Singa

“Pak Gunawan sudah menandatangani kontraknya, dia mau menginvestasikan sebagian sahamnya,” ucap Nilam.

“Bagus.”

Nilam menyerahkan beberapa dokumen yang sudah ditagih sebelumnya dengan tanda tangan Gunawan di dalamnya.

“Dia sama sekali tidak komplain dengan isi perjanjiannya?”

“Mana mungkin. Dia langsung tanda tangan tanpa melihat isi perjanjiannya dengan sedikit rayuan,” sahut Nilam sambil duduk di sofa.

“Ha-ha-ha. Tidak salah aku memilihmu dalam hal ini.”

“Pakai ini dan bersenang-senanglah. Anggap saja ini adalah bonus dariku.”

Terlihat sebuah kartu berwarna hitam di berikan kepada Nilam, oleh atasannya yang sebenarnya.

Rupanya Nilam memiliki niat tersembunyi saat masuk ke dalam jajaran perusahaan Gunawan, ia bersekongkol dengan bosnya sendiri yaitu Gustaf kakak kandung dari Gunawan yang juga memiliki perusahaan cukup besar.

Gustaf sangat menginginkan perusahaan yang dimiliki oleh Gunawan mengingat perusahaan itu dulunya adalah warisan dari orang tua mereka yang harusnya milik Gustaf.

Namun, perusahaan itu di rebut oleh Gunawan, ia juga mengusir Gustaf dari rumah dan mengambil semua aset milik Gustaf.

Kali ini setelah ia berhasil mendirikan perusahaan dengan keringatnya sendiri ia berniat untuk merebutnya kembali.

Nilam sendiri adalah sekretaris Gustaf, ia di perintahkan untuk masuk dan menjadi karyawan yang berperan penting dalam perusahaan.

Dengan bantuan seseorang Nilam dengan mudah masuk serta mendapatkan jabatan yang bagus di perusahaan Gunawan namun dengan syarat tertentu.

Nilam mengambil kartu hitam itu dengan raut semringah, dalam pikirannya ia sudah membayangkan akan membeli beberapa barang mewah.

Sementara itu Lastri tengah memandangi jimat gelang hitam itu.

'Semoga dengan jimat ini aku tidak lagi melihat atau di ganggu oleh hantu-hantu yang ada di kantor.’ batin Lastri.

“Kamu ngapain, Nak? Kok dari tadi Ibu perhatikan kamu sibuk melihat gelang itu,” ucap Minah.

“Eh ... Nggak Bu. Lastri cuma suka aja sama gelang ini,” sahut Lastri sambil menutupi gelang itu dengan tangannya.

Ibu Lastri mendengus heran sembari menggelengkan kepalanya, ia merasa aneh karena gelang itu terlihat hanya seperti rangkaian benang yang di ikat ke tangan Lastri.

“Anak jaman sekarang sukanya sama yang aneh-aneh,” gumam Minah.

***

Keesokan harinya, Lastri berangkat bekerja di jemput oleh Ayu.

“Bu Lastri berangkat dulu!” teriak Lastri kepada ibunya yang tengah berada di dapur.

“Iya Lastri hati-hati.”

Lastri pun masuk ke dalam mobil, Ayu menyalakan mesin dan menjalankan mobilnya. Di tengah perjalanan Ayu tidak sengaja melihat gelang yang di kenakan Lastri.

“Aku baru lihat gelang itu, kamu baru beli?” tanya Ayu.

“I-Iya yu aku baru beli kemarin,” sahut Lastri dengan gugup.

“Kamu kok gugup gitu kenapa?”

“Enggak kok Yu. Aku biasa-biasa aja,” sahut Lastri.

“Tapi kayanya gelangnya aneh bentuknya.”

“Ah ... Masa sih ini bagus kok,” Lastri memperhatikan jimatnya itu.

“Oh ya. Bagus kalau kamu suka,” Ayu tersenyum sambil terus fokus melihat jalan.

Sesampainya mereka di kantor, mereka berpisah dan menuju ruangan masing-masing.

Lastri mengerjakan pekerjaannya seperti biasa hingga terdengar suara ketukan pintu.

Tok ... Tok ... Tok.

“Iya silahkan masuk!” ucap Nilam.

Seorang pria yang pernah ia temui dulu saat menjadi OB datang dan masuk ke ruangganya.

“Selamat siang.”

Lagi-lagi Lastri terlalu fokus melihat pria itu hingga ia menghiraukan sapaan dari pria itu.

“Halo ... Selamat siang?” pria itu melambaikan tangannya ke arah wajah Lastri.

