"Ughh......berat sekali orang ini? Hei Franz benar ini rumahmu?" Tanya Sean yang merupakan teman sekelas Franz.
Saat ini Sean sedang memapah orang yang tengah mabuk berat.
Siapa lagi kalau bukan Franz.
"Hmm?" Yang ditanyai membuka matanya sekejap dan mengangguk iya sebelum kembali menutup matanya.
Setelah itu dia merogoh sakunya dan memberikan kunci rumah pada Sean agar bisa membukanya.
"Kenapa kau bisa mabuk seperti ini? Tidak seperti biasanya saja." Sean kembali mengatur posisinya lagi agar bisa dengan cepat membawa orang mabuk di sebelahnya itu masuk ke dalam rumah dan istirahat.
CKLEK.........
Setelah berhasil dibuka, Sean masih setia memapah Franz sampai ke kamarnya.
"Kamarmu di sebelah mana?" Tanya Sean, karena tidak pernah sekalipun masuk ke dalam rumah Franz.
"Hmm? Sana-sana." Franz menunjuk ke satu kamar yang letaknya di lantai satu.
Sean mengikuti arahan dari Franz.
Setelah berada di depan pintu persis, Sean kembali membuka pintu.
Dalam kondisi kamar yang masih belum menyala, Sean dengan segera langsung melempar anak yang sedang mabuk itu ke atas kasur, setelah itu Sean langsung keluar dari kamar Franz dan segera pulang kerumah nya sendiri.
10 menit kemudian.
Satu pintu terbuka dengan lebar dan menampakkan Ovin yang baru saja selesai mandi.
Tapi Ovin langsung mengernyitkan matanya saat mencium aroma alkohol yang cukup kuat, sudah mengisi kamarnya.
Karena dalam kondisi gelap, Ovin pun langsung menjentikkan kedua jarinya dan lampu kamar langsung menyala secara otomatis.
Jadi sekarang terlihatlah ada satu orang yang sedang terbaring dalam keadaan terlentang di atas kasur dengan sepatu masih berada di kakinya.
"Berapa banyak yang dia minum?" Gumam Ovin setelah menemukan pelaku dari seluruh aroma yang sudah menyerbak di dalam kamarnya.
"Ehmm...huek."
Perempatan siku mulai muncul di keningnya, aroma alkohol bercampur dengan aroma muntahan yang sangat tidak mengenakkan, dan apatah lagi muntahannya selain mengotori bajunya sendiri juga mengotori sprei membuat Ovin langsung memasang wajah horornya.
Itu sebenarnya adalah kamarnya Ovin.
Tapi karena Franz sedang terpengaruh alkohol, dia pun tidak menyadari bahwa kamar yang sedang Franz tempati adalah milik wanita yang sebenarnya Franz benci itu.
Benci?
Memangnya apa yang dibenci oleh tuan muda Franz ini kepadanya?
Yaitu suatu hubungan yang harusnya belum mereka berdua jalin. Dan mereka berdua terpaksa masuk dalam hubungan yang membuat mereka bisa melakukan apapun tanpa khawatir hukum.
Terdengar menyenangkan.
Yah~
Bagi Ovin sendiri hal itu sangatlah menyenangkan dan membahagiakan, sebab Franz sudah menjadi miliknya secara utuh.
"Mau dilihat seberapa lama pun, aku tidak akan pernah bosan melihat wajahnya itu." Lirih Ovin, dia kembali ke dalam kamar mandi untuk mengambil baskom dan handuk basah, setelah itu dia keluar dan berjalan mendekati pria remaja yang saat ini tertidur pulas di atas kasurnya.
Ovin pun naik ke atas tempat tidur.
Dia tatap wajah Franz yang terlihat begitu tersiksa. 'Aku tidak masalah jika kau membenciku dan mau menganggapku sebagai apa. Karena bisa memilikimu sudah jadi kesenanganku sendiri. Walaupun, kau pasti melupakan masa kecilmu.'
Dengan wajah penuh perhatian, Ovin membuka seluruh pakaian yang dipakai oleh Franz.
".........." Ovin tersenyum sinis, karena pada akhirnya semua perempuan di sekolah tidak akan pernah melihat apa yang saat ini Ovin lihat.
Suatu pemandangan yang cukup menakjubkan untuk laki-laki yang akan menginjak usia 18 itu, ternyata sudah memiliki tubuh yang bagus.
Karena olahraga bermain basket? Sudah pasti itu adalah salah satu alasannya.
Karena itu, Ovin tidak bisa menyia-nyiakan tubuh telanjang itu.
