Part 14

Seharusnya, Farhan menepati janji pada seseorang, tapi sepertinya ia lupa akan hal itu. Yang ada dalam pikirannya saat ini adalah anaknya. Ia masih tak percaya bahwa ia telah memiliki seorang anak, bahkan tahu saat sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi dengan ibu dari anaknya itu.

Farhan menatap langit-langit kamar hotel, karena tadi ia sudah berjanji kepada Putra bahwa ia akan mengajaknya jalan-jalan. Sekelebat, bayang wajah Sarah muncul dalam benaknya. Tanpa sadar, senyumnya terukir.

"Sarah," ucapnya sendiri. Lalu dengan sendirinya ia memejamkan mata.

Tanpa terasa pagi sudah tiba, saking nyenyaknya ia merasa baru saja tidur beberapa waktu lalu. Jam alarm yang sudah di setting sudah berdering, Farhan langsung terbangun dari tidurnya dan mematikan alarm yang berbunyi dari ponselnya. Ia segera membersihkan diri dan bersiap-siap. Sejak ia berada di dalam kamar mandi, ponsel miliknya terus berdering. Namun, tidak terdengar oleh Farhan.

Tak lama, ia menyudahi ritual mandinya. Kali ini, pakaian yang digunakannya adalah pakaian santai. Ia tidak akan pergi ke kantor karena ia akan pergi bersama anaknya. Setelan yang digunakan dengan bawahan celana jeans dan kemeja kotak-kotak berwarna navy membuatnya terlihat lebih muda lagi.

Ia bercermin terlebih dulu, memastikan bahwa tampilannya sudah oke. Tak lupa menyemprotkan minyak wangi di tubuhnya, sampai-sampai ia menghirup aroma tubuhnya sendiri.

"Ah ... Sudah wangi," ucapnya. Saat hendak mendekati pintu, ia kembali menghampiri cermin memutar tubuhnya melihat bagian belakang takut ada yang kurang. Semua sudah aman terkendali, ia siap berangkat menjemput Putra hari ini.

***

"Ayo dong, sayang. Sarapan dulu," bujuk Sarah.

Putra nampak kesal karena papanya tidak ada saat dirinya terbangun.

"Mama usir papa 'kan? Kenapa Mama mengusirnya? Papa 'kan sudah janji tidak akan meninggalkanku lagi." Putra mengamuk untuk yang pertama kalinya.

"Ada apa? Putra kenapa?" tanya bi Ami yang baru saja tiba.

"Merajuk," jawab Sarah.

Bi Ami pun menghampiri Putra yang ia anggap cucunya sendiri. Lalu membujuk agar bocah itu mau sarapan.

"Sebentar lagi papa datang, Putra sarapan dulu ya? Katanya mau jalan-jalan sama papa," kata bi Ami merayu Putra agar mau sarapan.

Sarah sudah gelisah, hari ini hari pertama ia menjabat sebagai supervisior di tempatnya bekerja. Ia tidak boleh terlambat karena pagi ini ada meeting sama anak-anal di line. Melihat jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh, ia bisa terlambat kalau masih belum berangkat.

"Bi, bagaimana ini? Aku takut telat," kata Sarah.

Bi Ami tahu soal jabatan baru Sarah. "Pergi-lah, biar Bibi yang urus Putra," jawab bi Ami.

Sarah pun melihat ke arah Putra, anak sematawayangnya itu benar-benar merajuk.

"Ini salah mas Farhan juga sih, kenapa janji kalau tidak bisa menepati janji!" Sarah pun jadinya kesal sendiri. Mau tak mau, Sarah kembali membujuk Putra, setidaknya ia pamit untuk bekerja hari ini.

"Sayang, Putra 'kan tau kalau Mama sekarang punya jabatan, Mama harus berangkat lebih pagi lagi. Mama berangkat kerja dulu ya?"

Anak kecil itu tidak menoleh sedikit pun, malah cemberut sambil bersedekap tangan di dada.

"Putra marah pada, Mama? Sudah tidak nurut lagi sama Mama?!" tanya Sarah. "Katanya sayang, katanya mau jadi anak penurut, tapi kok gini sikapnya sama Mama?" sambung Sarah lagi.

Putra marah karena ia mengira mamanya mengusir papanya. Putra malah berlari menuju kamar dan menghempaskan tubuhnya di tempat tidur.

