Langit Jingga Di Ujung Samudra

Langit Jingga Di Ujung Samudra

Bab 1. Kejadian Menyedihkan

"Dok, denyut nadi pasien mulai menurun." Ujar salah satu perawat yang bertugas memantau monitor yang memantau tanda vital Zahra.

"Saya ngantuk banget, Sus." Ucap Zahra pelan. Mata wanita yang memang hanya di bius setengah badan saja itu, mulai terlihat sayu.

"Tetap bersama saya ya, Bu." Ucap perawat itu. Bunyi monitor mulai membuat tenaga medis yang ada di ruangan itu semakin sibuk.

Seorang bayi laki-laki berhasil di keluarkan dari perut Zahra, meskipun tak ada suara tangisan seperti biasanya, ketika bayi baru lahir.

Seorang bidan langsung menerima bayi malang itu, dan langsung memasukkannya ke dalam inkubator yang sudah tersedia di sana. Karena memang bayi itu harus dilahirkan sebelum waktunya.

Para team medis yang ada di ruangan itu tidak lagi memperdulikan bayi yang sudah di bawa keluar dari dalam ruangan, dan memilih fokus pada Zahra yang kini tidak lagi sadarkan diri.

"Kesehatan Ibu Zahra menurun, Dok." Ucap bidan yang kini sedang mendorong inkubator tempat di mana bayi Zahra dan Riyan berada.

Riyan hanya melirik sedih pada bayi malang yang sedang berada di dalam inkubator, lalu melangkah cepat masuk ke dalam ruang operasi.

"Jenis kelamin bayinya apa, Sus?" Tanya Meisya dengan mata berbinar.

"Perempuan, Bu." Jawab suster tersebut, lalu mendorong inkubator itu menuju ruangan khusus.

Meisya berniat mengikuti suster tersebut, namun, saat melihat Zahra sudah di dorong keluar dari dalam ruang operasi, ia menghentikan langkahnya dan memilih mengikuti brangkar Zahra bersama Riyan dan keluarga lainnya.

"Anak Riyan perempuan, Tante." Bisik Meisya.

"Tapi kata dokter kemungkinannya kecil karena mereka hanya berfokus menyelamatkan Zahra. Riyan meminta team medis memprioritaskan Zahra dari pada bayi nya." Ujar Eliana sedih.

Meisya mengusap lembut punggung Eliana.

"Mei yakin Riyan sudah memikirkan hal ini dengan baik, Tan. Dan itu pasti tidak mudah." Ucap Meisya, dan di angguki oleh Eliana.

Beberapa saat kemudian, brangkar di mana Zahra tengah terbaring, sudah tiba di dalam ruangan khusus yang ia tempati beberapa hari ini. Dan semua alat-alat medis yang ada di dalam ruangan itu, mulai beroperasi sebagai mana mestinya. Riyan memindahkan tubuh istrinya itu, dengan hati-hati ke atas ranjang yang sudah tersedia di dalam ruangan.

"Bu, tolong periksa putra Riyan ya. Walau kemungkinannya kecil, tapi kata dokter bayi itu masih dalam keadaan hidup saat lahir." Ujar Riyan membuat Meisya mengerutkan keningnya.

"Tapi kata bidan tadi anak kamu perempuan, Yan." Ucap Meisya menimpali. Ia yakin tidak salah dengar kala menanyakan alat kelamin bayi.

Setelah mengucapkan kalimat itu, Meisya segera keluar dari ruang perawatan Zahra, dan melangkah cepat menuju ruangan khusus bayi. Ia sudah menjadi seorang dokter kandungan di rumah sakit ini selama beberapa tahun, jadi tidak sulit baginya mencari ruangan di rumah sakit besar ini.

"Sialan! Aku temukan, akan ku bunuh kamu." Kesal Meisya.

"Di mana bidan yang bertugas membawa bayi dokter Riyan?" Tanya Meisya cepat saat sudah tiba di dalam ruangan khusus bayi.

"Dia sedang berada di ruang bersalin, Dok. Kakaknya meninggal setelah melahirkan." Jawab perawat yang sedang bertugas di dalam ruangan itu.

"Terus bayinya dokter Riyan di mana?" Tanya Meisya lagi.

"Di sana, Dok." Jawab suster tersebut ketakutan. Terlebih saat ini, tidak hanya mantan dokter kandungan yang ada di sana, tetapi juga pimpinan rumah sakit sekaligus pemilik, sudah melangkah cepat masuk ke dalam ruangan itu.

