3

Warung mak Sri.

Di meja depan, mata Biru menatap tajam pada dua makhluk yang bersiap menyeberang jalan menuju tempatnya.

“Esnya di minum dulu bro biar nggak panas.”, ucap Arif sambil meletakkan segelas besar es teh di hadapan Biru lalu kembali ke dalam untuk mengambil jajanan.

Biru langsung menenggaknya sekaligus dan mengunyah keras es batu besar di dalamnya dengan tanpa melepaskan pandangan dari dua orang di seberang. Arif kembali dengan membawa beberapa jajanan.

“Lu kalap bro?", tanya Arif yang terkejut melihat gelas besar yang baru saja ia letakkan sudah kosong melompong.

Seperti biasa, ucapan dan pertanyaan Arif tak di gubris oleh Biru.

“Kalau butuh teman ngobrol, gabung sini aja Rif.”, teriah Anton dari meja sebelah.

“Lu kenapa selalu pengen jadi orang ketiga di antara kita sih? Nggak mau gue.”, sahut Arif yang di sambut gelak tawa dari meja Anton.

“Tenang aja beb. Gue setia sama lo. Ai lap yu poreper. Muah.”, jelas Arif pada Biru.

Kalimat tersebut sukses membuat Biru mengalihkan pandangannya pada Arif. Masih dengan tatapan tajam.

"Hehe...”, Arif cengengesan.

“Mau lu pasang muka serem kayak apa, si Arif nggak bakal kabur.”, ledek Mega yang sudah sampai di hadapan Biru.

"Iyalah. Gue kan setia.”, sahut Arif.

"Ayo pulang.”, ucap Biru menarik tangan Mega.

Mega mengikuti Biru dengan pasrah. Lagi-lagi meninggalkan Arif sendirian.

“Mau nebeng gue nggak?”, tanya Anton pada Arif.

“Dan bikin gue di sumpah serapahi orang tua lo.”, jawab Arif yang langsung pergi begitu saja.

“Si Arif kayaknya benci banget sama lu ya bro?", tanya Wildan.

“Kalau lu jadi dia, lu juga bakal benci sama gue.”

Wildan yang sudah mengetahui cerita tentang Anton dan Arif meraasa sedikit prihatin dengan hubungan keduanya.

...***...

Di jalan pulang.

“Mana teman baru lo? Nggak nganter pulang sekalian?”, tanya Biru jutek.

“Maunya gitu tapi gue suruh pulang.”, jawab Mega tak kalah jutek.

“Kenapa?”

“Daripada lu bikin dia nggak nyaman.”

“Ya udah sana pulang sama dia!”

“Biar lu uring-uringan terus gitu?”

“Bodo!”

Biru berjalan lebih cepat hendak meninggalkan Mega.

“Lu kenapa sih? Gue nggak boleh punya teman lain? Gue nggak boleh bersosialisasi? Gue pengen hidup normal. Gue selalu menghargai pilihan lu. Gue menghargai kehidupan lu bukan berarti gue harus hidup kayak elu kan? Salahnya gue dimana?”, teriak Mega dengan terisak.

Biru menghentikan langkahnya. Ia menoleh dan melihat Mega sudah tertunduk dan menangis keras. Biru langsung kembali untuk memeluk Mega.

“Padahal gue selalu di samping lu. Salah gue dimana?”, tangis Mega semakin keras.

“Maaf.”

Satu kata yang hanya bisa di dapatkan oleh Mega.

Mega menuntaskan tangisannya di pelukan Biru. Tanpa di sadari, Jingga sedang melihat mereka dari balik tembok di belakang mereka.

“Sekarang lu tahu kan bagaimana beratnya jadi Mega?”

Jingga terkejut, ternyata Arif juga sedang mengawasi mereka sedari tadi.

“Lu ngikutin mereka?”, tanya Arif.

“Gue mau minta nomornya Mega, tadi lupa.”

“Bro, tanpa gue jelasin lu pasti juga udah tahu kalau Biru suka banget sama Mega. Gue juga tahu lu suka sama Mega. Gue sebagai temennya si Biru pasti dukung Biru tapi kalau lu yang menang juga nggak apa-apa. Palingan jadi tempat sampahnya si Biru aja sih nanti.”

“Hehe... Iya.”

“Saran gue, sabar aja bro. Jangan buru-buru.”

“Gue juga maunya gitu kok bro. Duluan ya.”, sahut Jingga yang langsung meninggalkan Arif.

“Kenapa sih nasib gue selalu di tinggalkan.”, gerutu Arif.

Arif berjalan menghampiri dua insan yang sedang berpelukan di tengah jalan.

“Gue ikut pelukan juga dong. Gue kan juga mau di peluk.”, teriak Arif.

Sontak keduanya langsung melepaskan diri masing-masing. Mega mengusap air mata yang membanjiri pipinya dan biru barjalan ke kanan dan ke kiri, salah tingkah.

...***...

Di Rumah Kepala Desa.

“Buuu Arif pulang.”

“Iya Rif. Ibu di dapur. Makan sana sama Biru.”

“Siap bu!”

Biru yang setiap hari melihat pemandangan ini sudah tak lagi merasa asing, berbeda dengan pertama kali Arif melakukan hal tersebut.

...*flashback*...

“Ya ampun ini kenapa Arif bisa basah kuyup begini?”, tanya ibu khawatir.

“Nyemplung sungai.”, jawab Biru singkat.

