Suara derap langkah kaki terdengar dengan sangat jelas memasuki kamar, membuat Lyla terkesiap dan memeluk selimutnya dengan erat. Dia sangat takut sekali ketika melihat dua laki-laki dengan setelan jas yang rapi mendekat ke arahnya, sedikit demi sedikit dia beringsut mundur sehingga punggungnya kini menubruk kepala ranjang. Dalam pikirannya dua orang itu memiliki itikad yang tidak baik, tentu saja karena orang seperti mereka adalah orang yang suka mempermainkan para wanita seperti laki-laki brengsek yang telah menodainya tadi.
Gerald melihat ketakutan yang teramat sangat di dalam pancaran mata Lyla, juga melihat dari tubuhnya yang gemetaran. Ada rasa kasihan, tapi tidak bisa berbuat banyak untuk membantunya.
"Wanita?" tanya seorang yang ada di samping Gerald. "Kau tidak bilang jika dia wanita," ujar Leo protes. Saat tadi dia menerima telepon tidak dijelaskan siapa yang harus dia periksa sampai Leo menyangka jika Morgan lah yang tengah sakit.
"Iya, dia memang wanita. Apa bedanya jika dia wanita dan laki-laki?" tanya Gerald dengan nada yang dingin. Leo mengembuskan napasnya dengan cukup kasar.
"Kau tahu aku tidak bisa memeriksa yang seperti itu," ujar Leo sambil meninggalkan Gerald dan Lyla di ruangan tersebut. Gerald menatap malas Leo yang kini berjalan menjauh, dia kini beralih menatap Lyla yang tampak menyedihkan sekilas. Wajah wanita itu tidaklah cantik, tapi cukup manis dan menyenangkan untuk dipandang. Gerald kemudian meninggalkan Lyla dan menyusul Leo.
"Lebih baik bawa dia ke rumah sakit untuk di visum. Gunakan hasil visum itu untuk menjebloskan bos mu ke penjara," ucap Leo yang mendapatkan dengkusan kesal dari Gerald.
"Hati-hati dengan bicaramu. Atau, kamu yang akan aku jebloskan ke penjara," ucap Gerald membela Morgan. Leo hanya bisa menggelengkan kepalanya mendengar laki-laki dingin itu yang membela Morgan.
"Kau dan dia sama saja. Bedanya, kau tidak pernah laku dengan wanita!" ujar Leo lagi. Gerald kini tidak banyak bicara, nyatanya apa yang diucapkan oleh Leo adalah fakta.
Melihat keadaan gadis muda tadi membuat Leo dengan cepat berpikir jika sudah terjadi hal yang tidak diinginkan di kamar itu. Leo yakin sekali, apalagi dia sangat mengenal dengan jelas siapa Morgan, seorang laki-laki arogan, menyukai kehidupan yang bebas, dan juga menilai sesuatu dari fisiknya membuatnya yakin jika Gerald tengah dikuasai napsu semata.
Mereka berdua sudah sampai di ruangan kerja Morgan, tanpa mengetuk pintu Leo masuk ke dalam ruangan tersebut diikuti oleh Gerald yang berjalan di belakangnya. Morgan yang ada di ruangan tersebut mengangkat kepalanya, melihat dua laki-laki datang mendekat.
"Minta saja Tante Selvi yang memeriksa, kenapa juga harus aku?" ujar Leo sambil menyimpan tas berisi obat dan alat kedokterannya di atas meja. Dia juga mendudukkan dirinya di kursi di depan Morgan. Tatapan tajam Morgan berikan pada laki-laki tampan dengan mata sipit dibalik kacamata tersebut.
"Kau gila! Dia akan membunuhku!" ujar Morgan sedikit tinggi nada suaranya. Leo tidak peduli dengan tatapan yang Morgan berikan terhadapnya.
"Siapa yang berbuat, dia yang harus bertanggung jawab," ujar Leo seraya menyilangkan sebelah kakinya di atas kaki yang lain dan duduk dengan tenang, jari-jari tangannya saling bertautan di depan tubuhnya yang tegap, rak lupa dengan tatapan tajam yang tertuju pada sosok sepupunya itu.
Morgan kini terdiam mendengar ucapan Leo barusan. "Aku akan bertanggungjawab," ujar Morgan sambil menggigit kukunya, hal yang sering dia lakukan jika sedang dalam keadaan resah. Morgan menatap Gerald yang ada di sampingnya.
