“ Wadthaoooo….. “ jerit Andhara sambil memeluk pinggang Julio dan menelusupkan kepalanya ke punggung lebar Julio. Andhara memegang erat kaos yang menutupi tubuh kekar Julio.
“ EMAAAAKKKK….. Maafin semua kesalahan Dhara ya mak… Maaf Dhara udah jadi anak yang kurang baik sama emak. Tapi sumpah deh mak… Dhara juga nggak tahu kenapa Dhara jadi anak yang bandel. Padahal di hati dan otak Dhara, Dhara itu bisa jadi anak baik – baik. “ racau Andhara di punggung Julio.
“ Pak dokter, sampaikan maaf saya ke emak saya ya. “ lanjutnya.
“ Iya. “ jawab Julio sambil tersenyum mendengar racauan Andhara. Tangannya masih mengurut dan mengembalikan tulang yang bergeser itu pada tempatnya semula.
“ Pak Dokteeeerrr….. Sakiiit bener ini mahhhh… Kayaknya sakitan ini deh ketimbang kalau di pera_wanin sama pak dokter. “ racaunya kembali dengan berteriak. Julio hanya menggelengkan kepalanya mendengar ucapan absurd dari gadis di belakangnya ini. Bisa – bisanya gadis itu berucap mesum kala ia sedang menahan kesakitan seperti saat ini.
“ Pak dokter… Please. Berhenti dulu bentar. Dhara mau ambil nafas dulu banyak – banyak. “ pintanya memelas.
“ Ini bentar lagi beres. “ jawab Julio dengan nada datarnya.
“ Hiks. Dokter mah ganteng – ganteng raja tega. Beneran ini dok. Nafas Dhara hampir habis. Emangnya kalau Dhara sampai kehabisan nafas, pak dokter mau kasih nafas buatan buat Dhara ? Kalau pak dokter mau sih Dhara juga nggak nolak. “ sahut Andhara.
“ Pak dok… Berhenti lah barang semenit aja. Kasih Dhara kesempatan meraup udara sebanyak – banyaknya. “
Julio menghela nafas kasar, lalu menghentikan aktivitas tangannya. Ia menoleh ke belakang. Ia melihat Andhara menghela nafas lega, lalu memejamkan matanya sambil menarik dan menghembuskan nafas sebanyak – banyaknya.
Cantik dan unik. Batin Julio ketika ia melihat Andhara memejamkan matanya. Lalu ia menunduk untuk melihat tangan Andhara yang masih memeluk pinggangnya. Ia mengernyit.
Kenapa ia bisa membiarkan tubuhnya di sentuh oleh seorang perempuan. Kenapa rasanya sangat nyaman? Tidak seperti ketika ia di peluk oleh Karen, teman satu jurusan yang sangat mencintainya. Bukannya melepas pelukan Andhara, Julio kembali menatap wajah polos Andhara.
“ Sakit ? “ tanyanya. Andhara mengangguk sambil tetap memejamkan matanya. “ Kalau kamu mau di kasih obat bius tadi, kamu nggak bakalan ngerasain sakit kayak tadi. “ lanjutnya.
Andhara menggeleng. “ Lebih sakit kalau tertancap jarum suntik. “
Julio tersenyum sambil menggeleng.
Andhara membuka matanya. “ EKOOO…. “ panggilnya dengan berteriak. Membuat Julio menutup kedua telinganya dengan kedua telapak tangannya.
“ Apaan sih Ro ? Berisik banget. Tuh, lihat pak dokter sampai nutup telinganya. Takut kalau gendang telinganya pecah habis denger teriakan kamu. “ ucap Eka ketika ia sudah berada di ambang pintu kamar Julio.
“ he … he … he … “ Andhara malah tersenyum dengan menampilkan deretan gigi putihnya. “ Kencengnya kebangetan yah pak dok? Maaf. Tapi pak dokter harus terbiasa loh. Soalnya besok Dhara pasti sering teriak kalau manggil anak – anak kita. “ lanjutnya dengan mata yang berkedip – kedip sehingga bulu mata lentik dan panjangnya ikut bergerak – gerak lucu.