Setelah Ovin menarik semua pakaian, bahkan sprei yang kotor itu dan selepas sudah membersihkan tubuh Franz dengan handuk basah itu, Ovin yang saat ini memang baru saja selesai mandi itu pun memutuskan melepaskan handuk kimononya.
SRUK.
Tidak ada apapun dibalik handuk kimono yang dia pakai kecuali tubuhnya yang masih menyisakan aroma sabun sebab dia baru saja mandi berendam.
"Franz," Panggil Ovin dengan cukup lirih. Tatapan matanya terus terfokus pada pria di depannya. Setelah itu dia pun membungkuk dan berakhir dengan tidur bersamanya dalam posisi telanjang. 'Aku tidak akan pernah melepaskanmu, Franz.'
Dia pun meletakkan kepalanya di atas dada bidang Franz dan mencoba merasakan sensasi mendengarkan melodi daei detak jantubg Franz yang bagi Ovin sendiri sangatlah menarik.
_________
Keesokan harinya.
Franz yang sedari semalam tertidur akibat mabuknya, sekarang akhirnya bisa menunjukkan sepasang matanya yang kelihatan banget orang yang masih ingin melanjutkan tidur, namun alarm sudah menjadi tanda kalau hari sudah pagi.
"Apa yang terjadi semalam? Kenapa aku bisa sudah ada di rumah?" Franz mencoba mengingat-ingat serpihan memori tadi malam.
Franz segera duduk dan membuka selimutnya, pakaian, celana semuanya sudah diganti dengan baju piyama.
Dalang yang membuat Franz terkejut setengah mati adalah nama yang langsung Franz teriakan.
" OVIN! " Teriak Franz.
" Hmm! "
SRUK......SRUK.....SRUK.....SRUK....
Suaranya berasal dari kamar mandi, Franz segera bangkit dari kasur dan berjalan cepat ke arah kamar mandi.
Dengan cepat, Franz langsung membuka pintu kamar mandi tersebut dengan keras.
BRAK......
" APA KAMU YANG MENG-.. " Franz yang belum sempat menuntaskan ayatnya, kedua kakinya kehilangan kendali dan tidak seimbang setelah menginjakkan lantai keramik kamar mandi yang lumayan licin.
Franz menutup matanya karena mengira akan terjatuh.
Tapi meskipun Franz memang terjatuh kebelakang, hanya saja kepala Franz sempat diselamatkan oleh satu tangan milik Ovin.
Dia segera menangkap kepala Franz sebelum benar-benar membentur lantai karena kebetulan Ovin sendiri sedang jongkok di samping.
" Ada apa? " Ovin bertanya balik dengan ramah.
" Apa kau yang mengganti pakaianku semalam? " Franz bertanya kepada Ovin langsung ke intinya.
Ovin meletakkan kepala Franz ke lantai dengan pelan lalu melanjutkan aktivitasnya kembali.
SRUK.....SRUK......SRUK.....
Kegiatan yang sedang dilakukannya adalah menyikat kamar mandi sekaligus membersihkan semua bagian yang ada.
Selagi melakukan pembersihan di kamar mandinya, Ovin segera menjawab. " Muntah di tempat tidur adalah hal yang menjijikan, dan bajumu juga kotor, jadi apa masalahnya? " Jawab Ovin selagi menyikat lantai.
Franz langsung mencengkram salah satu kaki Ovin dan segera menariknya sehingga ia terjatuh ke lantai.
" Apa masalahnya? tentu jadi masalah buatku. Apa kau ingin mengambil kesempatan di saat aku tidak sadar?! " Dengan lantangnya Franz marah pada satu orang di bawahnya. " Apa yang semalam kau lakukan padaku!, jawab!, atau iih..! “
Franz merubah reaksi wajahnya yang marah dengan reaksi wajah yang jijik.
Jengah dengan ocehan panjang yang akan dibuat Franz, Ovin dengan sengaja menyodorkan tepat ke wajah Franz sikat kloset yang tadi di dapatinya.
Jadi dalam seketika Franz terdiam dan mulai menyingkir dari atasnya.
" Cukup, tidak ada hal lain selain menggantikanmu baju. Jika memang keberatan, lain kali aku tidak akan melakukannya lagi, bahkan meskipun kau muntah di tempat tidurku, maka aku akan menggulung tubuhmu dengan sprei.
Hanya saja dari kalimatmu barusan, justru sepertinya kamu yang berharap ji- " Ovin langsung menggantungkan kalimatnya setelah lehernya tiba-tiba di cengkram.
GREPP....
Franz mencengkram leher ovin dengan kasar dan menepis sikat kloset itu sehingga terlepas dari tangan Ovin.
" Berhenti bicara, aku muak melihatmu disini. Bertingkah seperti orang bodoh sangatlah menjijikan. " Franz akhirnya mencaci Ovin tepat di depannya langsung.
