Sukri dan dua temannya datang lagi ke Jakarta untuk mencari Indah.
Mereka sudah bekerja lama untuk Vina bahkan yang menculik Ibunya Indah juga adalah mereka.
Bukannya mereka tak bisa bekerja yang lain, karena gaji yang diberikan Vina sangat besar bagi mereka, akhirnya mereka memilih tetap bekerja pada Vina meski pekerjaan mereka termasuk dalam kejahatan.
"Ini alamat yang diberikan oleh, Bu Vina. Katanya, Neng Indah tinggal di sana," ucap Sukri kepada temannya.
"Ya udah atuh, ayo cepat kita ke sana," sahut Basri~temannya Sukri.
"Heh, Deni ayo atuh kamu teh nyetirnya lambat pisan," ucap Basri.
"Iya, ini juga baru mau ngebut, sabar atuh," sahut Deni.
Deni pun mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
Mereka memang diberi satu mobil oleh Vina untuk melancarkan misi mereka.
********
Di kampung.
"Vir, kamu gak mau nyari Indah ya? Katanya Indah hilang?" ucap Kokom~temannya Vira dan Indah.
"Aku udah nyari Indah ke Jakarta, tapi gak ketemu. Satu minggu aku mencari dia tapi tetap aja gak ketemu," sahut Vira.
"Kasihan ya si Indah, semoga dia baik-baik aja."
"Vir, gimana caranya kok, Indah bisa hilang pas di Jakarta? Setahu aku, Indah kan tahu banyak tentang Jakarta dan juga tahu banyak tempat di jakarta?" tanya Sisca~teman Vira yang lainnya.
"Gak tahu. Ih kalian kenapa jadi nanya-nanya tentang Indah ke aku sih? Kan aku juga gak tahu. Asal kalian tahu aja, Ibu ku sudah lapor polisi dan dia juga sekarang sudah mengerahkan banyak orang untuk mencari si Indah," ucap Vira dengan nada kesal.
Vira berjalan lebih cepat dari mereka karena tak ingin terus ditanya-tanya oleh kedua temannya.
Di depan orang lain, Vira memang selalu bersikap baik terhadap Inda, beda dengan saat dirinya sedang berada di dalam rumah.
Jika di luar, Vira selalu bersikap baik terhadap Indah maka jika sedang berada di dalam rumah, Vira akan bersikap sebaliknya.
**********
Di kantor.
"Hai, Fer," ucap Rendi kepada Feri.
"Lo gak gangguin Indah kan?" tanya Feri.
"Sedikit," sahut Rendi.
"Awas aja kalau nanti, gue pulang, Indah nangis-nangis."
"Nggak, Fer. Lo pikir gue apain, Indah sampai segitunya."
Firman yang mendengar pembicaraan Rendi dan Feri hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.
"Papa, dari kapan, Papa disitu?" tanya Rendi.
"Boleh, Papa masuk?" tanya Firman yang masih berdiri di ambang pintu.
"Masuk saja, Om. Kalau gitu saya permisi," ucap Feri sembari melangkahkan kakinya menuju luar ruangan itu.
"Feri, tunggu. Kamu mau kemana?" ucap Firman.
"Mau ke ruangan saya, Om."
"Kesini dulu. Ada yang mau, Om tanyakan."
Feri kembali berjalan menghampiri Firman dan Rendi!
"Ada apa, Om?"
"Om heran, kenapa kamu bisa tinggal di rumah itu, sejak kapan kamu pindah rumah?" tanya Firman.
Firman memang tidak tahu bahwa Feri sudah pindah rumah.
"Belum lama, Om. Belum sampai dua bulan," sahut Feri.
"Rumah yang lama memangnya kenapa?"
"Tidak kenapa-kenapa. Aku hanya ingin pindah rumah saja, Om."
"Sudah banyak uang ya sekarang, sudah bisa beli rumah baru."
Feri tersenyum tipis. "Alhamdulillah, Om aku bisa mengumpulkan sedikit-sedikit dari uang gaji ku."
"Kamu ketemu dimana sama Tiara, apa dia saudara kamu? Setahu, Om dia gak punya saudara laki-laki."
"Papa sok tahu," sambung Rendi.
"Saya memang bukan saudaranya mereka, saya tidak punya hubungan apa pun dengan keluarga mereka," jelas Feri.
"Lalu, bagaimana kamu bisa dekat dengan Tiara bahkan kedekatan kalian sudah seperti saudara kandung?"
"Saya memang sayang sama dia seperti kepada adik saya sendiri. Dulu Ayahnya Indah yang menyekolahkan saya sampai saya bisa seperti ini, saya pikir sekarang saatnya saya membalas semua kebaikan beliau," jelas Feri lagi.
"Kalau gitu ceritanya, yakin, lo gak cinta sama Indah?" tanya Rendi.
Feri menatap Rendi lalu menatap Firman, sebuah senyuman tipis terukir di bibir Feri.