“ Gombal aja teroooosss . “ omel Eka.
“ Pada ngapain sih. Kok as- “ suara Lila terdengar, tapi tiba – tiba terpotong. “ Eh… Eh …. Itu tangan ngapain kok peluk – peluk pak dokter. Awas, Dhara. Bukan muhrim. Entar emak loe marah – marah loh. “ pekik Lila sambil menarik tangan Andhara dari pinggang Julio.
“ Loe kenapa berisik sih. Orang pak dokternya aja bolehin Dhara peluk kok. Iya kan dok ? “ ucap Andhara sambil memandang dan meminta persetujuan Julio.
“ Mending loe berdua ambilin gue minum deh. Aus nih. “ ucap Andhara sambil meraba tenggorokannya. “ tenggorokan gue kering banget rasanya. “
“ Ya kering lah. Orang loe teriak – teriak mulu dari tadi kayak dukun lagi manggil peliharaannya. “ sahut Lila. Tapi tak urung dia keluar dari dalam kamar sebentar dan masuk kembali sudah dengan membawa air putih satu gelas. “ Nih. Abisin. Tapi gelasnya jangan. Entar loe di kira titisan David Co_perfil. “ ucapnya.
Eka menoyor kepala Lila. “ Emang si Anggoro mau nembus tembok ? “
“ Ya kali aja malem – malem dia mau nyobain nembus tembok kamar pak dokter terus ngelonin pak dokter. “ jawaban terabsurd yang pernah di dengar seorang Julio. Percakapan yang nggak tentu arah.
“ Udah kan ambil nafasnya? Minum juga udah. Kita lanjut lagi. “ ucap Julio sambil menoleh ke belakang ke arah Andhara.
“ Pelan – pelan tapi ya pak dokter. “ rengek Andhara.
“ Hizzz… Nggak loe banget sih Ro pakai ngerengek gitu. Geli gue dengernya. “ gidik Eka.
“ Biarin sih. Syirik loe pada. Karena apa ? Karena kalian nggak mampu… “ ledek Andhara dengan jumawa.
“ Serah loe deh. Yok Lo, kita keluar. Biarin dia menjerit – jerit sendiri. “ ajak Eka.
“ My sweety hunny bunny, gue keluar dulu okeh? “ pamit Lila sambil mengusap puncak kepala Andhara. Meskipun mereka saling mengejek, saling berebutan, tapi tidak ada yang dapat memungkiri jika kasih sayang antara mereka tiada bandingnya. Bahkan melebihi kasih sayang saudara sekalipun.
“ Lagian sih loe Ra. Kenapa nggak di bius aja sih. Kan nggak sakit gitu. “ tambah Eka.
“ Kalian yang paling paham gue. Gue takutt sama jarum suntik, you know??? “ jawab Andhara.
“ Ya udah deh. Kita keluar dulu. Ngeri juga lihat loe teriak – teriak kesakitan kayak gitu. “ gidik Lila. “ Baik – baik loe. Kalau butuh supporter biar gue panggilin Soni sama Putra deh. “ lanjutnya sambil berjalan keluar dari dalam kamar.
“ Loe pikir gue lagi tanding sepakbola apa butuh supporter. “ gerutu Andhara yang lagi – lagi membuat Julio tersenyum sangat tipis. Entah sudah berapa puluh kali ia menyunggingkan kedua sudut bibirnya sore ini semenjak bertemu dengan seorang gadis yang kelelaki – lakian macam Andhara gini. Senyum yang sangat mahal bagi seorang dokter muda bernama Julio Enggar Prasetya.
Setelah Eka dan Lila keluar dari dalam kamar, tanpa aba – aba, Julio mulai mengusap dan memijit kaki Andhara yang membuat Andhara terkejut karena rasa sakit yang tiba – tiba meskipun sudah tidak sesakit tadi. Ia langsung memeluk erat pinggang Julio.
“ Jangan kenceng – kenceng meluknya. Saya nggak bisa nafas ini. “ ujar Julio sambil menoleh ke samping sebentar.