Semuanya menjadi diam.
Air yang mengisi bak mandi perlahan mulai penuh dan meluap sehingga lantai yang tadinya tengah di sikat dengan pembersih, perlahan mulai menghilang dan mengalir ke lubang pembuangan.
Namun di saat yang sama pakaian Ovin juga sudah mulai basah semua karena air yang mengalir itu.
Di satu sisi cengkraman tangan Franz lebih erat. " Apapun yang kau lakukan aku selalu membiarkannya, tapi sampai menyentuh dan menggantikan bajuku, tingkahmu semakin kelewatan. " Ucap Franz dengan terus mengancamnya.
" Uhuk, uhuk. " Ovin mulai mengerang kesakitan, kedua tangannya ia tempatkan di satu tangan Franz yang masih saja mencekik lehernya. “ Apa...kau..ma..uhuk...membunuhku? "
" Tidak, aku hanya ingin menghukummu dengan cara seperti ini. " Sela Franz dengan cepat.
" Uhuk....uhuk..uhuk. " Alinda semakin terbatuk.
" Perempuan rendahan seharusnya tidak usah disini. "
" Baiklah " Ujar Ovin.
".............."
" Aku...... akan pergi dari sini...huk ....uhuk. " Jawab Ovin.
Seketika cengkraman Franz melemah dan akhirnya melepaskannya juga.
" Baguslah kalau begitu. Kalau bisa jangan pernah menginjakkan kaki disini lagi. “ Kata Franz memperingatkan.
" Uhuk...uhuk......., baik-baik. " Ovin mengusap lehernya yang sakit, kemudian dilanjutkan untuk berdiri dan memunggungi Franz.
Jari-jarinya kini memegang kancing baju dan berkata.
" Setidaknya kau keluar dari sini. "
“.................... “ Franz hanya menjeling Ovin yang terlihat sedang mencengkram bajunya sendiri.
Tidak ada hal yang menarik lagi bagi Franz, dia memutuskan untuk pergi dari sana karena tidak tahan dengan keberadaan Ovin.
____________
Keinginan untuk bersama seseorang selalu timbul jika sudah menemukan apa arti dari hati yang kesepian.
" Ka...kakak? Apa kakak tahu dimana letak perpustakaan? "
Yang dipanggil kakak menoleh ke belakang, ternyata adik kelas lah yang tadi memanggilnya.
" Apa kamu siswa baru? " Tanya Ovin dengan tatapan menyelidik.
" I...iya, saya belum hafal semua denah sekolah ini, jadi bisakah kakak menunjukkan arahnya? "
" Kebetulan aku memang ingin ke sana. " Ovin menutup bukunya dan menurunkan kakinya yang tadinya ia luruskan ke satu kursi taman yang sedang didudukinya.
Kemudian ia berdiri dan memimpin jalan dari adik kelas. Jalan dan berjalan, kedua orang itu berjalan tanpa ada pembicaraan apapun, hingga sang adik kelas lah yang memulai pembicaraannya terlebih dahulu.
" Apa kakak juga baru pindah ke sini? " Tanyanya.
" Ya. "
" Apa....kakak tidak apa-apa, sebab selama ini saya melihat kakak sering di bully. "
Ovin menoleh ke samping kanan dan memberikan jawabannya.
" Demi mencari kesenangan, mereka bersikap kekanakkan. Asal masih hidup sudah lebih dari cukup, tapi ada saatnya nanti mereka menderita, maka aku akan melihatnya dengan perasaan senang. "
" Hahaha......, ngomong-ngomong aku Lutvi dari kelas 1-D, nama kakak siapa? " Tanya Lutvi.
" Panggil saja Ovin, kita sudah sampai. " Kembali menatap ke depan dimana pintu yang merupakan ruang perpustakaan sudah ada di depan mata.
Kedua orang itu masuk bergiliran dan di sambut satu orang yang sama-sama memakai kacamata seperti dirinya, yaitu sang petugas perpustakaan.
" Ovin, kamu datang? Siapa yang ada di belakangmu? " Tanya Bu Vilen saat melihat ada seorang anak laki-laki yang sedang berdiri di belakag Ovin.
" Dia Lutvi, murid baru kelas 1. " Jawab Ovin.
" Kebetulan hari ini ada rapat guru sampai jam siang, apa kalian bisa membantu meletakkan buku baru ini ke rak buku yang ada disana? " Pinta Bu Vilen dan menunjuk ke deretan rak buku kosong yang letaknya ternyata ada di bagian paling atas.
" Kalau begitu saya bisa bantu kakak dong. " Lutvi dengan percaya diri menawarkan bantuannya kepada kakak kelasnya itu.
