"Ini kan perpisahan kita bro," saat itu Gea langsung bersembunyi. "setelah gue bertunangan gue langsung pergi keluar negri, loe tahu sendiri kan?, gue pernah cerita masalah itu. Nanti nih sana, hidup gue kembali lagi bebas seperti Papa gue masih tinggal di Madura wahahaahaaa ... Ah ... gue bosen harus jadi anak baik terus."
Itu kalimat pertama yang Gea dengar langsung dari Javir malam itu, begitu jelas sehingga terekam jelas dalam memori otal Gea.
"Wahahaha ... Mau bagaimana lagi coba?" Terlihat Javir masih berdiri disamping mobilnya, belum juga masuk kedalam mobil. "Gue ingin kebebasan gue kembali, jadi gaka da pilihan lain .... satu-satunya jalan ya gue harus bertunangan dengan Gea, biar Papa gue percaya, dan nanti diluar negri sana gue bebas mau ngapain aja."
Saat itu Gea tersenyum miris setelah mendengar kalimat kalimat yang diucapkan Javir.
Ternyata Javir menyetujui pertunangan mereka hanya karena mau menggunakan Gea sebagai kartu kebebasnya, bukan mencintainya seperti Gea yang mencjntai Javir setulus hati..
"Alah ... Lagi pula ia gak mungkin tahu juga apa yang gue lakuin disana kalik ..., anak kecil kayak dia mah yang terpenting asalkan gue bersikap baik didepannya semua akan beres, seperti gue didepan Papa gue gitu."
Teman Javir tertawa mendengarnya.
"Jadi anak baik, tapi didepannya ... belingsatan di belakangnya kayak sekarang ini. Kalau ketahuan mabuk-mabukan ginu udah habis gue."
Javir tertawa lepas saat itu, begitu bahagia, tampa beban dan terlihat sempoyongan saat berjalan.
Bahkan yang diucapkannya terputus-putus, namun nyaring sampai terdengar dengan jelas oleh Gea.
Tidak seperti Gea yang merasakan kehancuran hatinya, sesak yang menyelimuti dirinya.
Sebelum kejadian itu, dia dan Javir pergi ke mall untuk mengambil cincin pertunangan pesanan mereka berdua. Tetapi bukannya pulang, setelah Javir pergi Gea malah meminta taxi yang dia tumpangi untuk mengikuti Javir.
Mobil Javir masuk ke parkiran club, Gea yang tahu jika dia akan dilarang masuk kesana pada awalnya memutuskan untuk pulang, tetapi saat di tengah perjalanan dia kembali berubah pikiran dan memutuskan untu pergi kerestaurant didekat sana, menatap kejalan raya menunggu mobil Javir lewat.
Entahlah ... Dia tiba-tiba merasa khawatir takut terjadi apa-apa pada Javir, karena besok malam mereka akan bertunangan.
Beberapa kali Abra menghubunginya, dengan ragu Gea menjawaban panggilan Abra dengan berbohong jika dia masih makan malam bersama Javir setemah kelelahan mengelilingi mall.
Kebohongan Gea saat itu mampu membuat Abra tenang dan tidak menghubunginya lagi.
Gea menyalakan layar ponselnya, sudah jam dua belas, sebentar lagi pasti Ayahnya akan menghubunginya lagi, terlebih restaurant itu sepertinya akan tutup.
Jadi Gea memutuskan untuk keluar dari restaurant itu, dan menunggu Javir keluar dari dalam club.
Niat untuk mengejutkan Javir sirna saat dia mendengar percakapan Javir dengan temannya.
Saat itu juga Gea merasa hancur, merasa dimanfaatkan dan kecewa yang begitu mendalam pada Javir. Sehingga dia memutuskan untuk membatalkan pertunangan mereka, sebelum perasaan Gsa semakin dalam pada Jabir nantinya.
"Gea!"
"Ah ya ..."
Gea terperanjat, menatap kesekeliling memastikan dia dimana. Dia di rumahnya, dirumah keluarga Ganendra dan tampa sadar dia ngelamun ditaman belakang rumah.
Gea tersenyum pada Ara yang menatapnya dengan kening mengerut, "ya Bun" ucapnya riang menutupi perasaan kacau balaunya.