"Lo tenang saja, gue gak cinta sama Indah dan gak akan pernah mencintainya. Gue memang sayang sama dia tapi sayang gue ke Indah hanya sebatas keluarga saja, hanya sebatas hubungan antara adik dan kakak saja," jelas Feri.
"Jadi kamu tidak tinggal bersama orang tuamu?" tanya Firman.
"Tidak, sejak kecil saya tinggal di panti asuhan dan sejak saya remaja saya sudah tinggal sendiri di rumah yang lama. Rumah itu dibelikan oleh, Papanya, Indah khusus untuk saya."
"Berarti kamu tidak tahu kepada orang tua kamu?"
"Tidak," sahut Feri dengan menundukkan kepalanya.
"Lo sabar ya, Fer semoga suatu saat lo bisa menemukan orang tua lo," ucap Rendi.
"Semoga saja, meski sebenarnya gue udah putus asa karena udah lama gue cari mereka tapi tetap tidak ketemu."
"Feri, seharusnya kamu katakan ini sejak dulu kepada, Om bukankan selama ini kita sudah seperti keluarga? Bahkan, Om sudah menganggap kamu seperti anak, Om sendiri," ucap Firman.
"Saya rasa, saya sudah banyak merepotkan, Om dan juga Rendi jadi saya tidak meminta bantuan untuk urusan pribadi saya yang satu ini," ucap Feri.
**********
Di depan rumah, Feri.
Tiga orang suruhannya, Vina memarkirkan mobil mereka di jalan yang lumayan jauh dari rumah itu. Mereka sengaja parkir lebih jauh dari rumah, Feri karena mereka akan melakukan pengintaian terlebih dahulu.
"Rumah itu dijaga ketat," ucap Sukri.
"Iya, sepertinya mereka tahu kalau Indah sedang dalam pencarian kita," sahut Basri.
"Kita harus cari cara untuk menculik, Indah," sambung Deni.
Mereka tetap diam di dalam mobil sembari terus memperhatikan rumah, Feri.
Rendi memang menyewa tiga bodyguard khusus untuk menjaga Indah.
"Lebih baik sekarang kita lapor sama, Bu Vina tentang semua ini," ucap Deni.
"Ya udah, ayo kita pergi saja dari sini. Lain kali kita kembali lagi dengan persiapan yang benar-benar matang."
Deni pun melajukan mobilnya, mereka tidak jadi melanjutkan rencana mereka untuk menculik, Indah karena ternyata, Indah dalam perlindungan beberapa bodyguard!
"Kemana nih kita?" ucap Deni.
"Kita cari tempat yang cocok buat dijadikan markas dulu, setelah itu baru kita susun rencana untuk menculik gadis itu," ucap Basri.
Tanpa menjawab perkataan rekannya, Deni terus melajukan mobilnya menuju perkampungan!
**********
Di kamarnya.
Indah duduk di tepi ranjang, air matanya mengalir membasahi pipinya.
Indah teringat dengan, Ayahnya betapa dia sangat merindukan sang Ayah yang telah tiada, dari kecil dirinya sudah ditinggalkan oleh Ibunya bahkan dia sendiri tidak pernah melihat wajah asli Ibunya karena sang Ibu tiada saat dirinya masih bayi, Indah mengenal wajah Ibunya hanya lewat foto saja.
Indah sudah terbiasa hidup tanpa seorang Ibu, jadi dia tidak terlalu merindukan sosok seorang Ibu, dirinya lebih merindukan sosok seorang Ayah dalam hidupnya.
"Ayah, Indah rindu sekali sama Ayah. Semoga Ayah bahagia ya disisi Tuhan, Ayah jangan khawatir disini, Indah bahagia bersama, 'A Feri," gumam Indah.
Indah mengusap air matanya yang membasahi pipinya, saat itu sudah waktunya, Feri pulang. Dia tak ingin membuat Feri akan khawatir kepadanya kalau tahu dirinya habis menangis.
Indah pergi ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya agar sisa-sisa air matanya tidak membekas di pipinya!
"Assalamu'alaikum!"
Feri berjalan memasuki rumahnya dengan langkah panjangnya!
Benar saja belum juga, Indah keluar dari dalam kamar mandi, Feri sudah tiba di rumahnya.
"Indah!"
"Indah!"
Karena, Indah tak menjawab salamnya, Feri berteriak memanggil, Indah.
"Dimana, Indah?" tanya Feri kepada bodyguard yang bertugas menjaga, Indah.
"Tadi ada di kamarnya," sahut Bodyguard itu.
"Saya, panggil-panggil kok gak menyahut."
"Mungkin, dia tertidur."
"Apa sih, 'A kenapa teriak?" tanya, Indah sambil berjalan menghampiri, Feri.
"Gak apa-apa, aku hanya takut kamu kenapa-kenapa karena tadi kamu gak jawab salam aku," sahut Feri.
"Aku dari kamar mandi. Gak kedengaran."
"Ya udah karena kamu baik-baik saja, aku ke kamarku dulu ya."
Indah hanya menanggapi perkataan Feri dengan anggukan dan senyum yang terukir di bibirnya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments