Dean tetap menuntun motornya mengikuti langkah wanita itu.
"Nona, di manakah rumahmu?"
"Untuk apa kamu menanyakan rumahku?"
"Aku akan mengantarmu pulang," jawab Dean.
"Mengantarkan aku pulang naik motor butut begitu? Aku tidak mau!"
"Hei, Nona. Walaupun butut tapi masih bisa dipakai," ujar Dean.
"Buktinya motor itu tidak bisa jalan," ucapnya.
"Ini aku lagi mau cari bengkel," ujar Dean.
Keduanya sudah berjalan sepanjang 500 meter, akhirnya bertemu bengkel.
"Nona, berhentilah!"
Wanita itu tak menggubrisnya dan tetap berjalan.
Dean membelokkan motornya ke bengkel. Ia sudah tidak peduli lagi dengan wanita itu.
Hampir sejam Dean menunggu ban motornya ditempel. Maklum, tadi cukup ramai.
Karena hari mulai gelap, Dean bergegas menghidupkan mesin motornya dan menyusuri jalan.
Dalam perjalanan menuju rumahnya, Dean melihat wanita itu duduk di pinggir trotoar tanpa alas kaki.
Dean menepikan kendaraannya ke arah wanita itu.
"Ayo aku antar pulang!"
"Aku tidak mau, jika aku ingin pulang ku bisa naik taksi atau menyuruh sopir menjemputku!"
"Nona, ini sudah malam kemungkinan akan turun hujan!" Dean menatap langit.
"Biarkan saja!" ketusnya.
"Nona, aku memiliki adik perempuan. Aku tidak ingin dia mengalami hal yang sama sepertimu. Jadi, mari ku antar pulang!"
"Berapa kali aku katakan, ku tak mau!" tolaknya.
"Ternyata kau sangat keras kepala!" Dean menarik ujung bibirnya.
"Iya, aku memang keras kepala. Pergilah!" usirnya.
"Baiklah!" Dean menghidupkan mesin motornya perlahan meninggalkan wanita itu.
Dean mengendarai dengan kecepatan pelan sembari melihat wanita itu dari kaca spion.
Tampak wanita itu di dekati 2 orang pria dengan gelagat mencurigakan. Dean lantas memutar laju kendaraannya kembali menghampirinya.
Dua orang pria itu menjaga jarak karena melihat kehadiran Dean. Ia pun kemudian turun lalu mendekatinya. "Sayang, kamu jangan merajuk lagi. Aku minta maaf!"
Wanita itu mengerutkan keningnya. "Kau bicara apa?"
Dean jongkok lalu mengarahkan wajahnya di telinga wanita itu kemudian berbisik, "Apa kau tidak takut dengan dua orang pria di belakangmu?"
Wanita itu dengan cepat menoleh, kemudian ia beranjak berdiri. "Ayo kita pulang!"
Dean menarik ujung bibirnya.
Wanita itu sekarang duduk di belakang Dean.
Setelah menjauh dari kedua pria tadi, Dean lantas bertanya, "Di mana rumahmu?"
"Jalan Cempaka."
"Bukankah itu perumahan mewah?"
"Ya."
"Apa pekerjaanmu di sana?"
"Maksudnya?"
"Nona bekerja 'kan di salah satu rumah mewah itu?"
"Kau pikir aku ini asisten rumah tangga!" kesalnya.
"Ya, tidak mungkin saja Nona sebagai salah satu pemilik rumah mewah itu.
"Aku memang tinggal di sana, walaupun rumah orang tua," ujarnya.
"Oh, pantas saja Nona tak mampu membayar secangkir kopi," celetuk Dean.
Wanita itu memukul punggung Dean dengan tas.
"Auww!" pekik Dean.
"Aku mampu membayarnya bahkan kau saja bisa ku beli!" ucapnya kesal.
"Nona, aku ini mahal. Kau tidak mungkin mampu membelinya," ujar Dean percaya diri.
"Benarkah? Kalau begitu aku tak mau membayar kopinya!"
"Jangan begitu, Nona. Harga kopi itu gaji setengah hari kerja," ucap Dean.
"Aku tidak peduli!"
Tak sampai 30 menit perjalanan, keduanya tiba di salah satu perumahan mewah.
Dean menghentikan motornya tepat di rumah berlantai 3 dengan pagar setinggi 2,5 meter.
Wanita itu membuka isi tasnya lalu menyerahkan 3 lembar uang berwarna biru. "Ini buat ganti kopi tadi!" menyodorkannya.
"Ini terlalu banyak," ucap Dean.
"Anggap saja karena kau sudah menolongku hari ini!"
"Begitu, ya." Dean menerima uang tersebut kemudian berkata lagi," Terima kasih!"
"Ya, sama-sama." Wanita itu hendak menekan tombol rumah.
"Nona, siapa namamu?" tanya Dean sedikit keras.
"Untuk apa menanyakan namaku?" balik bertanya.
"Siapa tahu kita bertemu lagi," jawab Dean.
"Aku berdoa semoga kita tidak pernah bertemu!" ucapnya sedikit keras.
"Nona, jangan berkata seperti itu. Siapa tahu kita berjodoh," ucap Dean diiringi senyum menggoda.
"Jangan mimpi, deh! Sudah sana pergi!"
"Namaku Dean!" tanpa di minta dengan percaya dirinya berkata.
"Aku tidak bertanya!"
"Ya sudah, sampai jumpa lagi, Nona!" Dean menghidupkan mesin motornya kemudian berlalu.
Pintu pagar terbuka, ia masuk ke dalam rumahnya yang di garasi terdapat 5 mobil mewah dengan harga rata-rata di atas 1 milyar.
Begitu menginjakkan kakinya di hunian mewah tersebut langkah kakinya berhenti ketika mendengar suara bariton pria.
"Dari mana saja kamu?" tanyanya dengan nada dingin.
"Aku sedang menenangkan diri, Pa."
"Karina, sampai kapan kamu terus begini. Hura-hura, pergi ke sana kemari, bukannya bekerja tahunya menghabiskan uang!"
"Papa tak suka aku menghamburkan uang tapi membiarkan istri kesayangan belanja sesuka hatinya di mall. Kenapa dia tidak dilarang?"
"Karina, Mama Dina belanja bukan dari uang Papa tapi dari hasil usaha salon miliknya," jelas Dimas.
"Papa terus saja membelanya, aku ini anak kandung atau anak pungut?"
"Karina, kamu bicara apa. Papa tak membelanya memang kenyataannya seperti itu!"
"Aku bosan dengan kata-kata, Papa!" Karina menaiki tangga menuju kamarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Nadav effendy
Sejuh ini cukup menarik thor ceritanya.. Terimakasih othorrrrr
2023-02-11
1