Rani langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur begitu sampai rumah. Waktu itu hari belum terlalu sore sebenarnya, aktivitas hari itu pun tidak membuatnya capek karena setelah dari Thalassemia Center dan Rumah sakit, mereka langsung pulang ke rumah mereka.
Namun karena tidak ada yang bisa mereka lakukan di rumah, tidak ada pilihan lain selain mengistirahatkan tubuh dan sekedar menonton tv ataupun bermain ponsel.
Ryan memandang Rani dari arah sofa, seolah sangat mengerti dengan apa yang dirasakan istrinya itu. Dia pun sadar bahwa mereka belum bisa menjadi sepasang kekasih yang asyik ngobrol ataupun bercanda, mengingat latar belakang pernikahan mereka awalnya tidak dilandasi dengan perasaan cinta. Meski cinta itu kini telah hadir di hatinya, tapi Ryan tidak bisa memastikan kalau cinta itu juga hadir di hati istrinya.
Bahkan jika boleh menyesal, Ryan adalah orang yang pertama kali akan mengakui penyesalannya karena di awal pertemuan mereka, Ryan memang tidak menunjukkan perilaku yang baik terhadap Rani.
Belum lagi karena kesepakatan yang mereka buat ketika itu, tentu sedikit banyak menjadi penghalang untuk mereka bisa semakin dekat dan akrab selayaknya pasangan suami istri.
"Baik. Mari kita buat kesepakatan. Jika Anda tidak mau menerima saya sebagai pasangan Anda, mari kita berteman mulai dari sekarang. Apakah Anda keberatan menganggap saya sebagai teman?" Ryan mengingat-ingat tawaran Rani ketika itu.
"Hmmmm," Ryan mendesah pilu.
"Mas Ryan kenapa?" Rani yang mendengar desahan panjang suaminya penasaran dan memutuskan untuk bertanya.
"Mas bosen banget di rumah. Kita keluar lagi yuk," jawab Ryan dengan idenya yang tiba-tiba.
"Kemana?" tanya Rani kemudian.
"Ke suatu tempat," jawab Ryan sambil menarik Rani ke kamar mandi untuk mandi bersama sebelum mereka berangkat.
Mata Rani berbinar. Seolah mendapatkan angin segar karena merasa bisa menghilangkan kejenuhan di rumah.
Tak berapa lama, mereka pun siap berangkat. Ryan sengaja memilih dan memakaikan Rani dengan pakaian seperti biasa ketika dia beraktivitas santai di luar, dengan mengenakan rok jeans, kaos dan hijab plus sepatu ket juga tas punggung yang biasa dia kenakan. Sementara Rian, mengenakan celana jeans dan jaket senada, dengan topi yang sengaja dipakai untuk menutupi kepalanya.
"Tumben," batin Rani, sambil menatap Ryan penuh makna. Jujur, gaya berpakaian santai Ryan itu benar-benar tipe Rani banget.
"Kok ngliat Mas kayak gitu? Ayo buru!" seru Ryan yang sudah siap membukakan pintu mobil untuk Rani.
Rani pun segera menghampiri Ryan dan duduk di kursi samping pengemudi. Setelah Rani duduk nyaman, Ryan memutar tubuhnya dan segera duduk di belakang kemudi.
Kurang dari 30 menit, Ryan memarkirkan mobilnya di halaman sebuah Cafe yang terletak di pinggiran kota X. Mereka pun segera turun dan mencari tempat yang nyaman, kemudian memesan menu masing-masing.
Rani menyapu pandangan ke sekelilingnya. Cafe itu mengusung konsep kekinian, sengaja menampilkan interior yang artistik. Saat masuk, mereka sudah disuguhi dengan suasana lorong dengan arsitektur unik. Konsep yang selalu saja membuat Rani jatuh hati, sama seperti konsep rumah yang baru mereka tempati. Di tambah live alunan musik yang menyenandungkan lagu-lagu romantis, menyempurnakan tempat itu sebagai Cafe berkelas yang elegan.
"Kamu suka tempat ini?" tanya Ryan tiba-tiba.
Rani mengangguk sambil tersenyum, "Instagramable banget, Mas,"
"Ikut Mas yuk!" Ryan mengajak Rani menuju jendela yang ada di belakangnya.
Rani hanya mengikuti Ryan dan menuju jendela yang Ryan maksud. Dari sana dia bisa menatap pemandangan yang luar biasa. Ya. Cafe itu sengaja di bangun di perbatasan kota yang tidak terlalu sesak dengan bangunan lain. Posisinya yang sengaja memanfaatkan lereng tinggi, membuat pemandangan di belakang Cafe sangat menakjubkan.