"Sudah-lah, kamu berangkat saja. Putra tidak akan lama seperti ini," kata bi Ami. "Nanti kamu telat."

"Ya udah, Bi. Aku berangkat ya?" pamit Sarah. Wanita itu mencium punggung tangan bi Ami, lalu segera pergi. Karena kemarin pulang diantar mantan suaminya, jadi sekarang Sarah pergi ke pabrik menggunakan angkutan umum, biasanya ia pergi membawa motor yang ia beli hasil keringatnya sendiri, itu pun dengan cara mencicilnya. Bisa dibayangkan biaya perbulan Sarah selama lima tahun ini, belum bayar kontrakkan, cicilan motor belum lagi bayar cicilan biaya rumah sakit anaknya dan yang lain-lain.

Namun, ia jalani dengan hati yang ikhlas. Memiliki kendaraan membuatnya bisa mengajak Putra jalan-jalan walau hanya mengitari komplek sebelah. Anak seusia Putra biasanya diajak jalan menggunakan motor pun sudah senang.

***

Pagi ini, Sarah mulai dengan aktivitasnya sebagai supervisior. Ia pengawas yang paling ramah jika dibandingkan dengan yang lain. Pagi ini, ia mendapatkan kejutan dari seseorang. Entah tahu dari mana hari ulang tahunnya, tiba-tiba saja ada sebuah kado yang dititipkan pada anak buahnya.

"Bu, ada titipan nih," ucap karyawan yang ia pegang.

Bertuliskan selamat hari ulang tahun. Sarah pun menerimanya. Memang sudah biasa ia mendapatkan sebuah hadiah, tapi kali ini temanya hadiah ulang tahun. Tidak ada yang tahu hari ulang tahunnya selain Wita selama bekerja di pabrik itu.

Karena harus fokus bekerja, Sarah meletakkan kado itu di bawah kolong meja. Hari ini pekerjaannya cukup sibuk. Dikejar exspor mepet dan harus selesai munggu depan, sedangkan barang masih banyak. Sarah juga membantu proses para pegawai yang keteteran.

Semua bekerja sama karena dalam satu line itu adalah tim. Sarah harus menunjukkan bahwa pegangan linenya bisa bersaing dengan line yang lain. Meski ia baru menjabat sebagai supervisior, ia harus tetap bisa karena itu tuntutan sebagai menjabat jabatan baru.

***

Jam istirahat pun tiba. Ini kesempatan Sarah untuk menghubungi bi Ami, ia takut anaknya masih marah. Biasanya ia akan pulang pas jam istirahat, tapi kali ini tidak karena ia benar-benar sibuk. Menggunakan jam istirahat hanya untuk makan dan shalat saja, setelah itu ia segera kembali ke line. Itu resiko sebagai supervisior yang dikejar deadline.

Namun, ia lega karena Putra sudah tidak lagi merajuk. Bahkan anaknya saat ini tengah diajak jalan-jalan sama papanya. Sarah tidak melarang Farhan membawa Putra untuk jalan-jalan, terkecuali jika membawanya pergi dari hidupnya, sampai kapan pun Sarah akan memperjuangkan hak asuhnya.

Di tempat lain, Putra nampak bahagia bisa pergi bersama papanya. Tidak ada lagi yang bisa meledeknya karena teman-teman seumurnya selalu mengatai bahwa Putra tidak punya ayah.

Di balik kebahagiaan Farhan, ada seseorang yang menantikan kabar darinya. Orang itu terus menunggu dengan sabar, sampai akhirnya orang itu mencampakkan baju pengantin yang sudah dirancang sebagus mungkin, si pemilik butik pun sampai menghela napas.

Karena BT, si pemilik butik menghubungi temannya untuk curhat.

Sayangnya, si penerima telepon tidak bisa mendengar keluh kesahnya karena ia pun lagi sibuk-sibuknya.

Terpopuler

Comments

anita

anita

sarah msh sngat sayang farhan,apalagi ada putra buah cinta mereka,sulit rasanya membuka hati

2024-04-04

0

Hafifah Hafifah

Hafifah Hafifah

jangan" sifarhan udah nikah lagi nih

2024-03-23

1

nuradam W4ty

nuradam W4ty

meski banyak yg naksir sarah tetap saja seperti tdk ingin membuka perasaan nya karna ingin fokus ke anak nya dan pengalaman nya yg begitu pahit sangat susah di lewatin

2024-03-21

2

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 96 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!