Mata Ara langsung memicing penuh curiga, "apa ada masalah?" Tanya Ara begitu perhatian seperti biasa.
Meski Gea bukan anak kandung Abra dan Ara, tidak ada perbedaan bagaimana Ara dan Abra memperlakukannya dan anak-anak kandung mereka, Ara dan Abra sangat perhatian dan sayang padanya.
"Gak ada Bun" jawab Gea.
"Ok ... Bunda tidak mau memaksa kamu, karena si kembar dan Ayah sudah menunggu dimeja makan."
Gea menganggukkan kepala.
Dia berjalan mengikuti Ara dari belakang memasuki rumah menuju meja makan keluarga.
Disana sudah ada si kembar dan Ayah Abra yang sudah duduk menunggunya dan Bunda Ara untuk makan bersama.
"Ayah, Bang Je pulang, kenapa Bang Ar, Abang As dan Abang Al tidak?" Tanya Chaka.
"Bang Je kerja di Indonesia sekarang, kalau Bang Ar dan Bang As masib harus kuliah, nanti kalau sudah lulus baru pulang" jawab Abra. "Abang Al pasti juga ikut tinggal disini, tapi itu nanti."
Abang-abang yang dimaksud Chaka dan Abra adalah Regan, Aslan, Javir dan Alaric.
Kebiasaan Bunda Ara yang memanggil nama orang secara singkat membuat Bilqis dan Chaka ikut-ikutan memanggil Abang mereka Adam Regan Zeroun Ganendra dengan panggilan Abang Ar.
Aslan Bumi Putra, teman Regan semasa kecil yang sudah keluarga Ganendra anggap anak, malah Ara panggilan As.
Alaric Lorenzo Romanov, anak temen Abra saat kuliah diluar negri Ara panggilan Al.
Bahkan Javir Erlangga dipanggil Je, hingga Gea sejak dulu memanggil Javir dengan panggilan Je atau Jeje.
Jika Ara sudah menganggap seseorang sebagai keluarga, maka dia tidak akan memanggil mereka dengan nama panggilan mereka, dia akan memanggilnya dengan panggilan sayang.
Sehingga orang-orang disekitarnya juga ikut memanggil orang itu dengan nama panggilan yang Ara berikan.
"Tahu dari mana Bang Je pulang sayang?" Tanya Ara pada Chaka, sambil menyendokkan nasi kepiring Abra.
"Tadi siang" jawab Bilqis dengan semangat, "waktu Kak Gea jemput kami tadi, jarum kecilnya ada diangka satu jadi itu jam satu, jadi waktu itu sudah siang Bunda."
Gea melirik kearah Ara, ternyata Ara juga melirik padanya dan tersenyum segaris menenangkan.
Gea membalasnya dengan senyum segaris.
Menundukkan kepala dan mulai menyendok nasi didepannya, meski Gea sudah tidak berselera untuk makan.
^-^
Gea menyibukkan diri dengan mengedit beberapa video untuk dia upload di satu platform menonton video secara online dengan nama channel Anglov Channel miliknya.
Matanya benar-benar tidak bisa terpejam meski dia paksakan.
Pertemuannya dengan Javir membuatnya semua berantakan, entah itu perasaannya, otak maupun jadwalnya yang seharusnya sudah selesai mengedit dan mengupload video.
Terakhir bertemu empat tahun lalu, setelahnya Gea selalu menghindar untuk bertemu dengan Javir, karena pasti akan berakhir seperti ini.
Merindukannya.
"Angela Lovita!"
Gea langsung emringis mendengar teriakan Yesi, sahabatnya sekaligus anak dari sahabat Ayah Abra juga.
Yesi duduk didepan Gea, menyerobot minumannya dan menghembuskan nafas beberapa kali mencoba menirmalkan pernafasannya.
"Loe habis lari maraton?" Tanya Gea.
Mata Yesi mendelik, lalu tersentak seakan ingat akan sesuatu. "Oh My God Gea ..." teriaknya heboh.
"Teriak lagi, gue timpuk kepala loe" ancam Gea sambil mengangkat leptopnya.
