Journey 05: Slander

Kini, Rheina dan Andi tinggal untuk sementara waktu di sebuah vila pemberian Raja Rovin kepada mereka. Vila itu terlihat sederhana di luar, tetapi terlihat mewah di dalam. Di waktu sama, Andi memulai sebuah diskusi. "Apa kamu tahu, Rheina. Quest raja itu sangat sulit. Itu sesulit berburu hewan yang memiliki harta karun langka. Jika kita melakukannya berdua, itu akan lebih mudah seperti kita mengalahkan Veidro di arena kemarin."

Sebenarnya, Rheina merasa kesulitan menjalankan quest hanya dengan mereka berdua saja. Lalu, Andi mulai mengusulkan tentang kerja sama tim. Dia berpikir akan lebih bagus jika ada seseorang lagi yang mau diajak bergabung. Mendengar usulan Andi, Rheina berpikir hal seperti itu dapat melibatkan orang lain dalam masalah. Andi mengusul lagi untuk mencari seseorang dengan tujuan terkait pada perjalanan mereka nanti. Akhirnya, Rheina menyetujuinya.

Kemudian Andi bertanya, "Apa ada seseorang kamu kenal di kota ini, Rheina?"

"Soal itu … Rheina pernah berada di sebuah bar. Di sana, hanya ada dua orang yang baru Rheina kenal. Salah satunya pekerja sampingan di sana, si Zihan. Tapi, Rheina tidak yakin jika dia memiliki tujuan …," jelasnya secara rinci.

"Kita harus menanyakannya terlebih dahulu. Sebaiknya kita harus tidur supaya tidak kesiangan untuk menemuinya." Mereka meninggalkan ruang tamu untuk segera tidur di kamar masing-masing. Keesokan harinya, Rheina bangun lebih awal. Dia hendak membangunkan Andi yang masih tertidur pulas.

"Andi, bangunlah! Kamu bilang kita harus pergi."

"Uh … memangnya ini jam berapa?"

"Ini sudah jam 8!"

"Apa?! Ya sudah, aku akan bersiap-siap!"

Setelah sarapan, Mereka berdua berangkat pergi ke taman kota untuk menuju ke Fendy's Bar. Mereka masuk ke sana dan hanya memesan minuman. Rheina bertanya pada Fendy mengenai Zihan. Sayangnya, Zihan tidak bekerja. Diketahui, Zihan hanya akan bekerja jika ramai pelanggan saja mengingat dia hanyalah pekerja sampingan.

Andi bertanya tentang keberadaannya sekarang. Fendy menaruh minuman pesanan mereka, lalu memberi tahu kebiasaan Zihan, yaitu pada saat ingin pamit, dia berkata ingin pergi ke 'tengah-tengah'. Rheina langsung menyadari maksudnya adalah sebuah pusat kota. Mereka berdua menghabiskan minuman, lalu bergegas meninggalkan bar untuk mencari Zihan.

"Bagaimana kalau kita berpencar mencari wanita yang kamu maksud?" ajak Andi.

"Jika berpencar saja, mungkin akan melelahkan. Bagaimana kalau kita sambil mencari peralatan dan bahan pokok sehari-hari kita?" saran Rheina.

"Ide bagus. Aku akan pergi ke pasar, lalu kamu ke pusat kota." Mereka pun berpencar ke tempat masing-masing.

"Dimana, ya …. Rheina belum tahu banyak tentangnya karena hanya bertemu dua kali. Mungkin Rheina tanya saja pada orang-orang sekitar," batinnya.

Rheina bertanya-tanya dengan orang di sekitar mengenai Zihan, namun tidak ada hasilnya sama sekali. Tak lama, Rheina melihat cahaya. Dia ikuti cahaya itu sampai menuju ke lorong gang sempit. Sesampainya di sana, tiba-tiba cahaya itu menghilang.

"Tadi itu apa, ya? Hmm … lupakan saja." Rheina ingin meninggalkan tempat, tetapi tiga orang aneh muncul untuk menghadangnya.

"Halo, Nona. Apa kamu tersesat? Sini dekati abang," goda pria pertama.

"Dilihat-lihat, kamu cantik juga, Nona Manis. Pengen cubit, hehe," lanjut pria kedua.

"Ermm … apa kalian bisa membiarkan saya pergi?" Rheina menjauh dari ketiga pria itu.

"Abang-abang di sini baik, kok. Ayolah kemari," kata pria ketiga.

"Saya mohon …," harap Rheina ketakutan pada ketiga orang itu.

"Kamu cantik banget, sumpah. Aku akan–" Jleb! Tiba-tiba, pria pertama itu jatuh pingsan. Suasana menjadi kacau.

"Hey, siapa itu berani-beraninya–" Jleb! Pria kedua ikut jatuh pingsan. Rheina heran dengan situasinya.

"A–apa-apaan ini! T–tolong … ada han–" Jleb! Ketiga pria itu pingsan semua.

"Eh … kenapa pada mendadak pingsan?" Rheina menyelidiki tubuh mereka. Dia menemukan sebuah jarum bius yang tertancap di leher ketiga pria itu. Hal itu membuat Rheina merinding.

"Apa kau tak apa-apa?" ucap seseorang tidak dikenal dari jauh.

"Siapa itu?" tanya Rheina makin merinding, "ini perbuatanmu?"

"Benar. Ini aku." Seseorang memperlihatkan dirinya. Ternyata itu adalah Zihan. Rheina pun kaget dan heran dengan kemunculannya secara kebetulan. Zihan memberi tahu bahwa tempat itu memang selalu rawan kejahatan preman seperti yang Rheina alami tadi. Rheina berterima kasih, lalu menjelaskan tentang tujuannya pada Zihan. Karena tempatnya gelap, mereka pun keluar dari gang sempit, lalu jalan bersama sambil berbincang-bincang.