"Astagfirullah, Tan. Ini bukan bayi Riyan." Ujar Meisya. Ia membaca dengan seksama satu lembar tanda pengenal yang menempel di box kaca.

Seorang suter yang terlihat kebingungan bercampur khawatir, ikut beranjak dari meja kerjanya, lalu melangkah mendekati inkubator tempat bayi pemilik rumah sakit berada.

"Antar saya keruangan bersalin itu!" Perintah Eliana dengan wajah tidak bersahabat. "Bang, hubungi Kean sekarang juga. Katan padanya untuk segera mencari tahu perawat itu." Pinta Eliana pada Kenan.

Kenan pun segera melakukan perintah istrinya itu, dan langsung menghubungi Kean yang ternyata sudah berada di dalam ruang rawat Zahra.

"Di mana jenazah pasien yang baru saja melahirkan?" Tanya Eliana saat ia dan Meisya telah tiba di depan ruang persalinan.

"Jenazah dan bayi nya baru saja di bawa pulang, Bu." Jawab suster yang sedang berjaga di sana.

"Cepat cari tahu di mana alamat mereka sekarang juga!" Tegas Eliana bercampur kesal.

"Tante..." Meisya mengusap punggung Eliana agar wanita itu bisa sedikit lebih tenang.

"Ya Allah, berat banget cobaan ini, Mei." Lirih Eliana mulai terisak sambil menutup wajahnya dengan tangan.

Meisya terenyuh. Ia lantas menarik tubuh wanita paruh baya itu masuk ke dalam pelukannya.

"Tuhan tidak akan memberikan ujian di luar batas kemampuan umat-Nya, Tante." Ucapnya pelan.

Beberapa saat kemudian, tubuh Eliana yang terus bergetar sudah berpindah dalam pelukan Kenan. Laki-laki yang selalu menjadi sandaran untuk Eliana dalam keadaan apapun itu, ikut merasa sedih atas ujian yang menimpa mereka hari ini.

"Kita yang lalai, Sayang. Sejak awal, kita tidak terlalu memikirkan bayi itu dan hanya berfokus pada kesehatan Zahra. Allah menegur kita dengan cara seperti ini, agar di lain waktu, kita bisa menghargai pemberian dari-Nya." Ujar Kenan.

"Aku nyesal banget, Bang. Kasian bayi itu." Ucap Eliana masih sambil terisak pilu dalam pelukan suaminya.

Beberapa saat kemudian, Kean yang tadinya berada di dalam ruang perawatan Zahra, kini sudah berada di ruangan yang sama dengan Eliana dan Kenan.

"Maaf atas kelalaian ku, El." Ucap Kean penuh sesal. "Dia memang perawat di sini, namun hari ini adalah hari terakhirnya bekerja di rumah sakit ini. Itu pun karena kakaknya juga mejadi salah satu pasien di sini." Sambungnya menjelaskan.

"Kean, tolong suruh siapapun untuk datang ke rumah mereka. Tolong bawa kembali bayi kecil itu. Bayi itu membutuhkan perawatan intensif." Pinta Eliana memohon.

Kean tertunduk.

"Mereka tidak kembali ke alamat semula. Entah di mana mereka sekarang, orang suruhan ku masih sedang berusaha mencarinya." Jawab Kean sedih.

Mendengar jawaban dari Kean, Eliana kembali menangis sedih dalam pelukan Kenan.

"Apa yang harus kita lakukan, Bang? Bagaimana cara kita menjelaskan pada Zahra, jika bayi yang ia jaga dengan taruhan nyawanya, diambil oleh orang lain." Tangis Eliana masih terus memenuhi ruangan itu, membuat laki-laki yang sedang berdiri di ambang pintu ruangan, kembali membalik tubuhnya menuju ruangan di mana istrinya sedang berusaha untuk bisa kembali. Setelah mengetahui kebenaran menyedihkan yang ia alami hari ini, ia bahkan tidak lagi memiliki semangat untuk melirik ruang khusus bayi di mana seharusnya putranya berada.

Terpopuler

Comments

Jumadin Adin

Jumadin Adin

masih bingung di analisis

2022-12-16

0

Reni giany

Reni giany

bab awal sdh mewek bacanya thor😭😭

2022-11-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!