2. Pemakaman

Anak kecil itu memanggil Mamah sambil menunjuk ke Jihan.

“Itu bukan Mamah,” kata perempuan yang menggendong anak kecil itu.

“Mama Mama,” anak kecil itu meronta-ronta sambil memanggil Jihan dengan sebutan Mamah.

Mendengar suara anak kecil itu Jihan pun menoleh ke belakang.

“Mama,” anak kecil itu mengangkat kedua tangannya minta digendong oleh Jihan.

“Itu bukan Mamah,” kata perempuan yang menggendongnya.

“Mama,” terus saja anak kecil itu memanggilnya Mama sambil mengangkat kedua tangannya minta digendong oleh Jihan.

Jihan merasa tidak tega melihat anak kecil itu menangis.

“Akmal, kita ke ade itu yuk. Kasihan ia menangis terus,” kata Jihan.

Akmal mengangguk. Jihan menuntun Akmal mendekati anak kecil itu.

“Kenapa Ade menangis?” tanya Jihan.

“Mau cama Mama,” jawab anak kecil itu sambil sesegukan.

“Alika mau cama Mama,” kata anak kecil itu sambil memngangkat ke dua tangannya minta untuk di gendong oleh Jihan.

“Ini bukan Mama. Ini Bunda Abang,” sahut Akmal.

Kemudian anak kecil itu menatap Akmal.

“Kaka,” anak kecil itu memanggil Akmal.

“Biar saya gendong. Kasihan ia menangis terus,” kata Jihan.

Perempuan itu ragu untuk memberikan Alika kepada Jihan.

“Alika mau cama Mama,” kata Alika sambil meronta-ronta.

“Iya, Mbak lepaskan dulu kain gendongannya,” jawab perempuan itu.

Dengan terpaksa perempuan itu memberikan Alika kepada Jihan. Jihan menggendong Alika. Alika langsung merebahkan kepalanya di bahu Jihan sambil sesegukan. Jihan mengusap-usap punggung Alika.

Melihat bundanya menggendong ade kecil, Akmal langsung ingin menangis.

“Bunda. Ini Bunda punya Abang,” kata Akmal yang hampir menangis.

Jihan mengusap kepala Akmal.

“Ade pinjam Bunda dulu,” kata Jihan sambil mengusap kepala Akmal.

Akhirnya Akmal pun mengangguk tanda setuju.

Jihan menggerakkan badannya agar gadis kecil itu merasa diayun-ayun. Ia juga mengusap-usap punngung Alika agar gadis kecil itu tidur. Alika terus saja merebakan kepalanya di bahu Jihan. Pengasuh Alika tidak berani menjauh dari Alika. Ia takut jika Jihan menculik Alika. Bagaimanapun ia harus waspada.

Alika merasa nyaman di gendong oleh Jihan. Mata gadis kecil itu mulai mengantuk. Sampai akhirnya semua orang bersiap-siap untuk berangkat ke makam.

Abrisam datang menghampiri pengasuh Alika.

“Mbak, mana Alika? Kita siap-siap pergi ke makam,” tanya Abrisam.

“Itu, Pak,” pengasuh Alika menunjuk kearah Jihan.

Abrisam menoleh ke Jihan.

“Siapa wanita itu? Kenapa kamu membiarkan orang lain menggendong Alika?” tanya Abrisam.

“Alika minta digedong ibu itu. Dia menyangka ibu itu mamahnya. Alika menangis meronta-ronta kalau tidak digendong oleh Ibu itu,” jawab pengasuh Alika.

Abrisam mendekati Jihan.

“Alika,” laki-laki itu memanggil Alika.

Alika menoleh ke Abrisam.

“Ayo, Papah gendong. Sebentar lagi kita berangkat untuk memakamkan mamah,” kata Abrisam.

“Nggak mau! Alika mau digendong Mama,” jawab Alika lalu memeluk Jihan.

“Itu bukan mamah. Mamah sudah meninggal,” kata Abrisam memberikan pengertian kepada Alika.

