“TRUELY INDONESIAN COFFEE”
Begitulah tulisan yang terpampang di salah satu booth penjual kopi di lantai dua gedung kantin itu.
Setelah melihat itu, Anders pun langsung menuju ke sana. Dengan berjalan santai, ia juga melihat-lihat makanan apa saja yang ada dan dijual di lantai ini.
Kebanyakan di lantai dua diisi oleh makanan asia, ada penjual makanan yang menjual Tteokbokki, Ramen, hingga Sate Padang.
Tak hanya itu, di lantai dua ini juga didominasi oleh mahasiswa asing yang dilihat dari wajah dan perawakannya tidak berasal dari Asia.
Mungkin kebanyakan dari mereka ingin merasakan dan mencoba sensasi makanan asia yang terkenal dengan kekuatan rempahnya.
Mungkin juga sebagian dari mereka sudah terlalu jenuh dengan sajian makanan cepat saji yang biasa dihidangkan di Eropa atau Amerika.
Tak ayal jika antrian di booth penjual makanan dengan slogan dan logo yang menjanjikan sangat panjang.
Meskipun di lantai dua ini, makanan yang dijual terbilang sedikit lebih mahal daripada makanan yang tersedia di lantai satu, tetapi tampaknya mereka yang berasal dari Eropa maupun Amerika tidak ingin ambil pusing dengan hal itu.
Yang terpenting bagi mereka adalah perut kenyang dengan cita rasa makanan yang belum pernah atau jarang mereka rasakan sebelumnya.
Sesampainya Anders di depan booth penjual kopi Indonesia itu, ia pun bergabung ke dalam antrean.
Ia sekarang barisan paling akhir, terdapat sekitar delapan orang di depannya. Dan ya, lagi-lagi didominasi oleh orang non-Asia.
Anders mendongak ke atas sambil membaca menu apa saja yang ada di booth itu.
Cukup banyak pilihan dan varian rasa yang dijual. Dan pasti, dengan begitu banyaknya pilihan pun, dengan gambar yang melihatkan kesegaran dan keteduhan kopinya.
Anders tidak akan banyak berdebat dengan dirinya sendiri, ia tetap akan memilih kopi hitam.
Dalam benaknya, ia pun juga tidak sedikit pun memikirkan akan dibuat dengan metode apa kopi itu nantinya.
“Kopi hitam satu ya, Mbak.”
Anders terkejut ketika mendengar orang berbicara dengan Bahasa Indonesia.
Ia mengintip ke arah depan, tapi tetap tidak terlihat. Kembali, ia memikirkan suara orang itu. Ia mencoba menyinkronkan apakah suara itu memiliki nada dan frekuensi yang sama dengan suara orang yang berbicara dengan Miss Evy di depan kelas sebelumnya.
Anders penasaran. Yang awalnya Anders menunggu antrian dengan sibuk merogoh tasnya untuk mencari dompet, kali ini ia tidak ingin melewatkan kesempatan itu.
Ia sangat ingin melihat wajah perempuan yang sekarang sedang tepat berada di depan kasir menunggu kopinya disajikan.
“Ini kak, kopi hitam panasnya. Untuk cangkirnya nanti ketika sudah selesai, bisa ditinggalkan saja di atas meja tempat kakaknya duduk. Biar staff kami yang merapikan. Ada lagi pesanannya?” ucap kasir.
“Terima kasih banyak atas pelayanan terbaiknya.” jawab perempuan itu singkat dengan nada yang menenangkan.
Anders pun mendengar pembicaraan itu, ia segera bergeser ke arah kanan untuk mengintip.
Seketika tepat saat perempuan itu berjalan keluar antrian melalui jalur sebelah kanan yang sudah disediakan.
Ada pelayan booth itu yang memotong barisan masuk Anders dengan tergesa-gesa.
Sontak semua mahasiswa yang berada di barisan pesanan itu kaget dan panik apa yang sebenarnya terjadi.
Anders pun tidak sempat melihat wanita itu, yang ia lihat hanya sekilas bahwa perempuan itu mengenakan kerudung berwarna biru tosca.
Dari kejauhan melalui barisan antrian, Anders melihat bahwa perempuan itu turun meninggalkan lantai dua.
Lagi-lagi, kali ini Anders dibuat kebingungan oleh rasa penasarannya.
Namun, Anders punya ide yang lain. Yaitu untuk menanyakan siapa nama pemesan kopi tadi kepada kasir nantinya.
Biru tosca.
Warna yang sama, warna yang menjadi favorit oleh perempuan yang pernah hadir di dalam hidup Anders.
Tibanya Anders untuk mendapatkan giliran memesan kopi, ia langsung memesan satu kopi hitam panas.
Ketika menunggu kopi disajikan, ia mencoba bertanya kepada kasir.
“Permisi, apakah kamu ingat dengan perempuan yang mengenakan kerudung berwarna biru tosca tadi?” tanya Anders penasaran
“Oh iya, tentu saya ingat kak.”
“Apakah saya boleh tau siapa nama perempuan itu?”
“Mohon maaf, untuk kali ini saya tidak bisa membantu. Karena dia pertama kali saya lihat kali ini. Dan dia tidak ketika saya tanya nama untuk pesanannya, ia memilih untuk menunggu di depan kasir tanpa menyebutkan nama?”
“I don’t get it.” sahut Anders bingung.
“Beberapa dari pembeli kami memilih untuk memesan dan langsung pergi duduk ke meja yang mereka tempati, sehingga kami akan meneriakkan nama apabila minuman yang sudah dipesan telah siap.”
“Namun, ada beberapa dari pembeli yang sengaja menunggu di depan kasir agar bisa membawa kopinya sendiri menuju tempat yang mereka inginkan.” jawab kasir dengan professional.
Anders pun terdiam dan merasa kecewa, ia pun tidak tahu harus kecewa kepada siapa. Yang jelas saat ini, ia sangat penasaran pada perempuan itu.
Kopi pesanan Anders pun sudah siap, ia mengambil dan membayarnya dengan wajah yang tidak puas.
Bukan tidak puas terhadap pelayanannya, tetapi ia merasa tidak puas akan rasa penasarannya yang tidak terjawab.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments