Pagi harinya, Nala sudah rapi dengan mengenakan jeans dan kemeja oversize. Dia sudah mengurungkan niat untuk ke Bogor. Dia bisa mengunjungi ibunya lain kali saat kondisi rumah tangganya membaik.
"Bangun, Mas. Sudah siang ini loh," ucap Nala sambil menepuk pelan pipi Reigha.
Suaminya itu menggeliat dengan kelopak mata yang memicing. "Sudah siang ya?" tanya Reigha kemudian bangkit untuk duduk.
Nala mengangkat satu alisnya heran. 'Kamu pikir aku akan pergi hari ini pasti kan? Baiklah, aku tidak akan merusak kebahagiaanmu saat bangun pagi, Mas,' batin Nala masih ingin menyembunyikan bahwa dirinya batal berkunjung ke Bogor.
"Kamu sudah mau berangkat?" tanya Reigha yang tidak biasanya tersenyum begitu ramah.
Nala tersenyum miris. "Iya, sebentar lagi aku berangkat," jawabnya tidak sepenuhnya bohong. Memang benar bukan? Nala akan berangkat? Ya, walaupun berangkat ke kantor bersama suaminya.
"Ya sudah. Kalau mau berangkat hati-hati di jalan ya? Maaf karena aku tidak bisa mengantarkanmu," ucap Shaka lembut yang tidak seperti biasanya.
Sebahagia itukah Shaka ketika dirinya akan pergi? Bagaimana jika Nala pergi dan tidak akan kembali lagi? Apakah Reigha akan tetap bahagia atau justru sebaliknya? Sungguh, dada Nala kini berdenyut nyeri ketika melihat mata suaminya berbinar bahagia.
"Kamu bahagia sekali kelihatannya, Mas," sindir Nala kemudian beranjak dari ranjang dan meninggalkan Reigha begitu saja.
Terlalu lama bersama suaminya justru akan semakin membuat hati Nala tersiksa. Lebih baik Nala mengisi perutnya terlebih dahulu agar setelah itu, Nala bisa kuat menghadapi kenyataan.
Saat Reigha turun, Nala sudah menyelesaikan acara sarapannya. Nala berusaha mengulas senyum agar tidak terlihat begitu menyedihkan. "Kamu sudah mau berangkat?" tanya Reigha lagi yang masih dengan raut wajah bahagianya.
"Aku tidak jadi ke Bogor," jawab Nala santai.
Nala melirik sekilas pada Reigha yang kini berhenti melangkah, seakan pernyataannya barusan adalah sebuah bom yang berhasil meledak.
"Tapi kenapa?" tanya Reigha terlihat frustasi.
Nala menatap Shaka dengan tatapan kecewanya. "Karena aku ingin menjaga apa yang harus aku jaga," jawab Nala kemudian memalingkan muka.
"Maksudnya?" tanya Reigha dengan dahi mengkerut dalam.
"Lupakan. Kamu tidak akan paham selama belum pernah merasakan arti kehilangan," jawab Nala kemudian beranjak dari kursinya.
"Aku akan ke kantor hari ini. Aku tunggu kamu di mobil," ucap Nala datar kemudian berlalu meninggalkan Reigha yang masih berdiri mematung.
................
Reigha perhatikan, sejak tadi Nala hanya diam dan ketika dirinya bertanya, hanya akan dijawab singkat.
"Kamu tidak makan siang, La?" tanya Reigha menatap Nala yang kini sedang duduk di sofa ruang kerjanya dengan mata menatap awas laptop di pangkuan. Nala hanya menggeleng. Mulutnya seperti sangat lelah hanya untuk menjawab pertanyaan Reigha.
"Kenapa?" tanya Reigha berharap kali ini akan berhasil membuat Nala berbicara. Namun sayang, lagi-lagi Nala hanya menanggapi dengan gelengan.
"Kalau mau makan siang, silahkan," ucap Nala mengizinkan namun, tatapannya tak pernah ingin menatap Reigha.
"Tidak, pesan online saja," jawab Reigha kemudian mengotak-atik ponselnya. Dua menu makan siang akhirnya berhasil Reigha pesan. Bagaimanapun, Nala masih menjadi tanggung jawabnya terlepas bagaimana hubungannya dengan Nala saat ini.
Tidak butuh waktu lama karena penjual menu makan siang tersebut memang dekat dengan Cakrawala Group. Ada satu office boy yang mengantar pesanan Reigha menuju ruanganya. Reigha beranjak dari kursi kebesaran untuk mengambil makanannya.
Saat sudah berada di ambang pintu, Reigha bisa melihat Sandra yang kini raut wajahnya terlihat kesal. "Kamu tidak ingin makan siang bersamaku, Mas?" ucap Sandra dengan suara tertahan.
Reigha melirik Nala sekilas yang saat ini sedang mengawasi gerak-geriknya. Seketika Reigha mempunyai ide cemerlang agar Nala mau bersuara.
