Gita hanya membaringkan diri di kasur Mia sejak pagi. Hari ini dia resmi menjadi pengangguran. Harusnya dia mencari pekerjaan baru dan berhenti menjadi parasit di rumah sahabatnya, tapi hatinya masih belum merasa baik-baik saja setelah kejadian semalam. Bahkan Gita sampai bermimpi buruk karena itu.
Tubuhnya masih bisa mengingat bagaimana Arki menyentuhnya, kedua tangan yang membelenggunya, dan bibirnya yang bergerilya liar di dadanya. Gita rasanya nyaris pingsan karena ketakutan dan rasa aneh yang melandanya saat lidah Arki berada di pucuk benda tersebut. Mengingatnya saja membuat merinding.
“Git, gue mau berangkat kerja dulu ya. Nanti gue cari tahu soal rekaman CCTV buat bukti pelaporan lo ke polisi,” kata Mia yang sudah siap pergi.
“Makasih ya, Mi. Hati-hati dijalan!” Gita melambaikan tangan saat Mia keluar kamar dan menutup pintu.
Mia biasanya berangkat berkerja pukul 14.00 menuju Epilogue Bar & Karaoke untuk menghindari macet karena jam masuknya pukul 15.00. Sebenarnya dia dulu bekerja sebagai staff di bagian food and beverage service di salah satu hotel berbintang ternama setelah lulus kuliah D3 Perhotelan. Tapi setelah banyak hotel melakukan pengurangan karyawan, Mia tidak memilih-milih pekerjaan dan menerima tawaran untuk bekerja di Epilogue sebagai salah satu kitchen people disana dan sesekali menjadi barista.
Gita juga seharusnya tidak boleh memilih-milih pekerjaan. Di mana pun asal pekerjaan tersebut bisa menghasilkan uang, dia akan melakukannya.
Melihat sahabatnya yang terus semangat bekerja seperti itu, Gita tidak boleh menyerah. Apalagi utangnya banyak, dia harus segera mencari pekerjaan untuk melunasinya.
Diambilnya laptop dari tas dan dia nyalakan di kursi belajar Mia. Gita akan mulai membereskan CV-nya untuk melamar pekerjaan baru.
Hampir 2 jam Gita berada di depan laptopnya, dia berhasil mengirim beberapa lamaran ke perusahaan yang membuka lowongan. Tubuhnya dia rentangkan untuk melemaskan otot dan beristirahat sejenak.
Panggilan telepon gagal sebanyak 231 kali terlihat di layar ponsel Gita, dari nomor-nomor yang tidak di kenalnya. Tapi Gita tahu siapa yang menghubunginya. Pasti itu adalah orang bank atau dari pinjol yang mencoba menagih utang.
Ponsel Gita bergetar kembali, menampilkan nomor asing entah keberapa. Akhirnya dia mengangkatnya. Walaupun sebenarnya sangat malas.
“Cepetan bayar utang lo yang 8 juta itu! Kalau ngga, gue datengin rumah lo!” ucap suara ditelepon dengan kasar.
“Ya udah dateng aja ke rumah. Suruh orang rumah gue yang bayar. Suruh ibu tiri gue buat bayar, dia yang minjem duit sama lo. Gue sama sekali gak punya utang sama pinjol kayak kalian!” kata Gita tak kalah kasar. Langsung saja dia menutup dan memblokir nomor tersebut.
Tidak begitu lama nomor yang tidak dikenal meneleponnya kembali. Gita langsung menolaknya dan memblokir seperti nomor pertama tadi. Terus begitu hingga sudah 6 nomor telepon yang masuk dia blokir seketika itu juga. Di telepon ketujuh, Gita menyerah. Dia mengangkatnya dengan emosi yang menggelegak.
“Udah gue bilang dateng aja ke rumah dan tagih sama ibu gue—”
“Gita? Ini Arki,” potong suara dikejauhan, membuat Gita langsung mematung tidak bersuara. Dia mengingat suara itu dari dekat. Di telinganya sendiri saat terus meracau memanggil kekasihnya. “Kita bisa ketemu gak? Aku mau minta ma—” Gita langsung mematikan telepon. Memblokir nomor yang dulu belum dia simpan. Sekarang dia tidak akan pernah menyimpan atau dihubungi lagi oleh nomor itu.
Ponselnya segera saja dia matikan. Gita menjatuhkan dirinya ke kasur, menangis kembali setelah mendengar suara yang sangat dibencinya. Seluruh tubuhnya meneriakkan ketakutan dan trauma karena orang tersebut.
...****************...
Aroma parfum yang manis menguar saat Siska mendekat, dengan sentuhan nakal gadis itu menelusuri bokong dan terus naik ke pinggang hingga punggung kokoh milik Arki. Tubuh laki-laki itu benar-benar idaman wanita, tinggi, kekar, dengan otot-otot liat ditangannya yang begitu seksi. Apalagi Arki hanya mengenakan kaos putih pendek.
Siska mencoba menggoda laki-laki yang sudah dipacarinya selama 3 bulan itu dengan dekapan hangat dan manja. Menyentuhkan dua lemak yang menjadi asetnya ke tubuh Arki, agar dia juga merasakan betapa inginnya mendapat kehangatan. Tapi Arki bergeming, mengacuhkan semua godaan dan usahanya.
Arki malah pergi dan duduk di sofa ruang tengah tanpa berkata apapun, menyalakan TV dan memilih menu Netflix kemudian mengklik salah satu daftar film yang tersedia disana. Siska tidak mau menyerah, dia duduk dipangkuan Arki dan menatap matanya dalam.
“Kamu gak sayang sama aku, ya?” tanya Siska merengut dan pura-pura cemberut.
