5

Klung! Sebuah pesan masuk di hp Biru.

08xxxxxxx111 :

Hai!

Halo?

Gue tahu lu baca chat ini

Bales atau gue samperin lu di RS!

^^^Biru :^^^

^^^Stop!^^^

08xxxxxxx111 :

Gamau!

^^^Biru :^^^

^^^Lu siapa?^^^

08xxxxxxx111 :

Avisa

^^^Biru :^^^

^^^Nggak kenal^^^

Avisa :

Makanya kenalan

^^^Biru :^^^

^^^Gamau!^^^

Avisa :

Ok gue kesitu!

^^^Biru :^^^

^^^Jangan!^^^

Avisa :

Kenapa?

^^^Biru :^^^

^^^Kenapa lu maksa?^^^

Avisa :

Gue pengen kenalan

^^^Biru :^^^

^^^Gue nggak mau!^^^

Avisa :

Gue mau!

Avisa menelepon Biru berkali-kali yang tentu saja tidak akan pernah di terima oleh Biru.

^^^Biru :^^^

^^^Lu mau apa sih?^^^

Avisa :

Mau kenalan

^^^Biru :^^^

^^^Buat apa?^^^

Avisa :

Buat bikin kita kenal lah

Lu ganteng-ganteng bego deh

^^^Biru :^^^

^^^Batre gue abis^^^

^^^Bye!^^^

Avisa yang mendapatkan perlakuan dingin dari Biru semakin merasa tertantang. Ia semakin ingin mengenal Biru lebih jauh lagi. Sementara Biru yang sedang menemani Arif di RS memutuskan untuk menonaktifkan hpnya karena tidak mau meladeni cewek gila yang dari tadi menerornya.

...***...

Di lorong kelas Mega dan Jingga berjalan beriringan sambil membawa beberapa alat praktek yang akan di gunakan untuk pelajaran pertama. Beberapa hari ini laboratorium sedang dalam perbaikan jadi tiap kelas yang membutuhkan alat praktek harus meminjam dan membawanya ke ruang kelas lalu di kembalikan lagi setelah selesai pelajaran.

“Oh iya, Biru kemana Mey? Kok nggak kelihatan.”, tanya Jingga.

“Tadi katanya mau nganter Arif ke klinik.”

“Arif kenapa?”

“Tangannya terkilir gara-gara mau coba break dance.”

“Ha?”

Jingga yang mendengarnya merasa aneh namun lucu.

“Arif tuh banyak banget tingkahnya emang. Jadi kalau besok-besok denger kabar semacam ini lagi nggak perlu kaget.”

Klung! Sebuah pesan masuk ke hp Mega.

“Bentar bentar aku lihat hp dulu. Takutnya dari bu Reni.”

“Ok.”

Mega menaruh alat praktek yang di bawanya dan langsung membuka pesan di hpnya. Ternyata dari Biru.

“Apa kata bu Reni?”, tanya Jingga yang sebenarnya ingin memastikan bahwa pesan tersebut benar dari bu Reni.

“Bukan bu Reni ternyata. Si Biru.”

“Oh.”, jawab Jingga sedikit cemburu.

“Ah Biru ah.”, kata Mega kesal.

“Kenapa?”

“Katanya Arif di rujuk ke Rumah Sakit di kota.”

“Kamu sekecewa itu ya kalau Biru nggak ada di samping kamu?”

“Bukan gitu. Tadi rencananya pulang sekolah kita mau ke toko kimia di kota.”

“Mau aku anterin?”

“Jangan ah nanti ngerepotin.”

“Nggak apa-apa. Aku malah seneng kalau bisa lama-lama sama kamu.”

Lagi-lagi Mega deg-degan.

“Kamu tuh bohong ya ngaku nggak punya cewek?”

“Kenapa gitu?”

“Abis jago banget ngegombalnya.”

“Padahal aku baru kali ini ngomong kayak gini ke cewek.”

“Huu nggak percaya.”, ledek Mega.

“Ih kok begitu sih.”

“Udah ah buruan. Udah mau bel nih.”

Mereka berduapun lanjut berjalan kembali ke kelas. Tanpa di sadari oleh Mega yang berjalan terlebih dulu, Jingga memandangnya dengan senyum yang terus mengembang di sepanjang lorong menuju kelas.

...***...

Sepulang sekolah, Jingga menepati janjinya untuk pergi bersama Mega ke kota. Selesai membeli barang yang di perlukan Mega, mereka memutuskan untuk mampir ke warung bakso langganan Jingga.

“Kamu sering kesini?”

“Sekolahkku sebelumnya kan cuma beberapa menit aja dari sini. Jadi biasanya pulang sekolah aku mampir kesini sama teman-teman.”

Di tengah obrolan, seorang pelajar tiba-tiba berjalan mendekat ke arah mereka.

“Woy bro!”, sapa pelajar tersebut pada Jingga.

“Hai!”

“Dari tadi?”

“Barusan. Pesenan gue juga baru di bikinin tuh sama mang Edi. Udah selesai lu?”

“Udah nih. Kenapa nggak kasih kabar lu kalau mau kesini? Kan bisa gue tungguin.”

“Mendadak bro. Nagnterin tuan putri nih.”

“Oh hai. Gue Deni.”, katanya sambil menjulurkan tangan.

“Mega.”, jawab Mega sambil tersenyum menjabat tangan Deni.

“Udah lama pacaran sama Jingga?”

“Cuma teman.”, jawab Mega canggung.

“Bagus deh. Jangan mau pacaran sama Jingga, ceweknya banyak. Haha...”

Mega yang mendengar ucapan Deni merasa tak enak hati.

“Bro, lu nggak sibuk?”, serobot Jingga yang tahu ketidaknyamanan Mega.

“Oh iya lupa gue. Biasalah kalau ketemu yang cantik-cantik tuh bikin otak mendadak kosong. Haha.. Ya udah lanjut deh. Gue mau jemput cewek gue nih. Duluan ya.”

“Ok bro. Hati-hati di jalan.”

“Yo.”

Jingga melambaikan tangan sebentar lalu kembali fokus pada Mega.

“Maaf ya kalau temenku bikin kamu nggak nyaman.”

“Enggak kok. Udah kebal aku sih. Arif lebih parah dari itu.”

“Oh iya, Arif di rujuk ke RS mana?”

“Kayaknya RS Melati deh.”

“Deket tuh. Mau kesana sekalian?”

“Boleh.”

“Ya sudah abis makan kita cari buah di deket RS saja kalau gitu.”

“Ok.”

Bakso pesanan mereka sudah datang. Mereka makan dengan lahap karena memang sudah terlalu sore untuk makan siang. Selesai makan, mereka pergi membeli buah dan langsung menuju rumah sakit.

Di sebuah kamar rumah sakit.

Mega melambaikan tangannya dari ambang pintu. Arif yang sedang menatap ke arah itupun sontak terkejut.

“Loh Mey. Kok disini? Masuk masuk.", tanya Arif heran.

Biru yang sedang membersihkan tubuh Arif spontan menoleh. Mega berjalan masuk, di ikuti oleh Jingga. Biru yang awalnya senang melihat kehadiran Mega langsung merasa kesal. Ia memalingkan muka dan kembali sibuk membersihkan Arif.

“Hai bro.", sapa Jingga.

“Oh hai bro. Sama lu ternyata.”, jawab Arif.

“Lu kenapa bro?”

“Biasalah bro, cowok. Haha...”

Jingga ikut tertawa kecil bersama Arif.

“Ini tadi gue cari alat di toko kimia deket persimpangan jalan situ terus Jingga ngajak kesini sekalian karena deket katanya. Ya udah aku sih iya iya aja.”, terang Mega.

"Bukannya lu ngajak Biru ya tadi pagi?”, tanya Arif yang sudah merasakan aura menyeramkan dari tangan Biru yang membersihkan tangannya.

“Ya mau gimana lagi. Biru nemenin lu disini. Gue juga butuh alat ini secepetnya.”

“Kenapa nggak sama Desi?”, tanya Biru dingin.

"Gue kan ada motor bro jadi bisa lebih cepet sampai daripada Mega naik angkot sama Desi. Bahaya juga.”, jelas Jingga.

Biru tidak merespon sama sekali. Ia terus membersihkan tubuh Arif tanpa menoleh sedikitpun bahkan kepada Mega.

“Iya, biar bisa cepet pulang.”, sahut Mega.

“Kalau mau cepet pulang ngapain kesini?”

Setelah berkata seperti itu, Biru langsung keluar tanpa menoleh sedikitpun. Meninggalkan mereka bertiga di dalam ruangan. Ia mencari sedikit udara segar untuk meredakan sesak di dadanya.

Jingga yang melihat sikap Biru merasa tidak enak hati. Mega dan Arif menyadari hal itu.

“Nggak usah di ambil hati bro. Biru emang gitu anaknya.", kata Arif.

“Iya Arif bener. Dia cuma sulit menerima orang baru.”, imbuh Mega.

“Hehe... Nggak apa-apa kok.”

“Lu kenapa di rujuk kesini?”

“Hehe.... Dislokasi tulang Mey.”

“Banyak tingkah sih lu.”

“Ya gimana Mey namanya juga cowok.”

“Kamu gitu juga kalau di rumah?”, tanya Mega pada Jingga.

“Aku nggak se-laki Arif, Mey.”

“Bagus deh.”

“Eh Mey itu di laci ada minuman sama snack. Ambil deh, makan sama Jingga tuh."

“Dari siapa? Nggak mungkin Biru mau beliin.”

“Tadi ibu sama bapak kesini sebentar sebelum ke luar kota. Makanya si Biru nggak bisa masuk sekolah karena di tugasin ibu buat jagain gue.”

“Ngga, kamu mau wafer? Atau kacang? Kacang aja deh ya.”

“Lu nawarin apa gimana sih Mey?”, taanya Arif heran.

“Haha... Oh iya ini tadi kita bawa buah buat lu.”, kata Jingga pada Arif.

“Makasih bro. Repot banget. Sama penjualnya sekalian harusnya.”, canda Arif.

Mereka tertawa bersama, saling melempar candaan satu sama lain dan mencoba menghilangkan kecanggungan.

Sementara Biru duduk sendirian di bangku taman rumah sakit. Sambil masih memegang handuk kecil yang ia gunakan untuk membersihkan tubuh Arif tadi. Ia memandang mega (langit) biru yang sudah mulai menjingga di atas sana. Ia termenung.

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!