Bab 2

Tepat jam 8 malam Calista pulang dengan menggunakan taxi, dia tidak bersama Imam karena harus lembur lebih dulu sebentar.

"Assalamualaikum" sapa Calista saat masuk ke dalam Rumah.

"Waalaikumsalam, baru pulang kamu?" balas Ibu Emi dengan sinis.

Calista mengangguk, lalu dia pamit untuk masuk ke dalam kamar nya.

Ceklek.

"Kamu baru pulang Dek? Kenapa tidak menelpon Mas" ucap Imam meletakan laptop nya.

"Coba cek ponsel kamu, Mas" balas Calista.

Lalu Calista memilih untuk membersihkan tubuh nya ke dalam kamar mandi, dia cukup kesal akan Imam yang terkesan mengabaikan panggilan dari nya.

Sedangkan Imam sendiri melihat ponsel nya dan ternyata banyak sekali pesan dan panggilan dari Calista yang tak terjawab oleh nya.

"Apa tadi saat aku berbincang dengan Ibu ya" gumam Imam merutuki kebodohannya.

Kemudian Imam kembali duduk di sofa dan membuka laptop nya kembali, dia terpaksa membawa pekerjaan ke Rumah karena besok akan rapat dan berkas buat besok belum rampung.

Ceklek.

Pintu kamar mandi terbuka dan Calista keluar dengan keadaan segar dan juga sudah rapih, dia melirik Suami nya sekilas lalu melangkah kembali ke arah ranjang.

Huh.

Calista membuang nafas kasar seraya merebahkan tubuh nya di ranjang, dia memejamkan mata yang cukup lelah.

"Kamu yang mengatakan jangan membawa pekerjaan dan kamu sendiri yang melanggarnya" gumam Calista lirih.

Mata terpejam, namun perut Calista keroncongan yang mana sangat sulit untuk tidur nyenyak.

Calista memilih memejamkan kembali mata nya, dia cukup malas dan entah kenapa mood nya sangat jelek.

1 Jam berlalu,

2 Jam dan Imam masih saja di depan laptop nya tanpa menghiraukan Calista.

Huh.

Huh.

"Dek, kamu kenapa?" tanya Imam setelah melirik ke arah ranjang yang mana disana Calista menggigil.

Imam menyimpan tangannya di kening Calista dan dia langsung terperanjat kaget.

Panas.

Itulah yang Imam rasakan di telapak tangan nya.

"Dek, kamu demam" ucap nya dengan panik.

Hmmm.

"Tolong kompres saja, Mas. Dan jangan beritahu Ibu" lirih Calista.

"Tunggu sebentar" balas Imam berlalu ke kamar mandi.

Imam langsung saja meletakan sapu tangan basah di kening Calista, dia juga mencari obat penurun panas di kotak P3k.

"Kamu belum makan, Dek?" tanya Imam setelah mendengar perut Calista yang bersuara.

Calista hanya diam saja, dia tidak bisa bersuara ataupun mengangguk karena tubuh nya benar-benar lemas dan menggigil.

"Ya ampun, kenapa kamu bisa teledor begini Dek" gerutu Imam.

"Maaf, tadi nya aku ingin makan malam di luar tapi nyata nya kamu tak menjemput" lirih Calista dengan lemah.

Deg.

Imam merasakan jantung nya berdetak kencang, dia lupa bahwa tadi siang sudah janji akan makan malam di tempat langganan mereka.

"Maafkan Mas, Dek. Tadi Ibu menelpon agar makan malam di Rumah dan Mas lupa memberimu kabar" lirih Imam dengan memeluk Calista.

"Sudah ku duga, kamu selalu saja berubah setelah ada Ibu mu" batin Calista.

Calista diam, dia kembali mencoba untuk terlelap karena merasa lelah.

Bukan hanya kali ini saja sang Ibu mertua datang, tiap tahun dia akan kesini dan akan berdampak pada Imam yang memang sangat peduli akan sang Ibu.

Bukan Calista melarang, tetapi Imam akan melupakan kewajiban seorang Suami jika menyangkut dengan sang Ibu dan Calista akan selalu mengalah serta diam.

"Sayang, makan dulu ya" bujuk Imam.

"Tidak usah, Mas. Aku ingin tidur saja" balas Calista.