Zihan berkata, "Kenapa mencariku? Sepertinya, kau sedang ada masalah setelah insiden kontes semalam."

"Ah, itu …."

"O ya, berbicara soal kontes, aku tak nyangka kamu ini kecil-kecil cabe rawit, haha."

"Eh, benarkah? Jadi malu, hehe …."

"Sebenarnya, siapa kau ini?"

Di sela percakapan, Andi datang menghampiri mereka berdua dengan napas tersengal-sengal. "Rheina, ternyata … kamu … ada di sini …!"

"Andi? Kenapa kamu sampai berlarian begitu?" tanya Rheina.

"Aku sudah mencari di pasar tapi tak ad–" Andi menoleh ke arah Zihan. "Eh … apakah dia orangnya, Rheina?"

"Benar, dia adalah Zihan. Kami baru ketemuan di sini," terangnya.

Andi dan Zihan kemudian berkenalan. Zihan langsung menyadari bahwa Andi adalah lawan Rheina pada kontes kemarin. Di saat semua berkumpul, Rheina pun mulai memberi tahu tujuan mereka. Kemudian, Zihan menyarankan untuk singgah sebentar di tempat penginapannya. Rheina bertanya, "Apa tidak apa-apa?"

"Tentu saja. Kan kalian tamuku," jawab Zihan. "Mari kita pergi."

Zihan mengajak mereka berdua ke tempatnya menginap. Lagi-lagi, terlihat sosok misterius berjubah merah berada di penginapan Zihan. Dia terlihat mencurigakan dan hilang begitu saja. Akhirnya, mereka pun tiba kemudian masuk ke kamar Zihan.

"Jadi, kamu menginap di sini, Zihan?" tanya Rheina sembari melirik kanan kiri dan melihat ada potret Zihan dengan keluarganya.

"Iya. Lebih tepatnya aku menyewa tempat ini untuk sementara waktu." jawab Zihan sembari menyediakan minuman pada mereka. "Bagaimana dengan kalian berdua? Kalian tinggal di mana?"

Andi menjelaskan sebuah vila dari arah barat daya kerajaan yang menjadi tempat tinggal mereka. Zihan terpukau sesaat mendengarnya. Kemudian, mereka mulai berbicara tentang tujuan mereka tadi. Rheina menjelaskan kejadian kemarin dan sang raja meminta mereka untuk menjalankan sebuah quest. Mereka berdua ingin mengajaknya bergabung untuk bekerja sama. Namun, Zihan merasa keberatan dengan ajakan mereka. "Haha … aku masih belum mengerti kenapa kalian mengajakku. Ini seperti … hinggap bak langau, titik bak hujan."

"Apa maksudnya …?" tanya Andi.

"Hal tiba-tiba terjadi tanpa tahu alasan jelasnya. Seperti kalian datang padaku saat ini," jelas Zihan.

"Bukankah tadi sudah dijelaskan? Apakah Zihan masih kurang yakin dengan ajakan kami?" tanya Rheina.

Zihan berkata, "Maaf, Rheina. Aku masih tak bisa memutuskannya."

"Begitu, ya. Maaf telah mengganggumu, Zihan. Permisi …." Rheina dan Andi meninggalkan ruangan Zihan. Andi mengeluh, namun Rheina menghiburnya untuk tidak berberat hati. Mereka berdua pun meninggalkan tempat untuk segera pulang.

***

Zihan membereskan meja sembari berbatin, "Mereka aneh. Seperti ada udang di balik batu saja …."

Saat melakukan pembersihan ruangan, Zihan melihat kotak di rak yang berisikan sebuah perhiasaan miliknya hilang. Itu sontak membuatnya panik.

"Hah, di mana perhiasaanku?! Perasaan tadi masih di sini. Apa jangan-jangan… itu perbuatan mereka! Aku harus mengejar mereka. Harus!" Zihan mengira Rheina dan Andi telah mencuri barang miliknya. Dia teringat tempat tinggal mereka, lalu bergegas pergi mencari lokasi mereka berada.

***

Rheina dan Andi sudah memasuki lingkungan dataran rendah. Mereka hendak menuju ke bukit kerajaan. Angin sepoi-sepoi di dataran itu mewarnai suasana alamnya. Andi yang tadinya patah semangat menjadi merasa lega sambil menghirup napas panjang. Rheina juga merasa senang pada ciptaan Tuhan. Tiba-tiba, Andi merasakan insting seseorang akan menembaki mereka. Dugaannya benar. Ada suara tembakan dari jauh.

"Awas!" teriak Andi berupaya menghindar bersama dengan Rheina.

"Siapa itu?!" Andi menoleh ke belakang dan kaget setelah mengetahui Zihan memanahi mereka. "Eh, apa …?!"

Zihan menuduh, "Berhenti sampai di situ, pencuri!"

"Apa ... kenapa kamu menuduh kami pencuri? Sebenarnya ada apa ini, Zihan?" tanya Rheina keheranan.

"Jangan pura-pura taktahu! Beraninya kalian lempar batu sembunyi tangan!" murkanya bersiap memanah.

"Apa-apaan ini! Kami taktahu kenapa kau jadi begini!" jelas Andi bernada lantang. "Kau ingin menyerang kami?!"

"Kalian mencuri perhiasanku, kan?! Hanya karena aku menolak ajakan itu, kalian malah jadi pencuri …," bentaknya. "Tak bisa dimaafkan!"

Keributan itu berlangsung dengan Zihan menyerang mereka berdua lagi. Hal itu menimbulkan pertarungan secara tidak langsung. Suasana pun menjadi tegang.

...Bersambung …....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!