“Kamu kasih dia baju ganti ya nak. Ibu siapkan makanan hangat dulu.”

“Iya bu.”

“Masuk masuk nak.”, kata ibu pada Arif.

Di kamar Biru.

“Nih.”, ucap Biru sambil menyodorkan handuk dan baju ganti.

“Makasih.”, sahut Arif lirih.

Biru hendak pergi meninggalkan Arif di kamar namun tiba-tiba.

“Anu...", ucap Arif pelan.

“Lu ngomong sama semut?”, tanya Biru karena hampir tidak dapat mendengar suara Arif.

“Kamar mandinya sebelah mana?”, tanya Arif dengan volume suara yang sudah mulai terdengar.

Tanpa menjawab pertanyaaan Arif, Biru berjalan keluar kamar dan di ikuti oleh Arif. Mereka menuju kamar mandi yang berada di sebelah dapur, tempat ibu memasak.

“Ibu sudah siapkan air hangatnya. Buruan mandi nanti masuk angin.”, kata ibu pada Arif.

“Terimakasi bu.”

“Iya.”

Arifpun bergegas untuk mandi. Di dalam kamar mandi ia sempat meneteskan air mata. Ia bersyukur karena dari banyaknya rasa sakit yang ia dapatkan, Tuhan masih menyisakan manusia baik yang mau merangkulnya. Meskipun tidak di sangka jika manusia itu adalah Biru yang selama ini di kenal sangat dingin pada semua orang.

“Nak, kamu siapkan mejanya ya. Ini sudah mau matang.”, pinta ibu pada Biru.

“Iya bu.”

“Arif kenapa?”

“Biasa.”

Seluruh penghuni desa memang sudah tahu dengan perlakuan yang selama ini di terima oleh Arif namun tidak ada satupun yang mau membantunya. Mereka menganggap bulian yang di terima oleh Arif hanyalah hal sepele sampai hal itu menjadi sebesar ini.

Beberapa menit kemudian Arif keluar dari kamar mandi dengan canggung.

“Sudah selesai? Ayo sini makan.”

“Iya bu.”

“Ini ibu tadi masak soto. Kamu bisa makan di kursi depan tv sama Biru. Ibu mau ke perkumpulan warga dulu.”

“Terimakasih bu.”

“Jangan sungkan-sungkan. Kamu bisa tinggal di sini dulu kalau mau daripada di rumah sendirian.”

“Te hiks rima hiks kasih hiks bu hiks.”, ucap Arif sambil terisak.

Ibu memeluk Arif dengan hangat dan menepuk punggungnya pelan.

“Sudah sudah jangan nangis. Nanti gantengnya luntur loh.”

Arif yang mendengar candaan ibu langsung mengusap air matanya dan tersenyum.

“Ibu berangkat dulu ya, sudah di tunggu. Kamu yang akrab sama Biru.”

“Iya bu. Hati-hati di jalan.”

“Iya.”

Setelah ibu melangkah pergi, Arifpun mengambil makanan yang sudah di siapkan oleh ibu kemudian berjalan menuju ruang tv (atau ruang tamu dengan tv).

“Gue duduk sini ya bro.”

“Hm.”, jawab Biru setuju.

“Ngomong-ngomong, makasih ya bro.”

“Buat?”

“Yang tadi.”

“Lu suka banget di buli ya?”

“Lu pikir gue mau?”, teriak Arif yang dengan spontan berdiri.

Teriakan Arif membuat mereka saling bertatap tajam. Suasana menjadi menegangkan namun tiba-tiba...

Kruyuuukkkk... Suara perut Arif mengisi keheningan dan membuyarkan ketegangan. Tanpa aba-aba mereka berdua tertawa secara bersamaan. Sejak saat itu Arif tahu bahwa Biru hanyalah manusia pada umunya. Hanya saja ia sedang tertutup luka.

...***...

Keesokan harinya Arif berangkat sekolah bersama Biru. Tidak ada lagi kekerasan fisik yang di terimanya meskipun terkadang masih saja ada hinaan dan cacian yang menyakiti hatinya. Sejak saat itu pula Arif lebih sering tinggal di rumah kepala desa daripada rumahnya sendiri yang tak berpenghuni.

Pulang sekolah.

“Buuu.... Arif pulang.”

“Ibu siapa lu panggil?”, tanya Biru jutek.

“Ibu gue lah, weekk.”, jawab Arif meledek.

“Tadi ibu kira Biru yang teriak. Ternyata anak barunya ibu.”

“Sejak kapan?”

“Barusan lah.”, jawab ibu menggoda Biru.

Arif dan ibu tertawa mengikuti jawaban yang ibu lontarkan pada Biru sedangkan Biru yang kesal melihat kelakuan mereka langsung nyelonong masuk ke dalam kamar.

“Dia lucu ya bu kalau lagi cemburu.”

“Ya begitu itu. Makanya ibu heran kenapa orang-orang tidak ada yang mau dekat sama dia padahal anaknya lucu begitu.”

“Iya ya bu. Oh iya bu tadi di sekolah Arif sama Biru di kenalin ke Mega.”

Arif bercerita banyak hal pada ibu. Ibu menerima dengan hangat apapun yang Arif ceritakan, seakan bersyukur kepada Tuhan karena telah memberinya satu orang putra lagi untuk mengisi kekosongan di hidupnya.

...*flashback end*...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!