Ginger tak lagi merasa sedih seperti beberapa hari kemarin. Tak ada lagi niatan untuk bunuh diri, meski ia belum tertarik untuk kembali menulis. Ia masih trauma dan belum bisa berdamai dengan masalah itu.
Semua akses yang menghubungkan dirinya dengan penggemar, ia tutup. Ia tak lagi membuka sosial media, atau bahkan aktif di dalamnya. Ia ingin berhenti melakukan apa yang selama ini ia lakukan. Kecuali satu hal baru yang mulai ia tekuni.
Datang ke acara jumpa fans yang diadakan oleh manajemen artis idolanya, Joseph Kim.
Seperti saat ini, Ginger duduk di bangku VIP, atas undangan dan privilege dari Joseph. Ginger tak tahu apakah lainnya juga mendapat hal yang sama istimewa, tetapi yang pasti, dirinya merasa cukup beruntung saat ini.
Ginger yang kemarin berpikir kalau tak akan ada keberuntungan untuknya, kini tak ada lagi.
Gadis itu maju ke depan saat semua berkumpul untuk meminta berfoto dan tanda tangan dengan sang idola. Tak hanya Joseph, melainkan beberapa artis ada bersamanya. Ginger terlalu kagum pada Joseph hingga tak sadar kalau antreannya selalu dipotong oleh beberapa penggemar lain.
Dengan penuh perjuangan, ia berhasil ada di barisan pertama dan kini berhadapan dengan Joseph Kim dan melihatnya dari jarak dekat.
Tidak, tidak!
Ia sudah pernah melihat Joseph Kim dari jarak dekat sebelumnya. Bahkan lebih dekat dibanding sekarang. Dekat hingga Ginger bisa rasakan betapa liat otot lelaki itu. Lalu aroma tubuhnya yang wangi ....
“Hey! Apa kamu akan mematung terus?” tanya lelaki yang duduk di hadapannya. “Kalau kamu ingin melamun seperti itu, minggirlah dan beri kesempatan yang lain untuk maju lebih dulu!”
Ginger membulatkan bola mata saat mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh lelaki itu. Benarkah itu Joseph Kim yang mengatakannya?
“Hey ... kita waktu itu pernah bertemu di jembatan. Apakah kamu ingat?” tanya Ginger, menanggalkan rasa malu dan memutuskan untuk menyapa lebih dulu. Ia tak peduli andai dianggap sok kenal.
Bukankah memang mereka sempat bertemu, meski tak saling mengenal?
“Apa kamu masih mengingatku?” tanya Ginger, lagi, saat Joseph tak merespon perkataannya, justru malah berbincang dengan artis lain seolah dirinya tak ada.
Ginger akhirnya hanya menyerahkan buku yang ia bawa, berharap sekadar tanda tangan, syukur-syukur kalau bisa berfoto dengannya. Namun, sekali lagi, Joseph justru seakan membangun dinding tinggi agar Ginger tidak mengungkit masalah di jembatan.
Bisa jadi demi reputasinya sebagai artis.
“Maafkan kata-kataku, tapi bisakah kamu memberiku tanda tangan?” tanya Ginger, yang masih dengan keteguhan hati meminta pada tokoh idolanya itu.
Satu kali, tak mendapat respon ....
Dua kali, tak dianggap ....
Ketiga kali, diabaikan ... Ginger akhirnya meletakkan buku dan pulpennya ke atas meja, tepat di hadapan Ginger, dengan kasar. Rahangnya mengatup ketat, tanda bahwa ia tak suka dengan sikap Joseph terhadapnya sebagai seorang idola terhadap penggemar.
Gadis itu sangat marah, sehingga memutuskan untuk angkat kaki dari ruangan itu.
“Privilege apanya? Aku bahkan gak digubris sama sekali. Apa artis selalu seperti itu, angkuh pada penggemarnya?” Ginger kemudian menghentikan langkahnya dan duduk di sebuah bangku tak jauh dari aula di mana diadakan jumpa fans.
“Aku gak bakal balik ke ruangan itu lagi,” gerutunya.
Namun, ia menoleh ke arah aula dan mendesah.
“Tapi sayang banget kalau gak berhasil dapatkan tanda tangan Joseph ....” Ia menundukkan kepala dan memegangi dengan kedua tangannya. “Sudahlah, aku pulang saja.”