"Tanyakan, berapa uang yang dia mau. Berikan sampai dia tidak lagi menuntut masalah ini," ucap Morgan dengan acuh.
Leo mendecih kesal. "Kau gila! Aku yakin dia bukan wanita yang seperti itu." Leo berbicara sambil menatap Morgan dengan tajam, Morgan memang tidak pernah berubah sedari dulu. Dia selalu saja menilai sesuatu dengan menggunakan uang. Padahal jika melihat wajah dari wanita tadi rasanya berbeda dengan wanita kebanyakan yang dia kenal.
"Semua wanita hanya ingin uangku. Aku yakin jika dia pun sama seperti itu." Morgan berdiri dan berjalan menuju ke jendela, membukanya lebar-lebar, dan mengambil sebatang rokok dari sakunya. Tak berapa lama asap mengepul dari mulut laki-laki berusia awal tiga puluhan itu.
Leo tidak terima dengan ucapan Morgan, sifat buruknya harus diakhiri dengan segera. "Aku tidak setuju dengan apa yang kamu katakan," ucap Leo sambil berdiri dan mendekat ke arah Morgan, laki-laki itu tidak peduli, menyesap rokoknya semakin dalam. Gerald pun ikut mendekat, khawatir jika Leo akan berdebat dan mengakibatkan hal lain. Dua orang itu, jika sudah lengket bak anak kembar siam, tapi jika sudah berdebat maka keduanya bisa saja tanpa ragu melayangkan tinju dan tendangan.
"Apa urusanmu dengan dia? Kau suka dengan dia? Ambil saja bekasku!" ujar Morgan dengan santainya. Rokok yang baru dia sesap kini sudah tidak nikmat lagi, dia lemparkan ke lantai dan menginjaknya dengan sol sepatunya yang keras. Morgan kemudian meninggalkan Leo di depan jendela tersebut.
Leo mengepalkan kedua tangannya mendengar ucapan Morgan barusan. Selain merendahkan wanita, dia juga telah merendahkan harga dirinya. Gerald yang melihat hal itu masih bersiap siaga di tempatnya.
"Pergi dari sini, jika memang kau tidak berguna untuk apa?" ujar Morgan dengan sangat arogan. Leo semakin kesal mendengarnya. Langkah kakinya cepat, bahkan Gerald yang berusaha menghalaunya pun tidak bisa bertahan dengan dorongan keras dari laki-laki itu.
"Sialan kau!" teriak Leo dengan sangat kesal, menarik bahu Morgan dan meninju pipi pria itu dengan keras. Morgan terhuyung ke belakang dan hampir terjengkang jika saja tidak ada meja di sana. Bingkai foto yang ada di meja sampai terjatuh ke lantai, pecah berserakan.
Morgan tidak membalas, dia hanya mengusap darah yang keluar dari sudut mulutnya. Menatap Leo dengan tajam dengan mata elangnya.
"Berhentilah bermain-main dengan perempuan. Tidak semua wanita itu sama seperti yang ada di dalam pikiranmu!" ujar Leo marah. Leo menahan dirinya sendiri, dadanya kini kembang kempis menahan amarah yang ditimbulkan akibat ucapan Morgan tadi.
"Jangan meminta bantuan ku lagi. Jika ada masalah kau urus saja sendiri!" ujar Leo, lalu mengambil tasnya dan pergi dari ruangan itu.
Morgan hanya menatap pintu yang baru saja tertutup, sedikit tawa kecil di mulutnya mendengar apa yang di katakan Leo.
"Pergi saja! Aku tidak butuh bantuanmu!" teriak Morgan sangat keras. "Akh!" semua yang ada di atas meja dia sibak hingga barang yang ada di sana terjatuh di lantai, Gerald yang melihat hal itu hanya diam melihat atasannya yang tengah murka. Morgan mengusap wajahnya dengan kasar lalu tertawa kecil. Bingkai yang terjatuh di lantai dia tatap sekilas, terdapat gambar seorang wanita cantik dengan senyumannya yang menawan.
"Renee."
...****************...
Jangan lupa dukungannya ya, like, vote, dan hadiah 🤭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 239 Episodes
Comments
Bastard_🗡️
kita sama Morgan suka gigit kuku 😂
2024-02-04
1
Zulfanafsafifa
kaya nya seru nih🥰🥰
2023-03-30
1
Siti Aniah
renee siapa? apa bagian dari masalalu morgan
2023-03-06
0