Imam menggelengkan kepala nya, dia lalu bangkit dan keluar dari kamar.

Calista menghela nafas kasar, dia bisa mendengarkan bahwa Ibu mertua nya sedang menegur Imam.

Ceklek.

"Makannya kalau punya penyakit jangan teledor untuk makan, jadi nyusahin anak saya kan" bentak Ibu Emi setelah masuk ke dalam kamar.

"Maaf Bu" balas Calista pelan.

"Makan dan langsung minum obat, jangan manja untuk ke Dokter karena mahal" cetus Ibu Emi kembali dengan berlalu keluar kamar.

Pedas.

Ya, itulah julukan yang pantas untuk Ibu Emi yang bermulut pedas sekali.

Tanpa belas kasihan, dia memarahi Calista yang terbaring lemah dan bahkan langsung kembali pergi setelah puas.

"Sayang, makan" ucap Imam yang baru saja kembali dari dapur, dia membawa nampan.

Calista bangun dengan menguatkan diri nya, dia lalu mengambil piring dan mulai makan dengan terpaksa.

Setelah itu dia langsung meminum obat, dan kembali merebahkan diri nya.

"Maafkan Ibu ya, Dek" ucap Imam.

"Hmmm" balas Calista.

"Maaf, aku selalu memaafkan Ibu Mas. Namun, pedas nya kata-kata Ibu selalu berhasil membuatku sakit" batin Calista.

Calista kembali terlelap setelah meminum obat penurun panas, dia tidak memperdulikan Imam yang masih setia duduk di samping nya.

...****************...

Calista masih terlihat lemas dan pucat, dia memilih izin dari perusahaan karena tidak memungkinkan untuk bekerja.

Imam sejak pagi tadi sudah berangkat kerja, dia bahkan hanya mengecup kening Calista tanpa berpamitan lebih dulu.

Brak.

"Bangun, jangan manja" teriak Ibu Emi dengan kesal.

"Ya Bu, biar aku yang membereskan Rumah jika Ibu akan pergi" ucap Calista pelan.

"Ya memang harus nya begitu, aku akan belanja dulu" celetuk Ibu Emi santai.

Hufh.

Calista membuang nafas lelah, dia masih pusing dan terpaksa bangkit dari tidurannya.

"Semangat, jangan lemah" gumam Calista melangkah ke kamar mandi.

Sebelum mengerjakan pekerjaan Rumah, Calista memilih berendam air hangat terlebih dahulu agar segar.

30 menit berlalu dan Calista sudah siap untuk mengerjakan pekerjaannya.

*

Tepat jam 10 pagi semua sudah selesai dan bersih, Calista beristirahat di ruang keluarga dengan mengatur nafas nya yang masih memburu karena capek.

Kepala nya semakin pusing dan badannya terlihat lemas, dia memilih untuk melangkah masuk ke dalam kamar nya.

"Ya Allah, pusing sekali" gumam Calista dengan memegang kepala nya.

Bruk

Belum juga sampai ke dalam kamar, tubuh nya sudah ambruk di depan pintu kamar nya.

Pingsan.

Ya, Calista pingsan karena daya tahan tubuh nya sedang lemah.

**

'Eungghhh'

"Sayang, kau sudah sadar" ucap Imam terdengar samar di telinga Calista.

"Dimana ini" gumam Calista tanpa suara.

Ruangan putih dengan wangi yang sangat menyengat, ya dia sudah bisa menebak nya bahwa dia sedang di Rumah sakit.

Calista memejamkan mata nya kembali lalu membuka nya, dia menatap Imam yang sedang berdiri di samping nya dengan tatapan yang penuh khawatir.

"Aku tidak apa, Mas" lirih Calista.

Imam menggelengkan kepala nya, dia lalu memegang tangan Calista dan mengecup nya berkali-kali.

Menyesal?

Ya, itulah yang sedang di rasakan Imam saat ini.

Imam menyesal karena meninggalkan Calista yang sakit sendirian di Rumah, bahkan dia terkesan mementingkan pekerjaannya dari pada sang Istri.

"Maaf"

"Maaf"

Hanya kata maaf yang mampu Imam ucapkan pada Istri nya yang sedang terbaring lemah di atas ranjang Rumah sakit.

"Maafkan aku yang lalai, Dek" bisik Imam dengan nada penuh sesal.

.

.

.

.

.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!