"Ya Allah, Bu Nala!" pekik bi Ati panik.
Pak Rudi yang saat ini sedang menikmati kopinya terpaksa mendekat ke arah sumber suara. "Bu Nala!" pekik pak Rudi ikut panik.
Nala sudah meringis menahan sakit di sekujur tubuhnya. Tapi, sakit itu tidak sebanding dengan rasa sakit di hatinya. Sungguh, ini merupakan perlakuan kasar Reigha yang pertama kalinya. Sebelumnya, Reigha tidak pernah sekasar ini padanya.
Mata Nala berkaca-kaca hingga detik berikutnya, Nala sudah menangis kesakitan.
"Bu Nala? Bu Nala terluka parah. Kita ke rumah sakit sekarang," ucap bi Ati panik.
Nala hanya mengangguk menanggapi. Keadaan hatinya sudah terlalu sakit hingga tidak sempat melihat bagaimana luka di tubuhnya. Sepanjang perjalanan, Nala hanya diam menikmati rasa sakit yang menderanya. Rasa sakit di tubuh sekaligus hatinya. Nala begitu kecewa pada Reigha yang sudah sengaja melukainya.
"Bu? Mengapa bisa sampai seperti itu?" tanya bi Ati khawatir.
Nala hanya tersenyum tipis, tidak berniat membalas ucapan bi Ati. Lebih tepatnya, Nala belum siap menceritakan masalah rumah tangganya.
Setelah berada di rumah sakit, Nala akhirnya mendapat penanganan dan harus dirawat paling lama dua hari. Nala menyetujui saran dokter karena dengan begitu, Nala punya waktu untuk menyendiri.
Akhirnya, Nala menyuruh bi Ati dan pak Rudi untuk pulang terlebih dahulu. Nala ingin diberi waktu sendiri walau itu berada dalam rumah sakit. Hatinya masih terasa sesak ketika mengingat Reigha yang telah dengan sengaja menyerempet tubuhnya.
"Aku tidak habis pikir dengan sikap kamu yang sekarang, Mas. Kamu sudah benar-benar berubah," monolog Nala dengan air mata yang tidak berhenti menetes.
"Aku mau lihat. Apakah kamu akan datang kesini dan mencariku?" sambungnya lagi.
Ya, Nala berpesan pada bi Ati maupun pak Yanto agar tidak memberitahukan keberadaannya. Nala sedang tidak ingin melihat Reigha, suaminya. Rasa kecewa, sedih, sakit hati seakan sedang mendominasi relung hatinya.
Di tempat lain, Reigha baru saja memasuki rumahnya. Setelah memarkirkan mobil, Reigha langsung masuk dan menuju kamarnya. Keadaan rumah sudah gelap. Hanya menyisakan lampu corner yang cahayanya pendar.
Wajar. Malam sudah semakin larut dan ketika Reigha melihat jam di pergelangan tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul sebelas tepat.
Reigha bergegas menuju kamarnya. Saat pintu terbuka, keadaan ruangan sangat gelap hingga mengira jika Nala sudah tertidur. Akhirnya, Reigha memilih untuk menghidupkan lampu corner agar ruangan sedikit lebih terang tanpa mengganggu Nala yang sudah tertidur.
Saat lampu menyala, alis Reigha bertaut ketika melihat kasur yang harusnya di tempati Nala masih terlihat rapi. "Nala kemana malam-malam begini?" tanya Reigha heran.
"Apa dia masih marah padaku? Mengapa dia marah?" tanya Reigha merasa tidak habis pikir sikap Nala.
Akhirnya, Reigha memutuskan untuk menelepon Nala. Bagaimanapun, Nala tetaplah istri yang masih menjadi tanggung jawabnya.
Hingga dering kelima, belum ada tanda-tanda Nala akan menerima telepon. Yang ada, hanya suara operator yang menginterupsi. Reigha menghela napasnya kasar. "Kamu kemana sih, Nala! Jangan membuatku repot dengan ulahmu!" kesalnya pada Nala.
Daripada pusing memikirkan Nala, Reigha memilih untuk berganti pakaian dan pergi tidur. Namun, hingga waktu menunjukkan pukul dua pagi, Reigha belum juga terlelap. Matanya seperti memaksa agar tubuh Reigha tetap terjaga.
Karena merasa percuma, Reigha bangkit dari ranjang menuju kamar di sebelah garasi, yaitu kamar pak Rudi. Reigha akan bertanya dimana keberadaan istri yang sudah merepotkannya itu.
"Pak Rudi! Pak Rudi! Bangun, Pak!" ucap Reigha sedikit mengeraskan volume suaranya.
Pintu terbuka menampakkan pak Rudi yang saat ini matanya masih terpejam. "Ada apa ya, Pak?" tanya pak Rudi sambil tangannya mengucek kelopak mata.
