Tristan Abimana yang baru saja sampai di rumahnya langsung naik ke lantai atas ke kamarnya.
Ia nampak melemparkan jas serta jam tangannya ke tempat tidur.
Setelah itu ia melepaskan sepatunya dan bergegas ke kamar mandi.
Berada di bawah guyuran air shower, Tristan kembali mencoba mengingat-ingat apa yang sudah ia lakukan pada wanita asing itu.
Baginya pengalaman bercinta secara paksa dengan wanita asing itu menyuguhkan sesuatu yang berbeda untuk nya.
Tristan sendiri memang suka jajan perempuan.
Akan tetapi, pengalaman bercinta dengan wanita yang ia paksa karena telah menolak ajakannya itu membuat ia merasa sesuatu yang berbeda dan ia tidak bisa melupakannya.
"Aku pasti akan mengulanginya dengan mu wanita bodoh. Aku belum puas dengan mu." desis Tristan Abimana penuh ambisi.
🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀
"Kak, kak Meira. Bangun, sudah sore! Seru Thalita, adik kedua Miranda yang kini masih duduk di bangku kelas 1 SMA.
Yang saat itu berusaha membangunkan sang Kakak dengan mengetuk pintu kamar Miranda yang di kunci dari dalam.
"Ngak biasanya kak Meira mengunci pintu kamarnya?" guman Thalita dalam hati.
"Kak, Kak Miranda memangnya ngak berangkat bekerja. Sudah jam 5 sore ini Kak. Biasanya Kakak dah siap siap berangkat!" Seru Thalita lagi.
Dari dalam kamar, Miranda mengerjab. Rasa letih dan juga lelah yang tadi pagi ia rasakan kini berangsur membaik.
"Iya Ta, Kakak sudah bangun," Jawab Miranda dari dalam kamar.
Miranda kemudian meraih ponselnya dan mengecek sudah jam berapa saat itu.
Miranda nampak menghela nafas panjang. Dalam hati, ia mencoba untuk tetap kuat dan tetap tidak ingin bercerita pada siapapun tentang nasib buruk yang menimpanya.
"Kok tumben makannya sedikit." cicit Bu Ratna, pada Miranda yang kala itu tengah menikmati makannya sebelum ia berangkat bekerja.
"Tadi sudah makan banyak Bu, ini aj sudah mau habis," tukas Miranda sambil tersenyum manis. Dan berusaha untuk tetap berexpresi biasa.
"Ibu sengaja masak masakan kesukaan mu hari ini, opor ayam. Sudah lama banget ibu ngak masakin masakan kesukaan kamu." jelas Bu Ratna pada putri pertamanya itu.
"Makasih banyak ya Bu, dah masakin Miranda opor ayam." ucap Miranda dengan nada riang.
Sejenak, Bu Ratna nampak mengamati wajah sang putri. Ia merasa, Miranda mungkin sedang tidak enak badan. Bu Ratna melihat mata Miranda terlihat cekung.
"Mir, kamu sakit?" tanya Bu Ratna memastikan.
"Ngak kok Bu, Meira baik baik saja." jawab Miranda berbohong.
"Kira in kamu sakit, mata mu terlihat cekung dan wajah mu sedikit pucat." selidik Bu Ratna sambil meneliti wajah sang putri.
"Ah itu hanya perasaan Ibu saja. Miranda siap siap ya Bu," Ujar Miranda yang kemudian ia berdiri dan membawa bekas piring makanya ke wastafel dan kemudian ia langsung mencucinya.
Kini, Miranda sudah berada di atas motor bututnya. Dan bersiap untuk berangkat bekerja.
Inilah hidup, kita tidak akan tau apa yang akan terjadi pada diri kita.
Walau kadang kita sudah berusaha untuk membentengi diri ini sebaik mungkin.
Kejadian buruk bisa saja sampai pada diri kita atau menerpa kita tanpa kita pernah tau.
Dalam kondisi seperti itu seorang Miranda Ayunda hanya bisa pasrah.
Dan, dari semua hal yang Miranda rasakan. Ia menamai musibah yang menimpanya adalah takdir dari Tuhan.
Hanya dengan begitu ia bisa menerima kenyataan bahwa kini dirinya sudah tidak suci lagi.
Terlebih ia sudah dinodai oleh Pria yang samasekali ia tidak kenal.
Tapi Miranda punya rencana untuk membuat perhitungan dengan pria yang sudah membuat ia tidak perawan lagi.
🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀
Begitu sampai di tempat kerjanya. Miranda langsung melakukan absensi.
Saat ia sedang melakukan absensi. Samar samar ia mendengar beberapa karyawati sedang membicarakan sesuatu.
Sesuatu yang membuatnya kemudian menajamkan pendengarannya.
"Tadi pagi aku membersihkan kamar villa no 127, tau ngak sih. Kamar itu sangat berantakan. Dan, tau tidak, sepertinya kamar itu baru saja di pake pengantin baru mungkin. Soalnya banyak sekali jejak jejak penghuni nya habis melakukan malam pertamanya. Ada noda merah di sprei, dan parah nya lagi, banyak noda cairan di sprei itu. Bisa jadi itu cairan, sper ma," tutur salah satu karyawati.
Miranda yang mendengar itu pun langsung panic.
Bukankah kamar itu adalah kamar yang Pria dan dirinya gunakan pada malam itu.
"Oya, mungkin itu pengalaman pertama mereka," timpal salah satu karyawati lain.
"Pengalaman sih, pengalaman. Tapi mereka tidak tau malu. Membiarkan bekas percintaan mereka begitu saja." ucap karyawati yang pertama kali tadi bicara.
Dan hal itu sudah membuat Miranda kembali merasa jijik.
Berjalan sedikit mengendap-endap. Miranda mengarahkan langkahnya ke tempat pencucian atau laundry yang ada di villa tempat Ia bekerja.
Di tempat itu lah Miranda bermaksud untuk mencari barang bukti.
Bukti sebuah sprei yang ternoda bercak darah dan juga tumpahan cairan mirip cairan sper ma seperti yang tadi Miranda dengar dari salah satu karyawan yang bergosip.
Terlihat begitu menjijikkan dan memalukan memang.
Tapi apa boleh buat, Miranda berniat untuk mencari sprei yang mereka maksud kan.
Miranda tindak ingin barang bukti itu hilang begitu saja. Miranda pikir, dia bisa menyimpan sprei tersebut untuk bisa ia gunakan sebagai barang bukti.
Barang bukti kebejatan yang dilakukan oleh Pria yang telah menodainya.
Setibanya ia di depan laundry, di sana terdapat tumpukan bekas bekas sprei, sarung bantal dan juga handuk bekas pakai para tamu yang nampak sudah menggunung di sisi mesin laundry.
Seorang pegawai loundry villa nampak sudah akan memulai pekerjaannya.
Sedangkan Miranda sendiri harus bergerak cepat untuk segara menemukan sprei tersebut.
Miranda pun langsung bergegas mendekati petugas loundry tersebut.
"Kau sedang apa di sini?" Tanya salah seorang pegawai loundry. Ketika melihat Miranda berada di tempat itu. Dan Ia pun nampak curiga pada Miranda.
"Aku sedang mencari suatu barang. Ada seorang tamu villa ingin aku bisa menemukannya." tutur Miranda berbohong.
"Barang apa, mungkin aku bisa membantu." tanya pegawai itu menawarkan diri. Tapi sang pegawai itu berkata dengan nada sedikit ketus.
"Hemmm, benda kecil dan tipis." imbuh Miranda mencoba berfikir mencari alasan.
"Tipis dan kecil?" ucap pegawai itu nampak bigung. Benda apa kiranya yang Miranda maksudkan.
Miranda yang belum lama bekerja di villa itu tentu saja masih belum kenal dengan banyak karyawan di sana. Apalagi mereka juga beda shift.
"Apa kamu tidak tanya, benda apa namanya yang tamu maksud kan. Aneh sekali," tutur wanita itu lagi. Dengan nada suaranya sediki culas.
Pasalnya benda yang Miranda cari tidak jelas dan keberadaan Miranda seolah-olah telah menganggu waktu kerjanya.
"Yang tamu cari adalah kartu ATM. Tadi pagi aku yang membersihkan kamar villa. Dan oleh sebab itu aku bertanggung jawab untuk menemukan kartu itu.
Mungkin kartu itu terselip di sprei yang aku ganti tadi pagi. Jika Ibu tidak keberatan, boleh kah aku memeriksa sebentar tumpukan sprei kotor itu?" ucap Miranda beralasan.
Padahal sebenarnya ia sedang berbohong. Berbohong demi bisa mendapatkan sprei tersebut.
"Baiklah, aku izinkan kau mencari sendiri apa yang kau cari. Asalkan kau bereskan kembali sprei sprei itu." ujar wanita tersebut dengan raut wajah cemberut.
Dalam hati, Miranda begitu sebal dengan pegawai tersebut. Akan tetapi ia harus tetap berusaha untuk sabar dan terlihat ramah.
"Aku akan bereskan kembali spreinya. Jika aku sudah menemukan ATM yang ku maksud." Ucap Miranda.
Tidak mau membuang waktu, Miranda pun langsung bergegas untuk mencari sprei yang ia maksud.
Setelah beberapa saat mengadukan aduk tumpukan sprei tersebut. Akhirnya Miranda menemukan sprei yang ia maksudkan.