"Ya Yuha Gea ... Gimana gue gak excited coba, coba loe tebak apa yang baru gue lihat."
Kening Gea langsung mengerut, menggelengkan kepala masa bodoh dengan apa yang dilihat Yesi. "Emangnya gue dukun yang bisa tahu loe baru ngaoain dan baru ngeliat apa" gerutu Gea.
Plak ...
"Aw ... Apaan sih ... Main mukul-mukul" omel Gea.
Yesi memukul lengan Gea keras, hingga Gea mengelus lengannya karena sakit.
"Gue ketemu Kak Je di kantor Ayah loe" seru Yesi.
Gea hanya dia sesaat dna kembali menunduk mencoba kembali fokus pada layar komputernya.
"Loe gak terkejut sih?" Tanya Yesi dmegan nada kecewa.
"Gue udah tau."
"Oh ya?, tapi udah ketemu belum?, dia tambah guwabteng loh ..."
Gea memilih diam tidak menjawab.
"Dia tambah ganteng Ge ... Serius ... Kalau loe udah gak ada rasa sama dia bilang ke gue ya, gue yang pertama mengajukan diri sma Om Malvin untuk menjadi pendampingnya.
Tangan Gea yang sejak tadi bergerak di atas komputernya terhenti. "Terserah gue gak ngurus, dia masa lalu gue."
Gea berdiri dari duduknya berjalan kearah dapur.
"Oh ya ... Beneran loh ya ... Jangan nyesel nanti kalau gue jadian sama Kak Je"
"Hem" jawab Gea sekenanya.
Yesi yerus saja mengikutinya seperti ekor, Gea ingin menjauh agar Yesi tidak terus mengganggunya.
Gea mendengar suara si kembar langsung menoleh kearah jam dinding.
Sial ... dia lupa menjemput si kembar.
Gea berjalan tergepoh-gepoh hendak keluar rumah untuk mengjampiri mereka, langkahnya semakin berat saat melihat Javir berjalan masuk keteras rumah dengan menggendong Bilqis dan menggandeng tangan Chaka.
Terlihat Bilqis lebih banyak berceloteh, sedangkan Javir sesekali menanggapinya dan tertawa kecil.
"Oh ... Hot dady"
Dua kata lebay yang dilontarkan Yesi berhasil menarik perhatiannya pada Javir.
Chaka berlari kecil menghampiri Gea, "untung saja Kak Gea belum berangkan jemput" ucap Chaka.
Gea tersenyum mengelus rambut Chaka, "Hehee ... Maaf ya ... Kak Gea mulai tadi ngedit video jadi lupa, ini malah baru mau berangkat."
"Untung aja ada Bang Je, jadi Bee langsung ikut Bang Je" sahut Bilqis.
"Bang Je gak tahu nomor telephone kak Gea, jadi Aka takut Kak Gea jemput kesekolah."
Gea tersenyum lembut, "maaf ya ..."
Kepala Chaka mengangguk pelan.
Tanagn Gea yang terulur kearah Javir memberi isyarat untuk mendekat.
Javir melangkah mendekatinya.
"Bee ayo turun Kak Gea bantu ganti baju" ucap Gea.
Langkah Javir terhenti, meenurunkan Bilqis dari gendongannya.
"Terima kasih" ucap Gea singkat.
Tangan Gea menggenggam tangan si kembar untuk masuk kedalam rumah tampa mempersilahkan Javir.
Yesi yang ditinggal begitu saja dengan Javir jadi kebingungan sendiri. "Itu Kak ... Ayo silahkan masuk" ucap Yesi dengan gerogi.
"Ok ... Yesi kan?"
"Oh My God ... Masih ingat ternyata" ucap Yesi kegirangan.
Javir hanya tertawa kecil mendengarnya.
Padahal saat dikantor Ganendra tadi Jabir hanha tersenyum sekilas dan berjalan melewatinya bersama Abra.
"Silahkan duduk Kak, gue buatin minuman dulu ya."
Yesi berlari kecil kearah dapur.
Javir duduk di sofa, menatap pada meja yang berantakan dengan layar leptop yang menyala dan layar ponsel Gea yang juga menyala karena ada notifikasi masuk.
^-^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments