Setelah lelah berkeliling Kebun Raya, Nala dan Reigha memilih berkunjung ke rumah bu Laras. Tidak butuh waktu lama karena tempat tinggal ibu dari Nala tidak jauh dari Kebun Raya.
Hanya sekitar lima belas menit, mobil yang ditumpangi mereka sudah memasuki perumahan tempat bu Laras dan Nanta tinggal.
Mobil akhirnya sampai di depan rumah. Pak Rudi membunyikan klakson agar petugas satpam yang berjaga segera membukakan pintu gerbang. Terdengar suara besi yang beradu dengan tuasnya, pertanda pintu mulai dibuka.
Setelah gerbang terbuka, pak Rudi membawa mobil itu memasuki pekarangan rumah Bu Laras. Nala menatap sendu pada bangunan berlantai tiga peninggalan ayahnya. Nala sangat merindukan suasana di rumah tersebut.
"Kenapa? Kamu ingat ayah lagi?" tanya Nala seakan paham dengan tatapan Nala.
Nala menoleh kaget. "Kok tahu sih? Setiap aku datang kesini, semua kenangan masa kecil seperti berputar di kepala layaknya kaset DVD," ucap Nala disertai kekehan pelan.
"Bukan VCD saja?" tanya Reigha melontarkan candaan.
Nala terkekeh pelan kemudian mengajak Reigha untuk segera turun. "Nanta sedang apa ya? Jangan-jangan dia pergi demo lagi," gumam Nala yang masih bisa didengar Reigha dengan baik.
"Nanta begitu juga meniru kamu mungkin?" tanya Reigha setengah mengejek. Keduanya masih berjalan beriringan menapaki batu andesit si teras rumah bu Laras.
Nala mencebikkan bibir, tidak berniat membalas karena mungkin hal itu ada benarnya. "Assalamualaikum," sapa Nala untuk pertama kalinya dengan tangan yang bergerak membuka pintu.
"Waalaikumsalam!" jawab suara yang diduga milik bu Laras dengan nada suara sedikit berteriak. Benar saja, tidak berapa lama sosok ibunya muncul dari sekat pembatas ruang tengah dan dapur.
"Nala? Reigha? Kalian datang?" ucap bu Laras menyambut hangat kedatangan mereka.
Nala langsung memeluk sang Ibunda kemudian mencium pipi kanan dan pipi kirinya. Setelah selesai, kini giliran Reigha yang menyalami tangan ibu mertuanya. "Ibu sehat kan?" tanya Reigha perhatian.
Bu Laras mengangguk. "Alhamdulillah Ibu sehat. Ayo duduk dulu kalian," ucap bu Laras terneyum hangat.
"Nanta kemana, Bu?" tanya Nala mengabaikan perintah sang Ibu untuk duduk.
"Dia ada di kamar. Susul sana," ucap bu Laras sambil berlalu menuju dapur.
"Mas! Mau ikut ganggu Nanta tidak?" tawar Nala dengan wajah tengilnya.
Reigha tersenyum. "Tidak. Aku disini saja untuk mengobrol bersama ibu," jawab Reigha santai.
Nala mengangguk paham lalu segera menaiki tangga menuju kamar Nanta berada. Dia tidak perlu repot-repot mengetuk pintu. Hanya perlu membuka pintu lalu melenggang masuk.
"Nanta! Sedang apa?" tanya Nala tiba-tiba hingga membuat Nanta beejenggit kaget.
"Mbak Nala tuh masuk kamar pernah ketuk pintu atau ucap salam dulu. Jangan asal main nyelonong saja, tidak sopan," ucap Nanta terdengar kesal.
Nala terkikik geli kemudian berjalan mendekati Nanta yang saat ini sedang sibuk mengerjakan entah apa di meja belajarnya.
"Mbak kira kamu ikutan demo hari ini," ucap Nala yang kini sudah berdiri sambil bersandar di tepian meja.
Nanta mengangkat kepala untuk menatap kakaknya. "Bisa tidak sih, Mbak jangan negatif thinking terus sama aku? Aku tidak seburuk itu, Mbak. Lebih parah Mbak Nala yang dululah. Aku masih dalam taraf mendingan," jawab Nanta menyombongkan diri.
Nala mendengkus pelan. "Tetapi, sekarang Mbak sudah taubat," jawab Nala mencari pembelaan.
Nanta mendecih mendengar ucapan kakaknya yang tidak sesuai kenyataan. "Apa berpakaian seperti ini yang Mbak bilang taubat? Tolong berdiri disana dulu, Mbak. Nanti Mbak Nala akan tahu penampilan Mbak yang sekarang seperti apa," ucap Nanta sambil mempersilahkan Nala untuk berdiri di depan cermin yang terletak di dalam kamarnya.
"Dasar adik durhaka!" gerutu Nala kemudian segera berbaring di ranjang milik Nanta yang hari ini menggunakan sprei bergambar Venom.
"Dek? Kamu tidak takut menggunakan sprei yang seperti ini? Bagaimana jika kamu ditelan sama dia?" ucap Nala sambil menunjuk gambar karakter berwajah seram.
"Dia sudah bersahabat denganku, Mbak," jawab Nanta yang saat ini sudah menyelesaikan tugasnya dan mendekat pada Nala.
"Mbak?"
"Hm?"
Saat ini keduanya sudah berbaring dengan posisi bersisian dengan memandang mata menatap langit-langit kamar.
"Mbak Nala kenapa jadi begini lagi? Apa ada masalah?" tanya Nanta seakan paham dengan masalah yang sedang kakaknya hadapi.
Nala sempat tertegun karena Nanta seperti memiliki ikatan batin yang kuat dengannya. Setelah berhasil menguasai diri, Nala menghela napasnya pelan. "Tidak ada. Mbak hanya sedang berusaha menjadi diri sendiri," jawab Nala berusaha menutupi masalah rumah tangganya.
Nala berusaha meredam rasa gugupnya karena adiknya itu selalu pandai membaca apa yang sedang kakaknya hadapi.
"Jangan berbohong, Mbak. Kalau Mbak tidak mau bercerita, aku tidak akan memaksa," jawab Nanta pada akhirnya.
Setelah itu, suasana menjadi hening. Nala dengan pikirannya begitu juga dengan Nanta. Hanya melakukan hal seperti itu bersama Nanta nyatanya mampu membuat hati Nala yang bergemuruh merasakan lebih tenang.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...Jangan lupa kasih dukungannya ya😘...
...mampir juga kesini yuk👇...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
Dinda Putri
lanjut
2022-11-23
1