“Ini Mama Alika,” jawab Alika sambil memeluk Jihan lebih eret lagi.

Abrisam menghela nafas. Dengan terpaksa ia mengambil Alika dari gendongan Jihan. Namun Alika mencengkram baju Jihan sehingga sewaktu Abrisam menggendong Alika, baju Jihan juga ikut ketarik.

“Alika! Lepaskan baju tante, sayang,” bujuk Abrisam.

“Nggak mau, Alika mau sama Mama,” kata Alika.

Tiba-tiba Ibu Farida datang bersama dengan Ibu Wenti. Ibu Wenti sedang mencari Jihan dan Akmal.

“Alika kenapa?” tanya Ibu Farida.

“Alika menyangka wanita ini mamahnya. Dia tidak mau lepas dari wanita ini,” jawab Abrisam.

“Alika sama Nenek, ya,” kata Ibu Farida sambil berusaha mengambil Alika dari gendongan Jihan.

“Ngga mau. Alika mau cama mama,” jawab Alika sambil memeluk Jihan.

“Alika sama Nenek dulu, ya,” kata Jihan yang mencoba membujuk Alika.

“Alika mau cama mama,” jawab Alika sambil memeluk erat Jihan.

“Iya, nanti lagi sama Tante. Sekarang Alika mau pergi sama Nenek dan Papah. Nanti Alika ditinggalin Papah dan Nenek,” kata Jihan.

“Mama juga ikut?” tanya Alika.

“Iya, nanti Tante menyusul Alika. Tante naik motor sama Abang Akmal dan Nenek Wenti,” jawab Jihan.

“Alika mau naik motol cama Mama,” ujar Alika.

“Motornya penuh. Tidak akan cukup berempat. Alika naik mobil sama Nenek dan Papah, ya,” bujuk Jihan.

“Ngga mau. Alika mau naik motol cama Mamah!” seru Alika.

Abrisam menghela nafas mendengar perkataan putrinya.

“Begini saja. Ibu ikut dengan kami, naik mobil saya,” kata Abrisam.

“Tapi bagaimana dengan Ibu dan anak saya?’ tanya Jihan bingung.

“Ibu dan Akmal naik angkot bersama dengan rombongan ibu-ibu pengajian,” jawab Ibu Wenti.

“Akmal mau ikut sama Bunda,” ujar Akmal.

“Jangan! Akmal ikut sama Nenek, kita naik angkot. Mobil Omnya penuh,” kata Ibu Wenti.

“Nggak mau, Akmal mau sama Bunda,” Akmal memeluk pinggang bundanya.

“Biar Akmal ikut dengan kami, Bu,” kata Ibu Farida.

“Cukup, tidak?” tanya Ibu Wenty.

“Cukup. Bu. Dia masih kecil jadi bisa duduk bertiga di belakang,” jawab Ibu Farida.

Akhirnya Jihan dan Akmal ikut ke mobil Abrisam. Jihan duduk di belakang bersama dengan Alika, Akmal dan pengasuh Alika. Sedangkan Ibu Farida duduk di depan, Abrisam yang menyetir mobil. Sedangkan Ibu Wenti bersama dengan ibu-ibu pengajian naik angkot yang disediakan oleh Ibu Farida.

Selama di dalam mobil Alika tidak mau lepas dari Jihan. Ia duduk di pangkuan Jihan sambil memainkan kerudung Jihan. Lama kelamaan Alika mengantuk dan iapun tidur pangkuan Jihan.

Mobil yang dikemudikan Abrisam sudah mendekati tempat pemakaman, sedangkan Alika tidur nyenyak dipangkuan Jihan.

“Mbak pinjam kainnya untuk menggendong Alika,” bisik Jihan kepada pengasuh Alika.

“Biar saya yang gendong Alika,” kata pengasuh Alika.

Pengasuh itu mengangkat tubuh Alika, namun Alika memagang kuat baju Jihan.

