Empat hari telah berlalu setelah kejadian penculikan itu. Zahra masih belum membuka matanya, beruntung kondisi kesehatannya mulai membaik. Di dalam ruangan tempat Zahra dirawat, Riyan sedang menatap bayi kecil yang terlihat begitu tenang dalam lelapnya. Sesekali bayi yang terlihat begitu menggemaskan dan cantik itu, menggeliat pelan membuat Riyan enggan mengalihkan tatapannya dari bayi mungil nan cantik itu. Pikirannya mulai berkelana pada bayi malang yang entah berada di mana.
"Apa yang harus Riyan lakukan, Bu?" Tanya Riyan pada wanita yang kini sedang berdiri di sampingnya, yang juga tengah menatap bayi perempuan cantik yang sedang terlelap di dalam box bayi.
"Apalagi? Tentu saja kita harus merawat dan membesarkan bayi ini dengan baik. Karena hanya dengan cara itu, kita tidak akan merasa malu meminta pada Allah untuk selalu menjaga dan melindungi putramu di manapun berada." Jawab Eliana yakin.
"Bukan masalah itu, Bu. Bagaimana Riyan menceritakan hal ini pada Zahra. Riyan tidak tahu bagaimana caranya menjelaskan padanya tentang bayi ini." Ujar Riyan.
"Zahra tumbuh di sekeliling orang-orang yang bukan darah dagingnya. Ayah yakin dia akan menyayangi bayi ini seperti menyayangi anaknya sendiri." Kenan menimpali pembicaraan. Laki-laki itu lalu menoleh menatap ke arah ranjang di mana menantunya sedang terbaring tak sadarkan diri.
"Assalamualaikum."
"Waalikumssalam." Jawab Kenan dan Eliana bersamaan.
Sepasang suami istri itu lalu menoleh ke arah pintu, dan mendapati Kean serta keluarga kecilnya sudah berada di ambang pintu kamar perawatan Zahra.
"Loh kok Nana ada disini. Bukannya sedang berbulan madu?" Tanya Eliana sambil melangkah menuju empat orang yang masih berdiri di ambang pintu.
"Bulan madunya masih bisa direncanakan lain waktu, Aunty." Jawab Riana. Wanita itu melangkah masuk dan mendekat ke arah Eliana, kemudian menyalami punggung tangan adik ayahnya itu.
"Kabar duka ini sudah mengganggu honeymoon kalian ya." Ucap Eliana sendu.
"Ga sama sekali, Tante." Jawab Fikri menimpali. Laki-laki itu pun melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan istrinya. Menyalami punggung tangan sepasang suami istri paruh baya yang ada di dalam ruang rawat itu, takzim.
"Terimakasih ya, Nak." Ucap Eliana.
Riana dan Fikri mengangguk bersamaan.
Setelah menyalami punggung tangan Eliana dan Kenan , sepasang pengantin baru itu lantas melangkah menuju samping ranjang di mana Zahra sedang terbaring dan belum sadarkan diri.
Riana mengulurkan tangannya, lalu menggenggam tangan Zahra yang masih terpasang selang infus, lalu mengusapnya lembut.
"Bahkan gadis sebaik dan se-patuh kamu pun, masih diberikan ujian sebesar ini. Bagaimana dengan ku, Ra?" Gumam Riana seakan sedang bertanya pada wanita yang masih menutup mata di hadapannya.
Fikri yang juga ada di situ, segera menarik tubuh Riana dan mendekapnya dari samping.
"Sejatinya, Allah tidak akan salah memilih untuk memberikan takaran ujian pada umat-Nya. Jika pun nanti kita diberi ujian yang berat, itu berarti kita mampu melewatinya. Begitupun yang sedang dialami Zahra dan Riyan saat ini. Mereka adalah orang yang terpilih, karena Allah yakin mereka kuat menjalani ini semua. Jika Allah yakin akan kekuatan umat-Nya, mengapa kita harus ragu?" Jelas Fikri.
Riana mengangguk mengerti, walau di dalam hatinya ia tetap merasa sedih atas apa yang tengah menimpa adik sepupunya ini. Ia lalu melangkah menuju box bayi yang juga berada di dalam kamar itu.
"Aku tahu kamu kuat, dan pasti bisa melewatinya. Segeralah pulih, kamu punya tanggung jawab untuk membesarkan seorang bayi yang tak berdosa, agar kelak di manapun putra mu berada, akan senantiasa dirawat oleh Allah." Ujar Fikri setelah Riana sudah tiba di samping box bayi.
