Sepeninggal dua orang itu Lyla kini tengah menangis tersedu, entah dosa apa yang telah dia lakukan di masa lalu sampai dia mendapatkan perlakuan yang seperti ini dari orang yang tidak dikenali. Dia kini sudah tidak utuh lagi, sudah kotor, dan dia tidak tahu masa depannya akan seperti apa. Bayangan tatapan dari orang-orang yang jijik terhadapnya terdapat pada pikirannya kini. Bagaimana nanti jika dia bertemu dengan Denis? Laki-laki yang telah melamarnya dua bulan yang lalu.
"Kenapa ini sampai terjadi kepadaku? Apa salahku?" gumam Lyla di dalam tangisannya.
Pintu ruangan terbuka, seorang wanita setengah baya masuk ke dalam sana dengan membawa sesuatu di tangannya. Lyla hanya melirik wanita itu sekilas dan tidak berusaha untuk menghindar lagi. Memang dia sudah beberapa kali melihat wanita itu sedari kemarin, menyiapkan makan dan minum untuknya.
"Apakah nona baik-baik saja? Makanlah dulu," ucap wanita itu sambil menyimpan nampan di atas tempat tidur di samping kaki Lyla. Lyla telah memakai bajunya yang telah koyak menepis makanan tersebut sehingga semua yang ada di sana berhamburan di lantai.
"Pergi! Aku tidak butuh makanan dari kalian!" teriak Lyla dengan marah, tangis semakin deras keluar dari mata cantiknya yang kini sudah sembab. Wanita yang merupakan kepala pelayan di rumah itu terkejut. Akan tetapi, dia mengerti akan kemarahan wanita ini. Sekilas mendengar jika tuannya salah sasaran, dia menaruh iba pada wanita muda ini. Namun, dia juga tidak bisa berbuat banyak dan menolongnya. Nasi sudah menjadi bubur, hanya mengharapkan keajaiban untuk tuan mudanya agar sadar dan bertanggung jawab dengan gadis yang tidak bersalah itu.
Wanita paruh baya itu sedikit menunduk dan undur diri tanpa berucap satu patah kata pun, melangkah menjauh dari ruangan tersebut.
"Bersihkan ruangan tuan muda sekarang," ucap wanita itu pada salah seorang maid yang dia temui. Wanita muda mengangguk dan segera pergi untuk melakukan tugasnya.
Lyla memeluk lututnya sendiri, menelungkupkan wajahnya di sana. Takdir memang tidak pernah berpihak kepadanya. Dia terlahir sungguh tidak beruntung, sampai sekarang pun dia merasa Tuhan tidak pernah adil kepadanya. Kehilangan orang tua di saat dia berumur delapan tahun, di tinggalkan oleh satu-satunya keluarga dan diterlantarkan di kota ini, dan juga harus bekerja demi masa depannya, demi panti asuhan yang dia tempati, hampir digusur oleh seorang pengusaha yang tak punya hati. Lyla harus mengesampingkan kebahagiaannya, harus rela untuk membanting tulang demi mempertahankan tempat tinggalnya sekarang ini, dan lagi ....
"Akh!" Lyla tidak tahan, berteriak dan menangis dengan keras hingga terdengar sampai ke luar ruangan. Kejadian beberapa jam yang lalu telah membuatnya ingin mati saja.
Sampai ke lantai bawah, tangisan Lyla terdengar dengan sangat jelas, terdengar menyayat hati bagi beberapa orang yang memiliki rasa simpati. Akan tetapi, tidak bagi Morgan. Laki-laki itu justru kesal mendengar tangisan gadis Lyla.
"Apakah dia tidak bisa berhenti menangis?" ujar Morgan dengan kesal, mengusap rambutnya dengan kasar. Suara itu sungguh mengganggunya. Dia tidak terbiasa mendengar seseorang menangis, dan lagi bukankah dia juga memberi rasa nikmat padanya? Semua wanita yang bercinta dengannya mengatakan jika dia adalah pecinta yang handal dan membuat mereka ketagihan sehingga menginginkannya lagi dan lagi.
"Urus dia. Aku akan pergi!" ucap Morgan dengan nada yang kesal. Langkah kakinya lebar menuju ke arah luar, pintu tertutup dengan sangat keras membuat Gerald hanya menghela napasnya dengan lelah. Bagaimana tidak lelah, apa pun yang dilakukan oleh atasannya itu, maka dia juga yang harus ikut menanggung akibatnya.
"Apa aku harus mengajukan pensiun dini?" gumam Gerald sambil menunduk untuk mengambil bingkai foto yang ada di lantai.
"Renee, apa yang harus aku lakukan?" ucap Gerald dengan lirih. Akan tetapi, gambar itu masih hanya tersenyum dan tidak dapat menjawab pertanyaan darinya. Bingkai foto itu dia simpan lagi ke tempatnya. Andai saja Renee tidak pergi meninggalkan Morgan, tentu laki-laki itu tidak akan memiliki sifat yang keras seperti sekarang ini. Mana Morgan yang dulu ramah dan juga sangat baik? Dia merindukan sahabatnya yang dulu.
