Pukul lima sore, Reigha sudah berada di rumah dan berusaha mencari kesibukan dari mulai membersihkan diri hingga mencari baju yang akan dikenakan. Hal itu dilakukan untuk menghindari pertanyaan yang akan Nala lontarkan. Entahlah, Reigha merasa takut ketika melihat Nala hanya duduk terdiam di sisi ranjang.
"Kaos warna putihku dimana, La?"
"Celana pendekku dimana, La?
"Oh disini ya?"
"Oke, sudah ketemu,"
Sejak tadi Reigha tidak berhenti berbicara semata-mata untuk menetralisir kegugupannya. Sedang Nala, dia tidak menjawab, hanya memerhatikan Reigha yang bergerak kesana dan kemari.
"Duduklah disini, Mas. Ada yang harus aku bicarakan," ucap Nala tercekat.
Tidak ada pilihan lain, Reigha mengambil posisi duduk di samping Nala. Kepalanya menunduk lesu, pasrah dengan apapun yang akan Nala putuskan.
"Sudah berapa lama, Mas?" tanya Nala membuka pembicaraan.
"Apanya? Oh, yang tadi siang ya?" jawab Reigha terdengar gugup.
"Sudah berapa lama?" ucap Nala mengulang pertanyaannya.
Reigha menghembuskan napasnya kasar sebelum menjawab. Seakan, pertanyaan Nala merupakan soal ujian yang begitu sulit dijawab. "Satu bulan yang lalu," jawabnya pada akhirnya.
"Mengapa kamu lakukan itu padaku? Apa salahku?" tanya Nala dengan nada bergetar.
"Kamu tidak bersalah. Aku yang salah karena belum bisa melupakan Sandra. Tolong beri aku kesempatan untuk kembali dengannya. Aku sudah lama menginginkan pertemuan ini," pinta Reigha dengan kedua telapak tangan yang menangkup di depan dada.
Nala tertawa getir. "Lalu bagaimana denganku?" tanyanya merasa terluka.
Reigha mengangkat kepala untuk menatap Nala. "Aku tidak akan melepaskanmu karena itu akan membuat mama marah. Aku mohon, bantu aku untuk bisa kembali dengan Sandra," ucap Reigha lagi dengan tanpa perasaan.
Sesak sekali dada Nala saat ini. "Apa tidak ada cinta untukku walau sedikit saja?" tanya Nala dengan bibir bergetar menahan isakan. Matanya sudah membendung cairan bening yang sebentar lagi akan mengalir deras.
"Maaf, La. Tapi, rasa cintaku pada Sandra lebih besar," jawab Reigha jujur yang justru semakin membuat relung hati Nala terluka beribu-ribu kali.
Nala menghela napas lelah. "Semalam kamu tidur dimana? Apakah kamu benar-benar lembur?" Nala bertanya walau sudah tahu jawaban Reigha akan semakin menyayat hatinya.
"Aku ... Tidur di apartemen Sandra," jawab Reigha yang tidak ingin menutup-nutupi.
Nala memejamkan mata dalam-dalam. Setetes cairan kristal berhasil lolos dari matanya. "Sudah sejauh apa?" tanyanya lagi, berharap jawaban Reigha bisa sedikit menenangkannya.
"Hanya sekedar tidur bersama." Jawaban Reigha membuat sekujur tubuh Nala mendadak lunglai. Tidur bersama seperti apa yang Reigha maksud? Pikiran buruk seketika menghampiri. Apa ini pertanda bahwa Nala akan benar-benar kehilangan suaminya?
"Kamu tahu kan, Mas? Apa yang kamu lakukan itu tidak benar?" tanya Nala disela isak tangisnya.
Reigha mengangguk sebagai jawaban. "Aku tahu."
"Lalu mengapa kamu masih melakukannya? Padahal, kamu sudah tahu antara salah dan benar. Besok, aku akan bilang pada ibu kalau kamu—"
Ucapan Nala terhenti saat Reigha tiba-tiba saja bersimpuh di kakinya. "Tolong, jangan katakan apapun pada ibu. Bantu aku merahasiakannya," pinta Reigha tanpa beban.
"Lalu bagaimana dengan cintaku? Aku sudah terlanjur mencintaimu, Mas. Coba kamu lihat aku sedikit saja," ucap Nala menunduk untuk bertemu tatap dengan mata Reigha.
Reigha tampak terkejut hingga tangan yang memegangi kaki Nala terlepas. "Seharusnya, kamu tidak boleh mencintaiku," ucap Reigha lesu.
"Begini saja," ucap Nala kemudian mengangkat bahu Reigha untuk berdiri. Saat sudah berdiri, Nala mendongak dan menyentuh salah sisi wajah Reigha. Ibu jarinya bergerak naik-turun mengelus lembut wajah tampan suaminya.
Cup.