"Bapak tahu dimana keberadaan istri saya tidak? Malam-malam seperti ini dia belum pulang. Heran saya," ucap Reigha terdengar kesal.
Pak Rudi yang awalnya masih mengantuk, mendadak matanya terbuka lebar ketika nama Nala ditanyakan. Pak Rudi menatap Reigha dengan tatapan datarnya. "Bu Nala di rumah sakit," jawabnya datar.
"Siapa yang sakit?" tanya Reigha dengan dahi mengkerut bingung.
Pak Rudi tampak tidak terima dengan pertanyaan Reigha. Namun, dia tetap menjawabnya agar Reigha segera bertanggungjawab atas perbuatannya. "Bu Nala yang sakit. Tadi siang keserempet mobil Pak Reigha. Apa Bapak sudah amnesia?" tanya pak Rudi kesal.
Reigha membelalak tak percaya. "Yang benar saja, Pak? Jangan berbohong," jawab Reigha masih belum percaya.
"Silahkan dicek sendiri saja, Pak. Nanti Bapak juga akan tahu," ucap pak Rudi kemudian masuk untuk megambil sesuatu.
"Ini rumah sakit beserta kamar inapnya," sambungnya lagi sambil menyodorkan secarik kertas alamat rumah sakit tempat Nala dirawat.
Tanpa menunggu lama, Reigha bergegas menjalankan mobilnya menuju rumah sakit yang sudah pak Rudi beritahukan. Dua puluh menit kemudian, Reigha sudah sampai dan langsung mencari ruangan tempat Nala dirawat inap.
Tidak sulit menemukannya karena saat ini Reigha sudah berdiri di depan ruangan tersebut. Ruangan tempat Nala dirawat merupakan kamar VIP sehingga, hanya ada Nala di dalam kamar tersebut.
Ceklek.
Reigha membuka pintu ruangan hingga sosok Nala kini terlihat. Dia sedang duduk di atas brankar dengan tatapan kosong. Jangan lupakan perban yang saat ini sudah membungkus kaki dan tangan sebelah kirinya.
"Nala?" panggil Reigha lembut ketika tahu bahwa Nala belum tertidur walau waktu sudah dini hari.
Nala menatap sekilas pada seseorang yang sudah menorehkan luka dalam di hatinya. Setelah itu, Nala kembali melamun memikirkan jalan hidup yang sudah terlanjur di pilih.
Nala mendengar langkah kaki dari sepatu pantofel mendekat dan ekor mata Nala bisa menangkap sosok yang kini sudah berdiri di sampingnya.
"Nala? Kamu baik-baik saja?" tanya Reigha yang kini sudah duduk di kursi yang terletak di sebelah brankar. Nala bergeming, masih sibuk dengan dunianya sendiri.
"Nala? Tolong jawab aku. Jangan buat aku khawatir," tanya Reigha lagi merasa kesal karena tidak ada jawaban dari Nala.
Nala tersenyum jengah. "Kamu khawatir padaku atau khawatir ibu dan mama tahu?" Nala melontarkan pertanyaan bernada sarkasme.
"Kamu bicara apa sih, La!" sentak Reigha tidak terima.
Nala tersenyum getir. Kamu sudah menyakitiku," ucap Nala kemudian air matanya ikut jatuh mengalir di permukaan kulit wajahnya.
"Aku tidak sengaja, La. Aku tidak tahu jika kamu terserempet mobilku," ucap Reigha mencari pembelaan diri.
"Lebih baik aku beritahukan semua kelakuan kamu pada ibu dan mama," ucap Nala bersungguh-sungguh.
Reigha terlihat tidak terima. "Jangan gila kamu!" sentak Reigha tidak terima.
"Kamu yang gila!" jawab Nala tak mau kalah meninggikan suaranya.
"Kamu yang gila, bukan aku. Kamu yang sudah bermain api terlebih dahulu tanpa memikirkan bagaimana perasaanku. Apa pernah kamu tanya bagiamana perasaanku? Tidak, Mas. Kamu sama sekali tidak peduli dengan itu," ucap Nala menumpahkan air matanya.
"Bahkan, laranganku sama sekali tidak didengar olehmu. Aku kecewa, Mas,"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
Wo Lee Meyce
perempuan yg bodoh karna cinta,,macm laki du dunia cuma satu ja,,,laki gila ju mau di belain
2023-09-15
0
Shautul Islah
laki2 gila
2023-01-06
0
Aas Azah
reigha kamu sudah memutuskan untuk berumah tangga harus nya kamu melupakan masa lalu mu, jangan bermain api yang membakar rumah tangga mu🙄
2022-11-07
0