Gerald memasuki kamar Morgan, tampak Lyla masih menangis tersedu meski kini tanpa suara yang terdengar. Seorang wanita muda tengah membersihkan lantai, terlihat pecahan piring tengah dia pungut.
Langkah suara kaki terdengar dengan sangat jelas, membuat Lyla mengangkat kepalanya dan melihat laki-laki yang tadi datang kembali. Laki-laki tersebut menyodorkan sesuatu di dekat kaki Lyla. Lyla hanya melirik sekilas, lalu kembali menelungkupkan kepalanya di atas lutut.
Gerald tahu sekali jika wanita ini tengah marah, bahkan melihat ekspresi wajahnya dan juga tatapannya bak elang yang ingin membunuh mangsa. Dia mengangkat tangannya, menggerakkannya sehingga maid yang ada di sana menunduk dan pergi, paham akan artian gerakan asisten dari majikannya itu.
"Apa kau tidak mau melihatnya?" tanya Gerald dengan nada yang datar. Lyla tidak menjawab, atau kembali mengangkat kepalanya. Terlalu malas dia untuk bertemu dengan orang lain sejahat laki-laki ini. Ya, dia juga jahat karena tidak menghentikan laki-laki yang tadi telah menodainya.
"Hei, Nona. Bekerja sama lah dengan kami," ucap Gerald masih berdiri dua langkah dari ranjang.
"Kerja sama? Apa maksud kalian?" ucap Lyla tanpa ingin menatap Gerald, dia memejamkan mata dibalik tangannya.
"Anak buahku telah membawa orang yang salah. Aku hanya meminta kerja sama darimu untuk kita berdamai," ucap Gerald. Lyla seketika mengangkat kepalanya dan menatap Gerald dengan tatapan tajam. Enak sekali dia berkata seperti itu setelah apa yang dilakukan lelaki tadi padanya.
"Apakah damai bisa mengembalikan keperawananku?" tanya Lyla dengan nada yang dingin. "Apakah damai bisa membuat masa depanku lebih baik? Apakah damai bisa membuat luka ini sembuh? Kalian gila!" teriak Lyla tidak tahan, air mata yang sempat berhenti mengalir kini kembali keluar dari mata cantiknya, dia tidak peduli jika kelopak matanya kini telah membengkak. Gerald menatap Lyla tanpa ekspresi, hanya helaan napas lelah tanpa Lyla tahu dirinya juga akan mendapatkan kesulitan jika Lyla tidak setuju dengan apa yang dia ajukan di kertas tersebut. Bibir Lyla tampak gemetar, menandakan jika di dalam diri wanita itu terdapat kebencian yang mendalam.
"Semua ini memang tidak bisa mengembalikan apa yang sudah terjadi, tapi setidaknya kami mencoba untuk melakukan hal yang bisa kami lakukan," ucap Gerald sambil mengeluarkan sesuatu dari dalam saku jasnya. "Katakan saja jika ini tidak sesuai dengan keinginanmu, jelas kami tidak bisa membuatmu utuh kembali. Tapi setidaknya, izinkan kami melakukan apa yang bisa kami lakukan. Jika semua itu kurang, katakan saja. Kami akan memberikannya lagi lebih banyak." Gerald kini menyimpan amplop di atas kertas di dekat kaki Lyla.
Hal tersebut membuat Lyla seakan ditampar oleh kenyataan, bahwa seseorang kini telah menghinanya.
"Kau pikir dengan uang segalanya bisa diselesaikan?" tanya Lyla dengan marah. Ingin rasanya berteriak. Akan tetapi, mulutnya terlalu kaku sehingga hanya desisan yang bisa keluar dari mulutnya.
"Tidak. Tapi setidaknya kami mencoba melakukan apa yang kami bisa."
Lyla mengulurkan tangannya, mengambil amplop coklat yang ada di dekat kakinya dengan tangan yang bergetar. Gerald sedikit menyunggingkan senyuman, antara senang dan juga jijik dengan wanita itu. Senang karena hal ini bisa selesai dengan mudah, tapi juga jijik karena tak ada bedanya dia dengan wanita lain yang sering ditemui sebelumnya.
"Makan saja sendiri. Aku tidak butuh!" ucap Lyla sambil melemparkan amplop cokelat tersebut tepat ke dada Gerald.
...****************...
Jangan lupa dukungannya ya, like, vote, dan hadiah 🤭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 239 Episodes
Comments
Adila Ardani
bagus Lyla jgn jd wanita yang lemah
2023-03-30
1
epifania rendo
lempar sjaa kemuka geral
2023-02-22
0
Zuraida Zuraida
tampar tu amplop dimuka gerald
2022-12-18
1