“Kok bilang gitu?”
“Habis kamu gak mau peluk atau cium aku.”
“Emang harus ya kayak gitu?”
“Ya kan kita pacaran, Ki. Masa kamu ngajakin ke rumah cuma buat nonton dan makan doang sih?”
“Aku emang ngajakin cuma buat itu kok,” ucap Arki sambil tersenyum. “Kamu ya pikirannya nakal. Sana duduk! Kursi sebelah masih kosong. Filmnya udah mau mulai nih,” lanjutnya.
“Kasih aku ciuman dulu. Jangan-jangan kamu gak mau nyium aku karena belum move on dari pacar yang gagal nikah sama kamu itu.”
Arki menautkan alisnya, tidak senang dengan tuduhan tersebut. “Siapa bilang? Aku udah lupain dia kok.”
Tangan Arki menyentuh tengkuk Siska, mengarahkan wajahnya agar mendekat. Bibir lembut mereka bertaut. Siska mulai menggerakkan lidahnya dengan agresif, merasakan pertempuran heboh di dalam bibirnya. Begitu hangat dan memabukkan.
Arki benar-benar jago melakukannya, tapi kenapa dia tidak pernah mencoba merayunya dengan ini? Sudah pasti Siska dengan senang hati melayaninya.
Arki tiba-tiba mendorong tubuh Siska menjauh, hingga gadis itu terjatuh ke lantai. Dia segera berdiri dan berlari ke toilet, mengunci pintu, kemudian memuntahkan makan malamnya di kloset. Perutnya tiba-tiba bergolak hebat dan merasakan mual yang luar biasa. Keringat dingin muncul di dahinya.
Pikirannya tidak bisa berhenti menampilkan gambaran tentang Luna dan seorang laki-laki asing saling merapatkan tubuh tanpa busana di apartemen miliknya, mereka menautkan bibir, menggerakkan tubuh dengan ritme teratur dan membuat suara-suara penuh kenikmatan. Pemandangan yang seketika membuat Arki marah, kecewa, terluka dan jijik.
Arki terbangun di atas ranjangnya setelah mendapatkan mimpi buruk itu berulang-ulang. Kepergian Siska, pengkhianatan Luna, dan semua perasaan yang menghantuinya.
Kepalanya rasanya masih sangat berat dan sakit setelah menelan minuman yang dia kira tidak berbahaya yang diberikan oleh Rio tadi malam padanya.
Memang kelakuan temannya itu sungguh menyebalkan. Meskipun demikian, Arki tidak pernah berhenti berteman dengan salah satu anak konglomerat itu. Menyebalkan tapi diwaktu bersamaan sangat menguntungkan, terutama bila berurusan dengan karirnya.
Kemarin Arki pulang diantar oleh salah satu supirnya, yang khusus dipersiapkan untuk membawanya pulang setelah skenario untuk membuatnya bergairah dengan memesan perempuan untuk melayaninya. Sejak pulang dari sana Arki tertidur hingga sore. hampir seharian dia tertidur, tanpa makan, dan tanpa sadar.
Dengan langkah yang pelan, Arki menuju dapur, mencari diantara kabinet, obat pengar untuk menghilangkan efek minuman. Dia lantas meminumnya sebanyak dua butir, sebelum menyambar dua tangkup roti.
Setelah selesai mengisi perut, Arki membaringkan diri di sofa. Merasa tubuhnya masih pusing dan pengaruh minuman belum sepenuhnya hilang. Dia memutar kembali ingatan mengenai kejadian tadi malam. Tiba-tiba dia tersentak, mengingat apa yang dia lakukan pada Gita di tempat karaoke.
Perasaan bersalah memukul dan bertalu-talu di rongga dadanya. Bisa-bisanya dia menyerang gadis itu. Arki langsung mencari ponselnya di kamar, ternyata Pak Sobri meletakkannya di nakas beserta penopang dada Gita yang sempat tertinggal di tempat karaoke. Bukti kejahatan dan perbuatan tidak senonoh Arki.
Segera saja Arki menelepon nomor Gita, dalam dering ketiga telepon tersambung. Suara kemarahan langsung menyambutnya. Namun sepertinya Gita mengira dirinya adalah orang lain yang mengganggu, gadis itu mungkin tidak menyimpan nomornya hingga tidak tahu bahwa Arki yang menelepon.
“Kita bisa ketemu gak? Aku mau minta ma—”
Telepon terputus seketika sebelum Arki menyelesaikan kalimatnya. Ya, benar. Ternyata gadis yang sudah dia lecehkan benar-benar Gita. Dia tidak mau mendengar dan berhubungan lagi dengannya. Pasti saat ini gadis itu sangat ketakutan, sedih, dan marah.
Arki tidak bisa membayangkan si anak pendiam dan penyendiri di kantor itu akan mengalami kejadian buruk tersebut. Apalagi pelakunya adalah dirinya sendiri.
Arki mengutuki semua kebodohannya. Tapi dia benar-benar tidak sadar ataupun mengingat kejadian itu. Tidak, sebenarnya jika berpikir kembali dia sedikit mengingat bagaimana rasanya.
Kelembutan dan rasa candu saat bibir mereka bertaut dan gundukan lembut yang dia hisap, semua terasa begitu nyata. Hanya saja yang ada dalam kabut memorinya adalah bayangan tentang Luna, bukan Gita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
semaumu aja
bikin jijik tp malah di imajinasi in
2024-02-09
0
semaumu aja
berapa nomor nya ki
2024-02-09
0
semaumu aja
jd Gita ini bukan bawang putih yg kalah sama emak tiri tp bawang brojol
2024-02-09
0