" Baiklah. "
Dengan begini kedua orang tersebut saling bantu membantu, membereskan buku baru yang masih berserakan dan menempatkannya ke rak buku kosong yang sudah disediakan.
Hanya saja saking tingginya rak buku, dia harus menaiki tangga untuk sampai di atas.
Perpustakaan yang memiliki tinggi dua lantai namun menjadi satu ruangan itu memiliki banyak buku yang dimana setiap pengambilannya yang letaknya tinggi harus memakai tangga yang dimana ianya bisa bergeser ke samping baik kanan maupun kiri.
Maka itulah yang sedang dilakukan Ovin.
Dia duduk dengan santai di tangga itu tapi membelakangi rak, sedangkan Lutvi bagian mengoper buku dan meletakkan bukunya ke tangga lain di sebelah Ovin.
" Bagaimana jika gantian? "
" Tidak usah, aku lebih suka melihat pembicaraan yang sedang merendahkan orang lain itu. " Ovin ada kalanya melirik orang-orang yang ada di lantai bawah.
Dan sebaliknya, beberapa pasang mata melihat pemandangan itu dan menjadikannya buah bibir.
" Apa kak Ovin tidak risih dengan bisikan mereka? " Tanya Lutvi.
" Tidak, sebagai bonus membantuku aku akan mengajakmu berkeliling. " Ovin langsung mengalihkan pembicaraannya.
" Eh...apa tidak apa? "
" Ini kemauanku sendiri. “ Jawab Ovin.
Dua puluh menit berlalu, semuanya sudah beres di tempat.
Bu Vilen sendiri sudah memeriksanya dan memperbolehkan mereka berdua bebas mau tetap di perpustakaan atau keluar.
Lutvi yang awalnya ingin duduk diam di perpustakaan ia undur terlebih dahulu, karena kebetulan ada orang yang mau mengajaknya berkeliling.
Ada berbagai macam Ekstrakurikuler, dari melukis, drama, basket, voli, fotografer, taekwondo, sepak bola, klub sastra, berenang, memanah, musik, dan masih banyak lagi.
Namun tidak ada satupun yang Ovin ikuti karena merepotkan.
Kedua orang ini berkeliling dari satu tempat ke tempat lain, dari taman, tempat voli, ruang seni, auditorium, komputer, ruang bahasa, kolam renang, UKS, Osis, ruang guru, kantin sekaligus membeli minuman dan terakhir tempat basket.
" Jadi ini asal suara keras itu. " Tanya Lutvi, karena dari luar terdengar suara teriakan yang cukup keras.
Ovin menaikkan kacamatanya sebentar dan berkata pada Lutvi.
" Dengan tinggi 178, berat 65 Kg, otot kekar dan kaki jenjangmu, masuk saja ke klub basket. Aku tidak menawarkanmu, hanya memberitahu ciri fisikmu juga tidak boleh di sia-siakan, cari yang kamu minati. “ Ucap Ovin, tiba-tiba menjelaskan rincian tubuh fisik Lutvi yang cocok masuk ke dalam klub basket.
" Err....., apa ini pujian juga? "
" Anggap saja begitu. " Jawab Ovin dengan percaya dirinya.
" Kalau begitu aku ingin melihat suasana di dalam. " Pinta Lutvi karena rasa penasaran sebab di dalam stadion khusus basket terdengar sangat ramai.
" Masuklah. " Kata Ovin, sambil meminum minuman isotonik yang tadi sempat dia beli.
" Ayo.....Kak Ovin harus masuk juga. " menarik tangan Ovin dan membawanya masuk ke pintu masuk yang sudah ada di depannya.
Suasananya begitu meriah, sangat meriah apa lagi didominasi kalangan perempuan.
Lutvi melihat dua regu klub basket yang sedang bertanding, benar-benar menghidupkan suasana.
"Jordy! Jordy! Jordy! "
" Franz! Franz! Franz! Franz! "
" SEMANGAT! "
" Kalahkan mereka JORDY! "
" SEAN! JANGAN KALAH!"
Sorakan si penggemar sekaligus pendukung dari masing-masing kubu menjadi pemeriah suasana.
PRITTTTTT..............
Peluit tanda istirahat selama 3 menit pun ditiup.
Masing-masing regu kembali ke pos masing-masing untuk istirahat sejenak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 207 Episodes
Comments
Rofy Ropingah
lanjut
2024-05-05
0
@Risa Virgo Always Beautiful
Ovin kelakuan kamu lucu mendengarkan detak jantung Franz
2023-01-31
1
THIRTEEN
Berapa kata satu chap ini?
2023-01-31
1