"Masuk saja, San. Kita makan siang bersama," ucap Reigha pada Sandra. Melupakan tujuan awalnya untuk makan bersama Nala. Namun, tatapannya justru tertuju pada Nala. Reigha mencoba melihat lagi bagaimana ekspresi wajah Nala dan berharap ada raut cemburu disana. Namun, saat Sandra sudah masuk ke ruangan, Nala sama sekali tidak bersuara dan seperti bersikap acuh.
"Kamu mau aku suapi, San?" tawar Reigha lagi berusaha membuat Nala terbakar api cemburu.
"Mau dong, Mas."
"Maaf ya, Mbak Nala. Sepertinya Mas Reigha begitu mencintaiku," ucap Sandra menyombongkan diri.
Hal itu tetap tidak membuat Nala mengangkat kepala dari laptopnya. Entah mengapa, Reigha tidak suka dengan sikap Nala yang seperti sekarang ini.
Tiba-tiba, pintu ruangan kembali diketuk dari luar. Lalu setelah itu, Dandy muncul lalu melenggang masuk begitu saja. "Reigha! Kita makan siang ber ... Sa ... Ma," ucap Dandy terpotong-potong.
"Eh!" ucap Dandy ketika sadar ada dua wanita di dalam ruangan tersebut. "Ada Nala?" Kini tatapan Dandy terarah pada Nala dengan bibir yang mengulas senyum.
Nala balas tersenyum. "Iya, ada aku disini, Mas. Sudah hampir lima hari aku di kantor terus. Sini ... Duduk, Mas," ucap Nala yang seketika ramah.
"Sorry ya, Ga. Aku duduk sama istrimu dulu. Kamu boleh lanjutkan aktifitas kamu," ucap Dandy kemudian segera mengambil posisi duduk di samping Nala yang hanya berjarak tiga puluh sentimeter.
"Ada apa kesini, Mas? Apa Mas Dandy sering kesini biasanya ya?" tanya Nala kemudian menutup laptop yang sejak tadi menjadi bahan fokusnya.
"Ini," ucap Dandy sambil mengangkat paperbag bertuliskan nama restoran ternama.
"Tadinya aku mau kasih Reigha. Tapi, melihat Reigha yang sedang makan, aku kasih ke kamu saja," jawab Dandy kemudian mengeluarkan isi dari paperbag tersebut.
Nala memperhatikan bagaimana wajah Dandy saat ini ketika melihat Reigha sedang makan bersama Sandra. Nala amati, Dandy sama sekali tidak menunjukan raut terkejut, marah dan sebagainya. Apa itu berarti perbuatan Reigha sudah biasa dilakukan? Apa Dandy tahu sesuatu? Seketika pikiran Nala penuh akan pertanyaan-pertanyaan.
"Ya sudah, menu makan siangnya apa? Tapi, apapun itu akan tetap aku makan kok," ucap Nala kemudian mengambil salah satu dus mini berisi makan siangnya.
Nala membuka penutup hingga aroma wangi masakan menguar ke indera penciumannya. "Wah! Bakmi! Aku makan ya, Mas?" ucap Nala meminta izin yang segera mendapat anggukan dari Dandy.
Reigha yang sejak tadi memperhatikak interaksi istri dan sahabatnya, memgepalkan kedua telapak tangannya. Reigha tidak terima Jian Dandy berniat untuk menikungnya. Jangan sampai itu terjadi.
"Mas? Mereka berdua cocok kan?" ucap Sandra yang berhasil menyadarkan Reigha dari amarahnya. Reigha bergeming dengan pikiran yang berusaha mencerna bahwa yang dilakukan Nala itu salah.
Harusnya Nala tidak bersikap manis pada pria lain disaat statusnya masih menjadi istrinya. Namun, keberadaan Sandra cukup menampar Reigha bahwa semua itu bermula mungkin karena ulah Reigha sendiri.
"Tidak cocok sama sekali," geram Reigha saat melihat Dandy mengulurkan tangan untuk mengelap sisa makanan di sudut bibir Nala.
Brak!
Reigha menggebrak meja cukup keras hingga membuat semua yang berada di ruangan menoleh terkejut.
"Kalau ingin bermesraan bukan disini tempatnya. Silahkan kalian berdua keluar," ucap Reigha penuh penekanan.
Nala tersenyum miring dengan satu alisnya terangkat naik.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...yuk mampir ke karya temanku sambil nunggu disini update🙃...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
Nadrah Nandar
la egois emang di situ aja yang bisa
2022-11-16
0
Lia Fadliiea
rasanya sakit kan ...baru aja ngobrol apa kabar kamu yg sllu nempel kayak prangko
2022-11-16
1
pecinta duren💜💜💜
🤣🤣🤣baru sgtu km UD emosi..lah situ..apanya mesra"an kampret
2022-11-16
0