Tidak lama Fikri berdiri di samping ranjang Zahra, ia lalu melangkah menuju sofa yang ada di dalam ruangan itu dan bergabung bersama Riyan dan dua laki-laki paruh baya lainnya.
"Sudah sampai mana pencarian wanita itu?" Tanya Kean pada keponakannya.
Riyan menggeleng.
"Riyan sudah mendaftarkan gambar serta identitas yang tertinggal di rumah sakit, namun, wanita itu bagaikan di telan bumi." Jawab Riyan. "Gio dan Meisya juga sudah mendatangi alamat yang lama, namun, rumah itu kosong. Kata orang-orang di sekitar, pemiliknya sudah lama meninggal, dan anak-anaknya sudah tidak pernah lagi mendatangi rumah itu. Terakhir kabar, kakak dari perawat itu menjadi Tenaga Kerja Wanita di Malaysia, dan menikah di sana. Wanita itu yang meninggal setelah melahirkan bayi di hari yang sama dengan Zahra." Jelasnya lagi.
Kenan memijit keningnya. Setelah berpuluh-puluh tahun, ini pertama kalinya ia kesulitan menemukan seseorang. Di hadapan Kenan, Kean menarik nafas yang terasa begitu berat.
"Apa kita tidak perlu mencari tahu ke Malaysia?" Tanya Fikri memberi saran.
Riyan menggeleng.
Wanita itu sudah lama memutus kekeluargaan dengan suaminya di Malaysia. Hubungan mereka tidak sah di mata hukum, karena lelaki yang menikahinya sudah berkeluarga. Untuk itu, dia memilih kembali ke Indonesia." Jawab Riyan.
"Kita tunggu aja. Daftar pencarian orang sudah di tayangkan di seluruh stasiun televisi. Kalaupun dia akan bersembunyi, mau sampai kapan?" Ujar Kenan sedikit kesal. Bukan kesal pada orang lain, tetapi pada dirinya sendiri yang merasa tidak berguna menangani hal ini.
Di samping Kenan, Eliana mengusap lembut punggung suaminya itu agar tidak terus emosi. Karena jika masalah dihadapi dengan emosi, bukannya mendapat jalan keluar, pasti hanya akan bertambah besar.
"Yang membuat bingung saat ini, apa Riyan harus menceritakan kenyataan itu pada Zahra, atau menyimpan kisah ini sendiri.
"Jangan melakukan itu. Kamu harus menjelaskan semuanya, tapi memang harus menunggu Zahra benar-benar sembuh dulu." Jawab Kean tegas.
"Benar, Nak. Jangan membuat sesuatu yang nantinya akan menjadikan kepercayaan Zahra padamu berkurang. Sesakit apapun itu, kamu harus menjelaskan kebenarannya. Tapi ya itu, lihat kondisinya terlebih dahulu." Rianti menimpali.
***
"Riyan..."
Masih di ruangan yang sama, Riana yang sudah kembali ke samping ranjang dan tengah duduk di sana, memanggil adik sepupunya. Jemari Zahra yang kini menggenggam tangannya, membuat Riana terkejut.
Pembicaraan di sofa, terhenti. Semua orang yang tengah duduk di sana, menoleh ke arah ranjang di mana Riana berada.
"Zahra bergerak.." Ucap Riana sambil menunjukan jemarinya yang sedang di genggam cukup erat.
Tanpa menunggu lama, Riyan segera beranjak dari sofa, lalu melangkah cepat menuju ranjang di mana istrinya terbaring.
"Ra..." Riyan membungkuk di depan wajah Zahra.
Sedangkan Kean yang juga ada di sana, ikut mendekati ranjang dan memeriksa layar yang ada di samping ranjang itu. Memastikan jika benar-benar ada kemajuan.
"Alhamdulillah. Dia sudah baik-baik saja." Ujar Kean. "Jangan di paksakan dulu, sebentar lagi pasti akan sadar." Sambungnya memperingati keponakannya yang sedang membungkuk di depan wajah Zahra.
***
*Note Author
Maaf beberapa bulan ini aku ga konsisten update nya. Sebenarnya kisah Jingga saat balita, akan nyambung di novel TAKDIR CINTA RIANA, dan untuk novel LANGIT JINGGA DI UJUNG SAMUDRA ini, hanya akan menceritakan kisah Langit, JIngga dan Samudra setelah mereka dewasa. Tapi karena ada sedikit masalah dengan novel TAKDIR CINTA RIANA, aku buat nyambung disini aja biar lebih jelas alurnya. Jadi yang belum baca KITA BUKAN MADU boleh mampir dulu, karena ini sekuelnya.
Terimakasih 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Retno Budhihartati
lanjut thor, menarik kisahnya
2022-11-01
1