"Yes, aku menemukannya," ucap Miranda lega dan senang. Lalu, Miranda cepat cepat menaruh sprei yang sudah ia temukan itu kedalam sebuah kantong plastik berwarna hitam yang sudah ia bawa dan siapkan sebelumnya.
Dan beruntung nya, di lokasi itu tidak ada CCTV. Sehingga aman bagi Miranda untuk membawa sprei tersebut.
Setelah itu Miranda dengan segera merapikan tumbukan sprei itu seperti sediakala.
Kemudian ia membawa pergi barang bukti yang ia cari.
Sebuah barang bukti yang penting bagi Miranda. Untung saja ia bisa mendapatkan barang tersebut.
🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀
Kediaman Rumah Tristan
"Tristan, bangun nak! Waktunya makan malam. Dari pagi kamu tidur saja, ini sudah malam." pangil Aminah pada Tristan. Anak bungsu nya yang pada saat itu masih berada di kamarnya.
"Iya Ma, nanti Tristan menyusul." jawab Tristan dari dalam kamar.
"Jangan lama lama, Papa ingin bicara dengan mu." imbuh Aminah.
"Iya Ma," jawab Tristan lagi.
Tristan akhirnya keluar dari kamarnya. Setelah seharian ia hanya tidur di dalam kamarnya.
"Selamat malam semuanya." sapa Tristan pada semua anggota keluarganya yang saat itu sudah berada di meja makan untuk makan malam.
"Kau tidak ke kantor tadi pagi." Tanya Wisnu pada sang adik Tristan.
Wisnu Abimanyu adalah anak pertama dari Pasangan Prawira Adiyaksa dan juga Aminah. Sedangkan anak kedua mereka perempuan bernama Shalimar. Sudah menikah dan menetap bersama suaminya di Amerika. Sedangkan Tristan Abimana adalah anak terakhir.
"Aku capek habis meeting di villa kemarin Bang," jawab Tristan.
"Kamu ini, baru seperti itu saja dah capek." Jawab Prawira, sang Papa yang memang sedikit agak tegas pada Tristan.
"Jangan bandingkan aku dengan Abang, Pa. Aku bukan Bang Wisnu yang giat bekerja dan jago urus perusahaan." Jawab Tristan.
"Kau ini, banyak alasan saja Tristan. Umur mu sudah bukan anak ABG lagi. Tapi kelakuan kamu masih malas malasan untuk bekerja. Bagaimana Papa bisa menitipkan salah satu perusahaan Papa untuk bisa kamu kelola. Jika kamu masih malas." ujar lagi Prawira dengan nada sedikit keras.
"Pa, kita makan dulu. Jangan bahas pekerjaan." ucap Aminah dengan nada lembut. Mencoba mendinginkan suasana di meja makan yang nampak mulai tegang.
Seperti biasa, Prawira memang sedikit ketus dan juga tegas pada Tristan. Karena Tristan sendiri memang punya sifat yang keras. Tidak seperti Wisnu atau Shalimar yang anak nya penurut serta cerdas dan juga pintar mengurus perusahaan.
"Sudahlah, aku sudah tidak mood makan malam." ujar Tristan yang kemudian langsung pergi meninggalkan meja makan.
"Anak ini, benar benar selalu membuat Papa emosi." ucap Prawira sambil menahan emosi yang tertahan.
"Sabar Pa, sifat Tristan beda dengan Wisnu dan juga Shalimar." tutur Aminah menenangkan suami nya.
"Papa jadi, ingin menjodohkan Tristan dengan Laura, anak bungsu Pak Chandra, pemilik villa Lestari ?" tanya Wisnu pada sang Papa.
"Tergantung bagaimana kesiapan anak itu. Sekarang saja dia masih malas malasan bekerja. Apa kata Chandra nanti, kalau Tristan jadi menikah dengan teman bisnis papa itu. Jika Tristan belum ada prestasi seperti kamu." jawab Prawira.
"Jika kamu mau, menikah lah dengan Laura. Kalian juga sudah saling kenal kan." ucap Prawira memberikan Wisnu saran.
"Maaf Pa, Wisnu masih belum siap untuk menikahi lagi. Renata belum genap setahun meningal. Wisnu masih belum ingin menikah lagi. Wisnu masih sangat mencintai Renata. Walau kini Renata sudah tidak lagi ada di sisi Wisnu."
"Sabar Nak, Mama yakin, suatu saat kamu akan mendapatkan pengganti Renata." timpal Aminah memberikan dukungan pada anak laki-laki pertama nya itu. Yang telah di tingal mati oleh istri tercintanya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Shanum❤️
makin seru aja nih ceritanya
2022-12-06
1
Shanum❤️
nikahin dong
2022-12-06
1