Nala mengecup bibir Reigha sekilas. "Kamu pilih aku atau Sandra? Aku adalah istri kamu, sedangkan Sandra hanyalah mantan kamu," ucap Nala memberi pilihan.
Reigha menatap Nala lekat. "Jangan beri aku pilihan. Aku tidak bisa," jawab Reigha kemudian melepas tangan Nala yang berada di wajahnya. Kemudian, Reigha berjalan keluar meninggalkan Nala sendirian di kamar.
"Kamu pengecut dan pengkhianat, Mas," ucap Nala yang masih bisa Reigha dengar. Selepas kepergian Reigha, Nala kembali duduk di sisi ranjang. Sesak sekali rasanya mendengar kenyataan dari mulut suaminya. Nala pikir, pernikahannya akan berjalan lancar dan harmonis. Tapi nyatanya, sudah satu bulan ini Reigha berbohong di belakangnya.
................
Setelah meninggalkan Nala sendirian, Reigha mengendarai mobilnya menuju apartemen Sandra. Dia begitu rindu dengan kekasih hati yang seharian ini tidak membalas atau mengangkat telepon darinya.
Tidak berapa lama, Reigha sampai di lobi apartemen Sandra dan tanpa menunggu lama, segera menuju kamar apartemen.
Tidak perlu membunyikan bel karena Reigha sudah tahu kata sandi apartemen Sandra. Setelah terdengar bunyi bip, Reigha melenggang masuk dan mendapati Sandra yang sedang berdiri di dapur.
Grep.
Reigha langsung memeluk Sandra dari belakang hingga membuat kekasihnya berjenggit kaget. "Aku kaget, Ga. Kamu datangnya secara diam-diam begitu," kesal Sandra dengan mata melotot.
"Sengaja agar kamu terkejut. Aku sangat merindukanmu," ucap Reigha kemudian menghidu aroma tubuh Sandra yang selalu memabukkannya.
"Geli, Ga. Jangan ganggu dulu karena aku mau membuatkanmu telur goreng," ucap Sandra tertawa geli.
Reigha terkekeh kemudian melepaskan belitan tangannya di pinggang Sandra. Kemudian, Reigha memperhatikan cara Sandra memasak telur yang didadar. "Kamu membuat telur dadar ya?" tanya Reigha
Sandra mengangguk. "Hanya telur yang bisa aku masak. Untuk memasak masakan yang lain, aku tidak bisa," jawabnya dengan wajah dibuat memelas.
"Istri kamu ... Bagaimana? Dia marah atau tidak?" tanya Sandra tanpa beban, seakan perbuatannya datang di antara Reigha dan Nala adalah perbuatan yang wajar. Nala jelas marah. Tetapi, marahnya Nala berbeda dengan marah orang kebanyakan. Marahnya Nala masih bisa tenang dan hanya kata-kata yang diucapkannya terdengar pilu. Hal itulah yang membuat Reigha tidak bisa melepas Nala begitu saja.
Entahlah, Reigha juga tidak paham mengapa dirinya tidak ingin kehilangan Nala. Padahal, jelas-jelas dirinya masih berhubungan baik dengan Sandra.
"Dia marah. Tetapi aku yakin, Nala hanya marah sebentar. Setelah itu, dia akan bersikap baik dan manis lagi padaku," jawab Reigha dengan yakin.
Sandra tersenyum lalu merangkul leher Reigha. "Itu lebih baik. Dengan begitu, aku juga bisa menjadi istri keduamu," ucap Sandra merayu.
Reigha menautkan kedua alisnya. "Istri kedua?" tanya Reigha seperti tidak pencaya dengan pendengarannya.
Sandra mengangguk. "Memangnya kenapa? Kamu tidak mau menjadikanku istrimu?" tanya Sandra dengan bibir cemberut.
Reigha menggeleng cepat. "Tidak. Bukan seperti itu maksudku. Hanya saja, aku belum berpikir sampai ke jenjang pernikahan untuk hubungan kita yang sekarang," jawab Reigha dengan hati-hati.
Sandra memicing menatap Reigha lalu tangannya yang mengalung segera dilepas. "Jangan bilang kamu sudah mulai mencintai istrimu itu? Kamu harus ingat, Ga. Dia yang sudah memisahkan kita!" ucap Sandra memberikan doktrin buruk pada pikiran Reigha.
Dan entah mengapa, Reigha merasa tidak terima ketika Nala dituduh seperti itu oleh Sandra.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
Sulati Cus
bikin mama marah /krn takut saham istri mu lbh besar klu aku bkl tak lengserin misua modelan kyk gini
2023-01-08
3
Shautul Islah
yo wes iku pilien ga, biar nala pergi aja dari kamu, laki2 penghianat tak pantas di perjuangkan
2023-01-06
0
Netty Ellyana M Tobing
wanita bodoh,dgn pria yoyo😮
2022-12-10
0