Senja menggeliat, tidurnya merasa terganggu karena sinar matahari yang menembus kaca kamar, memaksanya untuk membuka bola matanya.
Kepalanya juga terasa pusing, dengan penuh kesal dia duduk dan bersandar headboard, mengusap wajahnya. Sesekali Senja menguap, rasa kantuknya tidak mau hilang. Sebenarnya dia masih ingin tidur, tapi suara ribut yang ada di luar membuatnya tidak punya pilihan lain selain bergegas bangkit dari ranjangnya.
Namun, saat kakinya menapaki lantai kamar, dia baru sadar dan menatap sekeliling kamarnya tidak seperti biasa.
Atas dasar apa Juminten mengganti dekorasi kamarnya? Dia tidak pernah menyuruh pembantu itu untuk mengubahnya atau mungkin ini perintah dari Dinda?
Senja ingin sekali berteriak memanggil Dinda, agar wanita itu menghadap dan menjelaskan perubahan yang terjadi di kamarnya, tapi dia urungkan, dia melirik jam dan perutnya yang terasa lapar membuatnya memilih untuk bangkit dan segera mandi.
Setelah selesai berpakaian, yang lagi-lagi membuatnya heran, pakaian itu bukan seleranya, bukan miliknya, namun dia benar-benar tidak punya pilihan selain memakainya. Senja pun keluar dari kamarnya, dan mendapati wanita yang sangat dia ingat wajahnya sebagai ibunya duduk bersama Dinda di meja makan.
Seketika wajah Senja pias, dia ingat ibunya sudah meninggal, lantas kenapa ibunya bisa ada di sini dan bersama dengan Dinda menikmati sarapan pagi? di mana dia ini sebenarnya?
"Ternyata kau sudah bangun!" hardik ibunya dengan tatapan tidak bersahabat.
Dinda yang duduk di samping ibunya menatapnya dengan senyum sinis, ingin sekali rasanya Senja menarik rambut gadis itu, dan mengatakan berani sekali dia duduk di samping ibunya dan apa arti senyum menghina yang melengkung di bibirnya itu.
"Apa kau bisu? Apa begitu bangun pagi ini kau kehilangan lidahmu? Kenapa kau tidak bisa menjawab pertanyaanku?" Kembali wanita berumur 50-an itu menghardiknya, bahkan kali ini wanita itu kesal dan melemparkan serbet yang ada di pangkuannya ke atas meja.
"Lihatlah, Ma. Dia seperti orang linglung. Gadis itu memang sudah tidak bisa dibenahi, tidak ada yang bisa dia lakukan selain buat malu. Ini semua salah papa, memaksanya masuk jurusan kedokteran, padahal otaknya bodoh!" seru Dinda dengan suara mengejek.
Senja mulai menelaah yang terjadi. Bagaimana Dinda bisa memanggil ibunya dengan sebutan mama, sementara saat dia bekerja dengannya, ibunya sudah tidak ada. Dinda tidak pernah mengenal ibunya lalu ujug-ujug mereka bisa makan bersama dan memanggil ibunya dengan sebutan Mama.
"Selamat pagi semuanya, kau baru bangun?" tanya pria yang berada di belakangnya, yang terus berjalan melewatinya lalu duduk di kursi utama.
Sumpah demi apapun, Senja hampir saja pingsan. Suara yang menyapa itu adalah suara ayahnya.
Ayah dan ibunya masih hidup! Sebenarnya dia ada di mana saat ini?
"Gue lagi di dunia mimpi atau gimana, kok bokap nyokap gue masih hidup? lalu, kenapa Dinda begitu dekat dengan nyokap gue?" batinnya dalam hati.
"Mama... Papa?" ucap Senja akhirnya menemukan lidahnya.
"Ada apa? Kenapa kau terkejut seperti itu? seperti melihat setan saja, segera duduk ke sini," perintah ibunya.
Padahal selama ibunya hidup, wanita itu tidak pernah berkata kasar kepada Senja, justru Senja lah yang sering melawan kepada ibunya, membantah segala perintah ibunya terlebih saat ibunya memintanya untuk meninggalkan Satria yang dianggap pria yang tidak baik. Lantas, kenapa ibunya begitu pemarah terhadapnya? tatapan wanita itu begitu membenci dirinya.
"Dinda kemarilah," panggil ayahnya.
Senja masih berdiri di tempatnya, dia masih melihat satu persatu orang yang berada di meja makan seperti melihat makhluk asing.
Merasa panggilannya tidak digubris, Hutomo menengadah ke arah Senja yang masih diam berdiri di tempatnya.
