Terlibat apa Slamet Rahardjo, ayah Jono?

2023-10-22

1

Wati_esha

Wati_esha

Tq update nya.

2023-10-22

1

Wati_esha

Wati_esha

Eeet, aktor kawakan ini mah. ☺

2023-10-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!