Rani yang tidak pernah ke tempat itu karena memang jarang nongkrong, dibuat takjub melihat keindahan alam yang ada di depannya.
Rani pun sesekali memejamkan mata untuk menikmati semilir angin yang menyapu wajahnya. Hingga tiba-tiba, Ryan melingkarkan tangannya di perut Rani dari belakang dengan erat. Dia mencium telinga Rani kemudian berbisik,
" Maukah kau berpacaran denganku, Bidadari Kecil?"
"Maas...?" Rani terlihat bingung dengan pertanyaan suaminya.
Ryan membalikkan tubuh Rani sehingga tubuh mereka berhadapan, kemudian berucap,
"Mas tidak mau seumur hidup hanya menjadi teman kamu. Maukah kamu jadi pacar Mas mulai hari ini?"
Sejauh ini Rani tidak mengerti dengan permintaan suaminya itu. Tapi entah mengapa, mendengar itu dari mulut Ryan hati Rani menjadi berbunga-bunga. Jujur, dalam hati Rani memang masih terbayangi kesepakatan awal menjelang mereka menikah.
"Kok diam? Sekali lagi Mas tanya. Apakah kau mau berpacaran denganku?" Ryan yang belum mendapat jawaban dari istrinya memutuskan untuk bertanya sekali lagi.
Rani pun tersenyum dan menganggukkan kepalanya tanda setuju. Ryan yang mendapat sambutan baik dari istrinya, segera menarik tangan kiri Rani kemudian memeluknya.
"Berarti Mas jadi pacar pertama kamu dong?" tanya Ryan sambil melepaskan pelukannya dan menggandeng tangan Rani kembali ke tempat duduk mereka.
"Untuk Rani sih iya, meski untuk Mas Ryan....,"
Tiba-tiba jari telunjuk Ryan diarahkan ke bibir Rani sehingga istrinya itu tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Ryan tahu, pasti Rani akan membahas soal Meysie lagi.
"Arania Levana adalah satu-satunya wanita yang menjadi pacar pertama dan terakhir Ryan Dewangga." Ucap Ryan dengan tegas.
Rani hanya menganggukkan kepala dan tersenyum menunjukkan rasa percayanya kepada apa yang diucapkan suaminya, meski hati kecilnya berpikir lain.
Sebenarnya kalau dipikir-pikir, tidak mungkin juga Rani menolak, karena pada dasarnya memang mereka berdua sudah menikah. Tapi begitulah cinta, membuat hal-hal konyol selalu saja rela mereka lakukan.
Dalam hati kecil Ryan, dia ingin cinta Rani tumbuh dengan sendirinya, dengan proses alami seperti kebanyakan orang. Berkenalan, berteman, berpacaran kemudian menikah. Meskipun semua itu dilakukan setelah mereka halal. Berkenalan, Menikah, berteman, lalu berpacaran. Bukankah justru lebih indah?
***
Epilog:
Sore itu mereka benar-benar seperti sepasang kekasih yang baru saja jadian. Ryan menyuapkan makanan yang mereka pesan ke mulut Rani, kemudian menyuapi mulutnya sendiri sampai seluruh makanan habis tak bersisa.
Seusai sholat maghrib berjama'ah di Cafe itu, mereka memutuskan untuk menghabiskan malam di taman kota, seperti dua sijoli yang sedang di mabuk cinta.
Meskipun mereka belum memahami perasaan pasangan masing-masing terhadap dirinya, namun status berpacaran yang mereka sepakati saat itu benar-benar menghancurkan es diantara mereka.
Setelah pulang dari taman kota, mereka membersihkan diri kemudian tidur dengan mesra sampai pagi. Meskipun mereka telah halal untuk lebih dari sekedar tidur bersama, tapi Ryan tidak akan melakukannya, sampai Rani mencintainya dan benar-benar menerima status sebagai istri dari Ryan Dewangga.
BERSAMBUNG
Catatan:
jangan lupa vote, like, comment dan love ya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 401 Episodes
Comments
Elisabeth Ratna Susanti
10 like sampai sini dulu ya😘
2021-01-13
1
Wirdah K 🌹
Mampir aku Kakak
2020-09-06
1
W⃠🦃𝖆𝖑𝖒𝖊𝖎𝖗𝖆 Rh's😎
double R
2020-09-01
1