"Sampai kapan kau akan berdiri di situ? kemarilah Dinda," ulang Hutomo dengan melambaikan tangannya ke arah Senja.
Dari situ, Senja yakin bahwa pria itu bicara kepadanya bukan kepada Dinda yang berada di samping ibunya. Lantas kenapa mereka memanggil dirinya dengan sebutan Dinda, sementara jelas-jelas namanya Senja? Kenapa ayah dan ibunya tidak mengenali putrinya?
"Ja, Mama udah transfer ya, uang yang kamu minta," ucap ibunya meletakkan ponsel di sampingnya lalu menoleh ke arah Dinda, tapi anehnya lagi wanita itu justru memanggil Dinda dengan panggilan Senja.
Sungguh Senja tidak bisa menelaah semua yang terjadi. Apa mungkin dia bertukar tempat menjadi Dinda, dan Dinda menjadi Senja? tapi mana ada dunia seperti itu. Lagi pula dia yang menjadi anak mereka, kenapa jadi bertukar dengan Dinda?
"Cepat lah ke sini Dinda, segera sarapan. Kau harus makan, kau perlu tenaga untuk menyelesaikan koasmu," ucap ayahnya kembali melihat ke arahnya.
Dinda yang tidak punya pilihan lain hanya mendekat dan duduk di samping ayahnya. Dia mengambil roti dan mengolesinya dengan selai coklat. Namun, semua aktivitasnya tidak ada yang fokus dia lakukan pikirannya tersita memikirkan kenyataan yang ada.
"Ma, aku berangkat duluan ya, banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan," ucap Dinda pamit dan mencium pipi Ayah dan ibu mereka.
Senja sengaja makan dengan perlahan agar semua orang pergi meninggalkannya dan dia bisa berpikir mengenai kejadian yang dia alami saat ini.
Dia melayangkan pandangan ke sekitar. Anehnya dekorasi rumah itu seperti dia kenal tetapi tidak pernah dia lihat sebelumnya. Dia hanya tahu di sudut itu ada sofa, di sana ada lemari hias dan beberapa barang juga persis seperti yang pernah dia ketahui letaknya tapi sama sekali dia belum pernah melihat ruangan ini beserta isi furniturenya. Hanya letak dan juga warna yang ada dalam ingatannya.
Samar-samar dia mengingat sesuatu. Tiba-tiba bola matanya terbuka dengan sempurna. Dia ragu, tapi kesimpulan itu melintas begitu saja dalam pikirannya.
"Lalu di segera bangkit dan mencari seseorang yang mungkin bisa menguatkan kesimpulannya. Dia mencari Juminten ke dapur.
"Bi, sini sebentar," panggilnya takut-takut. Kalau sampai yang dia pikirkan ini benar, maka dia pasti gila karena harus mempercayai hal ini terjadi padanya.
Pelayang itu buru-buru mendekat ke arahnya. "Ada apa, Non?" tanya Juminten ramah.
"Bi, namaku siapa?" tanya Senja.
"Non Dinda apaan sih, masak nama sendiri lupa, Non," sahut Juminten tersenyum. Baru kali ini dia melihat Juminten begitu tulus berbicara padanya, biasanya wanita itu terlihat muram setiap Senja memanggilnya.
"Dan yang tadi makan bersama papa dan mama adalah Senja?" tanya Senja memastikan.
"Ya... iya dong, Non. Dia non Senja, kakak non Dinda, Ada apa sih Non? bangun pagi ini kok Non Dinda sepertinya lupa pada semua orang?"
"Senja tidak mengatakan apapun lagi. Dia meninggalkan Juminten yang bengong melihat dirinya yang seperti orang linglung. Namun, baru sampai di pintu dapur, Senja kembali berbalik ke arah Juminten.
"Bi, apa aku adalah mahasiswa kedokteran dan senja bekerja di rumah sakit milik papa?" tanya Senja semakin bingung, merasa hal ini di luar nalarnya.
"Iya, kan Non. Memangnya kenapa sih tanya begini? bikin bibi makin takut, loh. Non Dinda baik-baik saja kan?" tanya Juminten.
"Nggak apa-apa, Bi. Aku cuman terjebak di dunia halu," jawabnya meninggalkan Juminten dengan segala kebingungan wanita itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Ayuk Vila Desi
biar senja bisa menghargai orang lain
2022-12-14
0
🍊𝐂𝕦𝕞𝕚
satria penjilat ulung makannya dia masih mau bersama senja sekalipun kurang dihargai
awas ja sikapmu yang seperti itu akan menjadi Boomerang untuk dirimu sendiri 😏😏😏 bisa jadi dinda dendam atas apa yang kamu lakukan pada nya
2022-11-09
0