“Mau cama Mama,” kata Alika sambil tidur.

Pengasuh Alika tidak jadi mengangkat Alika.

“Saya pinjam kainnya, Mbak,” kata Jihan.

Pengasuh itu memberikan kain gendongan kepada Jihan. Jihan menggendong Alika dengan menggunakan kain. Ketika sampai di pemakaman mereka turun dari mobil. Abrisam langsung menghampiri mobil jenasah. Karena ia ingin mengangkat jenasah istrinya.

Jihan berjalan mengikuti Ibu Farida sambil menggendong Alika dan menuntun Akmal. Sedangkan pengasuh Alika mengikuti Jihan dari belakang.

Selama pemakaman Alika tidur, sehingga ia tidak bisa melihat jenasah Mamahnya untuk terakhir kalinya.

Setelah selesai pemakaman semua orang kembali ke rumah duka dan ke rumah masing-masing. Tinggallah Abrisam, Ibu Farida, Jihan, Akmal dan pengasuh Alika yang masih ada di makam. Mereka belum pulang karena Abrisam masih berdoa di makam istrinya.

Lama juga Abrisam berdoa di depan makam istrinya. Tiga puluh menit kemudian Abrisam selesai berdoa.

“Ayo, Bu. Kita pulang,” kata Abrisam.

Merekapun meninggalkan makam Sarah. Selama di perjalanan mereka hanya diam tidak ada satupun berbicara.

Sampailah mereka di rumah Ibu Farida. Jihan dan Akmal turun dari mobil dan langsung menuju ke rumah Ibu Farida. Ibu Wenti sudah menunggu di depan rumah Ibu Farida. Menunggu kedatangan Jihan dan Akmal.

“Tunggu sebentar, Bu. Jihan tidurkan Alika dulu,” kata Jihan kepada Ibu Wenti.

“Iya, Ibu tunggu di sini,” jawab Ibu Wenti.

“Akmal tunggu di sini sama Nenek. Bunda tidurin ade Alika dulu,” kata Jihan.

“Iya. Tapi jangan lama-lama, ya,” jawab Akmal.

“Iya,” kata Jihan.

Jihanpun masuk ke dalam rumah Ibu Farida. Pengasuh Alika mengantarnya menuju ke kamar Alika. Jihan menidurkan Alika di atas tempat tidur. Dan Alika pun tidak bangun. Gadis kecil itu tidur dengan nyenyak.

Ketika Jihan turun dari lantai atas, Jihan bertemu dengan Ibu Farida dan Abrisam yang sedang duduk di ruang tengah.

“Saya pamit pulang, Bu,” kata Jihan kepada Ibu Farida.

“Terima kasih ya, Jihan. Maafkan kalau Alika merepotkanmu,” ucap Ibu Farida.

“Sama-sama, Bu,” jawab Jihan.

“Pak, saya pamit,” kata Jihan kepada Abrisam.

“Iya, terima kasih,” jawab Abrisam.

“Assalamualaikum,” ucap Jihan.

“Waalaikumsalam,” jawab Ibu Farida.

Jihan keluar dari rumah Ibu Farida.

“Ayo, Bu. Kita pulang,” kata Jihan.

Merekapun berjalan menuju ke motor Jihan yang terparkir di luar rumah Ibu Farida. Jihanpun mengendarai motornya meninggalkan rumah Ibu Farida.

Terpopuler

Comments

Sandisalbiah

Sandisalbiah

judulnya kan " istri pilihan Alika " nah penasaran nih.. kalau Jihan jd mama yg di pilih Alika, bukankah Jihan menantu ibu Wati yg artinya dia punya suami dong..?

2023-11-03

1

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

HAMPIR MIRIP DGN ANNISA YG DIPANGGIL RAFA MAMA, BEDANYA ANNISA MSH GADIS, SDGKN JIHAN SDH PNY ANAK..

2023-04-17

1

Sri Sulis

Sri Sulis

bagus ceritakanya kak....

2022-12-31

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!