“ Ya maaf atuh pak dokter. “ jawab Andhara sambil merenggangkan pelukannya. “ Abisnya pak dokter mulai gesek – gesek nggak kasih tahu dulu. Di sekolah aja kalau guru kasih ulangan tanpa pemberitahuan alias dadakan, murid –murid juga pada teriak. “ lanjutnya.
“ Ada – ada aja kamu. “ sahut Julio sambil menggelengkan kepalanya. “ saya mulai lagi ini. Kamu persiapan. Jangan kenceng – kenceng meluknya. “ tambahnya.
“ Iya. “ jawab Andhara singkat. Lalu Julio mulai menggeser – geser lagi. Hanya butuh waktu lima menit, Julio menghentikan aktivitasnya.
“ Udah. “ Julio memberitahu Andhara. Ia menggeser duduknya. “ Udah bisa di lepas pelukannya ? “ tanya Julio karena ia tidak bisa berdiri karena Andhara masih melingkarkan kedua tangannya di pinggangnya.
“ He … he … he … “ Bukannya melepas tangannya, tapi Andhara justru memperlihatkan deretan gigi putihnya. “ Habisnya nyaman banget meluk pak dokter. Anget – anget ta_i ayam. “ lanjutnya. “ Boleh meluk bentar lagi nggak pak dokter? “ tanyanya. “ Kapan lagi Dhara bisa meluk cowok ganteng kayak pak dokter ? “ ucapnya lagi sambil tetap tersenyum manis.
Julio menghela nafas kasar. Lalu ia meraih tangan Andhara yang berada di pinggangnya. Ia melepas kedua tangan itu dari tubuhnya. Lalu ia berdiri, mengambil Polygips, lalu memakaikannya ke kaki Andhara yang terluka tadi.
“ Dih, kok kaki Dhara jadi kayak gini pak dokter? Entar emak Dhara bisa pingsan lihatnya. “ seru Andhara kala melihat kakinya di belit oleh Polygips dengan cukup tebal. “ Kaki Dhara jadi kayak mumi ini mah. “ lanjutnya sambil memperhatikan kakinya dengan seksama.
“ Biar nggak ketekuk juga kakinya. Jadi bisa cepet pulih lagi tulangnya. “ jawab Julio.
“ Berapa lama Dhara harus pakai kayak gini ? “ tanyanya sambil mendongak memandang Julio yang sudah berdiri.
“ Tergantung dari seberapa cepat tulang kamu pulih. Juga tergantung sama aktivitas kamu sehari – hari. Bisa satu minggu, bahkan bisa satu bulan. “
“ What ? satu bulan ? Lama banget pak dokter. “ pekik Andhara. “ Terus gimana Dhara latihan sepakbola sama vollinya ? “
“ Saya bilang tadi bisa satu bulan. Tergantung sama aktivitas kamu. Kalau kamu pengen cepet sembuh kakinya, jangan banyak gerak dulu. Jangan lari – lari. Jangan sepakbola dulu, jangan volli juga dulu. Nanti saya kasih surat ijin. Untuk sementara, tidak usah berangkat sekolah dulu. Istirahat di rumah. “ ujar Julio.
“ Hiks… Nggak sekolah. Nggak sepakbola. Nggak voli??? Oh myyyyy…. Suram deh dunia Dhara kalau kayak gini mah. “ ucap Andhara dengan raut wajah sedihnya.
“ Sudah, jangan menangis. “
“ Iddih, siapa yang menangis pak dokter. Dhara itu paling pantang untuk menangis. Dhara bukan cewek yang suka melow juga. “
“ Bagus kalau gitu. Ya sudah, mending sekarang kamu pulang. Udah magrib juga. Orang tua kamu pasti nyariin. “ ucap Julio.
“ Bantuin berdiri kalau gitu. “ pinta Andhara sambil mengulurkan tangannya. Julio mendekat, lalu ia menaruh tangan Andhara di lehernya, kemudian ia menelusupkan tangan kirinya ke punggung Dhara. Ia membantu Dhara untuk berdiri, lalu memapahnya keluar dari dalam kamar.
bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
ASTAGA TU MULUT DARA...🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2023-10-23
1
Yani
🤣🤣🤣🤣🤣
2023-08-08
2
Bzaa
sweet
2023-08-06
1