Gadis itu kemudian bangkit, berjalan mengentak langkah yang sejak tadi ia ayunkan bersemangat menuju ke tempat ini, sekarang hanya langkah gontai karena apa yang terjadi tidak sesuai ekspektasi.
Ginger sudah berada di dalam lift, ketika kemudian lift kembali berhenti dan siapa yang masuk dan ada di ruangan besi itu, membuat Ginger tak mampu kendalikan perasaannya.
Kesal sekaligus senang yang tanpa ia sadari membuat jantungnya berdegup kencang dan darahnya berdesir.
Joseph yang mulanya berniat untuk meminta maaf atas sikapnya yang tak menghargai kehadiran Ginger, kini justru bersusah payah menahan hasrat yang harus ia kekang setengah mati sejak bertemu dengan gadis itu.
Ginger malam itu hanya tahu bahwa ia merasa nyaman berada dalam dekap dan perlindungan Joseph. Ia tak jadi berakhir dengan sebuah kebodohan.
Namun, tahukah Ginger apa yang dirasakan Joseph saat itu bahkan hingga kini?
Tidak ada yang tahu. Bahkan asistennya sekali pun.
“Ayo, Jo, kita turun sekarang!” ajak Alana, sang asisten. Namun, Joseph tampak ragu. Ekor matanya melirik Ginger yang membuang wajah ke arah lain.
Ia terlalu menyukai lelaki itu hingga melupakan kemarahannya. Dan andaikan Joseph turun sekarang, Ginger bisa pastikan dirinya akan melompat kegirangan seperti orang tidak waras.
Sayangnya, yang terjadi justru sebaliknya.
“Ehm, kamu turun saja duluan. Aku masih ada sedikit urusan,” ucapnya pada Alana. Gadis yang seusia Ginger itu kemudian mengangguk lalu keluar dari lift dan berbelok ke arah kanan.
Pasti ke kamar hotelnya.
Sementara itu, sepeninggal Alana, Joseph berbalik, kemudian mempertemukan maniknya dengan bola mata berwarna hazel milik gadis di hadapannya.
“Maaf,” ucap Joseph, singkat.
Joseph sungguh tak tahu bagaimana cara melakukan permohonan maaf yang baik terhadap seorang wanita. Ia sadar, apa yang dilakukannya pada Ginger beberapa menit lalu sangatlah keterlaluan.
“Maaf untuk apa?” tanya gadis itu, mengerjap, tak berani memandangi lekat-lekat wajah lelaki di hadapannya, tetapi tak bisa juga alihkan matanya dari wajah rupawan lelaki itu.
“Maaf untuk yang tadi.”
“Oh ... oke, gak masalah. Lagi pula aku juga gak tahu kenapa aku ada di sini. Karena sepertinya bukan kamu yang mengundang aku.”
Joseph membulatkan bola mata kala mendengar perkataan Ginger.
“Alana yang mengundang kamu.”
Ginger mendengkus, kemudian mengangguk. “Sudah kuduga.”
“Tapi atas perintahku.”
“Kenapa?”
“Karena ....” Joseph tidak bisa melanjutkan kalimatnya karena ia tak lagi bisa menahan perasaan yang sejak tadi seperti bergejolak dalam dadanya.
Ginger yang mulanya tidak menyadari keanehan Joseph, tetap saja berada di sana, menunggu lelaki itu mengatakan apa yang ingin disampaikannya.
“Joseph, kamu gak apa-apa?” tanya Ginger saat lelaki itu berpegangan pada dinding lift. Wajahnya menghadap didinding, dan dari sana Ginger baru sadari kalau Joseph tidak memiliki bayangan. “Oh, tidak ....”
Joseph berbalik, kemudian tanpa kendali menyerang Ginger yang berusaha membuka pintu lift agar bisa bebas dari sang idola yang telah berubah jadi makhluk mengerikan dan haus akan darahnya.
“Tidak! Kamu gak akan suka darahku, Jo! Pergi!”
Ginger menjauh dari lelaki itu. Namun, gerakan Joseph yang cepat dan kekuatan yang besar membuat Ginger pada akhirnya terkungkung di sudut dan Joseph mengunci posisi gadis itu dengan kedua lengannya bersandar pada lift.
Ginger menggeleng dan memejamkan mata, seiring Joseph yang mendekatkan wajah dan menempelkan bibirnya yang dingin serta taring tajamnya di leher gadis itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
💜Marlin🍒
😳 deg deg an dong gue
2022-11-30
0