“Se-selamat singa,” sahut Lastri sambil terus menatap wajah pria itu.

“Hah singa? Saya manusia bukan singa.”

“A-anu ... Maksud saya selamat siang,” ucap Lastri malu.

'Aduh sepertinya otak dan mulutku sedang nggak sinkron.’ gumam Lastri.

“Silahkan duduk,” pinta Lastri.

“Lastri? Kamu Lastri?” pria itu terheran saat membaca id card yang di pakai Lastri.

“Iya saya Lastri.”

“Oh ya hampir lupa ... Ini berkas dari pak Gunawan. Saya nggak tahu isinya apa saya cuma di suruh ngasih ini,” ucapnya sambil menyerahkan berkas tersebut.

Lastri membuka berkas tersebut dan memeriksanya dengan teliti.

“Kalau begitu saya permisi dulu,” ucapnya.

“Iya silahkan.”

“Oh iya ... Nama saya Azlan,” ucapnya lagi sambil berbalik.

“Azlan? Mirip nama singa yang ada di kartun,” Lastri tertawa.

“Ya ... Saya kaget kamu bilang saya singa. Tapi tebakan kamu bagus juga, Azlan memang artinya singa,” ucapnya sembari keluar ruangan Lastri.

Saat pria itu keluar Lastri menutup wajahnya, sambil berteriak kecil. Karena ia malu sempat menatap Azlan cukup lama. Wajah yang merah padam terlihat jelas dari wajah Lastri rasa malu sekaligus senang di hati Lastri, membuatnya hampir melupakan berkas yang baru saja Azlan berikan.

Saat memeriksa berkas Lastri melihat ada kontrak kerja sama serta investasi saham yang di lakukan oleh Gunawan yang harus Lastri masukkan ke dalam data yang ada di komputernya.

Lastri mencoba melihat jam yang ada di HP-nya.

'Udah jam segini ternyata, nyari makam dulu deh,' Lastri bermonolog.

Lastri keluar kantor dan berjalan menuju warung nasi yang ada di seberang kantornya, Lastri duduk dan memesan makanan serta minuman.

Saat ingin menyuap makanannya Lastri di kejutkan dengan suara seseorang.

“Suka makan di sini juga ya?”

Lastri menoleh, ternyata orang itu adalah Azlan yang tiba-tiba duduk di sampingnya.

“Iya tapi kadang-kadang,” sahut Lastri.

Dengan perasaan gugup serta jantung yang berdebar Lastri berusaha tetap santai sambil menyuap makananya.

'Kenapa dia bisa ada di sini sih,' gumamnya dalam hati.

“Kamu berubah ya,” ucap Azlan.

“Berubah? Memangnya aku ultramen,” sahut Lastri.

Azlan hanya tertawa mendengar jawaban dari Lastri, debaran jantung Lastri sangat tidak terkendali ketika tanpa sengaja bahu mereka bersentuhan.

Spontan Lastri berdiri dan pergi meninggalkan Azlan serta makanannya yang belum habis di makan.

‘Kok pergi. Apa dia nggak senang ada aku di sini?' Azlan bermonolog.

Lastri berjalan cepat masuk ke dalam kantor dan menaiki lift, di dalam lift ia mengatur nafas karena sedari tadi jantungnya terus berdegup kencang.

“Astaga! Aku belum bayar makanannya!” Lastri menepuk jidatnya hingga memerah.

Mau tidak mau Lastri harus kembali ke warung nasi tersebut dan membayar makananya.

Saat sampai di warung nasi itu Lastri melihat Azlan sudah tidak berada di situ.

“Bu. Maaf banget saya tadi buru-buru jadi lupa bayar,” Lastri memberikan selembar uang kepada penjual itu.

“Mbak yang berdua masa mas ganteng tadi ya? Itu udah di bayar Mbak,” sahut penjual.

“Hah? Astaga mampus aja deh aku!”

“Lha kok mampus? Mbaknya memang nggak mau sama mas ganteng? Kalau begitu buat anak Ibu aja ya. Ibu punya anak cewek lumayan buat memperbaiki keturunan,” Ibu penjual itu menanggapi ucapan Lastri yang spontan itu.

“Terserah Ibu aja deh. Makasih ya Bu.”

Lastri pergi meninggalkan warung tersebut dan melanjutkan pekerjaannya dengan perasaan yang campur aduk.

Bersambung dulu gengs

Terpopuler

Comments

Putri Minwa

Putri Minwa

hai thor, Dendam mampir ya

2022-11-27

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!