Melihat Ryan memeluk bahu Rani saat menuruni tangga, Papa Prabu, Mama Davina dan Mama Titania memandang mereka dengan perasaan bahagia.
Apalagi melihat tatapan Ryan yang menggambarkan betapa besar cintanya kepada Rani meski dia sendiri belum menyadarinya, membuat Papa Prabu bisa tersenyum lega. Dari awal dia sudah menduga, kalau Rani akan dengan mudah membuat Ryan jatuh cinta dengan sendirinya.
Wajah Rani memerah menyadari semua orang yang ada di bawah sedang menatap mereka dengan ekspresi yang sulit diartikan. Apalagi melihat perlakuan yang ditunjukkan Ryan di hadapan keluarganya, entah kenapa membuat dia merasa sangat malu.
"Gimana kondisi kamu, Sayang?" tanya Papa Prabu sesaat setelah Rani bergabung dengan mereka. Waktu itu Rani tidak mencium punggung tangan mereka karena tangan kanan Rani masih sakit.
"Rani nggak papa kok, Pa. Kata dokter cuma terkilir saja," walaupun wajah Rani sembab karena menangis berjam-jam pasca terjatuh tadi, tapi Rani menjawab pertanyaan papa mertuanya dengan riang, seperti biasanya.
***
Setelah makan malam dan berbasa-basi sebentar, orang tua mereka pun pulang dengan perasaan lega karena kondisi Rani baik-baik saja.
Melihat orang tua mereka telah melajukan mobil dan keluar gerbang, Ryan segera membopong tubuh Rani dan membawanya ke atas.
"Mas Ryan, lepasin. Turunin Rani," Rani yang kaget karena tiba-tiba tubuhnya diangkat Ryan berusaha melepaskan diri. Jantungnya sudah berdegup kencang.
"Nggak mau, kamu kan lagi sakit," jawab Ryan sambil terus menaiki tangga.
"Yang sakit kan tangan, bukan kaki Rani," Rani masih usil, berusaha melepaskan diri.
"Jangan usil ahhh. Nanti jatuh lho," Ryan tidak peduli.
"Ihhhhh," dengus Rani mengaku kalah, kemudian melingkarkan kedua tangannya ke leher Ryan, sambil meringis menahan sakit. Ryan pun tersenyum menang.
Bik Tum yang melihat kelakuan Nona dan Tuan mudanya itu hanya geleng-geleng kepala, sambil tersenyum bahagia melihat tuan mudanya terlihat sangat bahagia.
Sesampai di kamar, Rani mengira bahwa dia akan di turunkan di sofa atau tempat tidur. Tapi ternyata Rani salah. Ryan terus membopongnya hingga memasuki pintu kamar mandi. Dada Rani pun tiba-tiba berdebar kencang, mencoba menebak apa yang akan terjadi di dalam.
"Mas Ryan, kenapa masuk kesini," tanya Rani dengan wajah penuh tanya.
"Mas akan memandikanmu," jawab Ryan tanpa beban.
"Apa? Nggak mau. Rani mau mandi sendiri" Rani protes keras, tanpa bisa menyembunyikan ekspresi kagetnya.
"Tangan kanan kamu kan tidak boleh digerakin, Sayang. Jika dipaksakan gerak pun pasti rasanya akan nyeri sekali. Kalau kamu ingin cepat sembuh, nurut dong sama Mas," jelas Ryan, sangat berharap istri kecilnya itu akan menyerah.
"Enggak. Rani nggak papa. Rani bisa, Mas. Rani bisa melakukannya sendiri," Rani tak mau kalah.
"Coba aja kalau bisa," Ryan menjawab sambil mengerlingkan matanya.
"Rani bisa," sahut Rani percaya diri.
"Coba aja!" tantang Ryan sambil keluar dan menunggu di depan pintu kamar mandi. Punggungnya disandarkan pada dinding sebelah pintu, dan satu kakinya di tekuk dan ditempelkan ke dinding pula. Sementara tangannya, dilipat ke depan dada.
Dan sesuai harapan Ryan, hanya dalam hitungan detik terdengar suara Rani memanggil-manggil dari dalam.
"Mas..., Mas Ryan...," meski sedikit ragu, akhirnya Rani mengumpulkan keberanian untuk memanggil Ryan. Habisnya tidak ada pilihan. Memilih tidak mandi juga mustahil, mengingat tubuhnya lengket semua gegara lari marathon tadi pagi.
Ryan pun segera masuk sambil tergelak.
"Sakit kan tangannya?" pertanyaan yang menurut Ryan tidak butuh jawaban lagi. Dengan sigap Ryan langsung mengisi air dalam bathtub, kemudian mereka mandi bersama.
Sesekali Rani terlihat menahan nyeri ketika harus mengangkat tangannya agar splint yang dia kenakan tidak terkena air. Meski sebenarnya, rasa sakitnya tidak seberapa jika dibandingkan dengan rasa malunya. Peristiwa saat Rani membuka hijab di depan Ryan satu malam sebelumnya saja, jika diingat-ingat dia masih merasa malu. Apalagi ini. Harus bertubuh polos di depan Ryan. Tidak bisa dibayangkan wajah Rani sudah semerah apa.
Setelah selesai, Ryan mengenakan pakaian tidurnya sendiri dan pakaian tidur istrinya.
"Mas, kok baju tidur Rani kayak gini. Rani nggak mau," protes Rani, melihat baju tidur yang dipakaikan Ryan adalah baju tidur yang terbuka, tidak seperti gaun tidur yang biasa dia kenakan.
"Mana Mas tahu. Orang di lemari pakaianmu baju tidurnya kayak gitu semua. Kemarin kan yang nyiapin barang-barang kamu pas Bik Tum ngambil ke rumah, Mama Davina. Mama kamu kali yang mengganti semua," jawab Ryan panjang lebar.
"Emang kenapa kalau pakai baju seperti itu? Tadi kan Mas udah lihat semuanya di kamar mandi. Untung saja kamu lagi sakit. Kalau enggak, bisa habis kamu Mas kerjai sampai pagi," lanjut Ryan sambil tergelak.
Rani yang mendengar perkataan suaminya hanya menunduk malu, sambil menyembunyikan wajahnya yang kini sudah memerah.
Melihat wajah merah istrinya itu, Ryan segera membopong Rani ke tempat tidur. Menempatkan kepala Rani di leher kanan Ryan, dan meletakkan tangan kanan Rani yang sakit di atas dada bidangnya.
Malam itu mereka tertidur lelap hingga pagi menjelang. Perkembangan yang sangat bagus di malam ketiga mereka menikah. Dan semua itu berkat sebuah insiden yang membawa hikmah.
Ryan jadi teringat salah satu do'a Rani ketika itu. Waktu itu Rani berdo'a, "Ya Allah, Jika ini bukan masanya, jika ini belum saatnya, aku sungguh memohon agar Kau memberi jarak dan memisahkan kami sejauh pandangan mataku. Namun Kau memberikan jawaban yang lain pada setiap munajatku. Kau terus mendekatkanku dengannya dari segala yang telah memisahkan, Kau juga terus menghancurkan tembok yang selama ini telah merenggangkan".
Dan Ryan pun yakin, bahwa Allah memang mendekatkan dan menghancurkan sedikit demi sedikit jarak yang memisahkan mereka, hingga benih cinta itu mulai tumbuh di hatinya.
Masih tergambar jelas di hati Ryan saat pertama kali bertemu, betapa Ryan sangat membenci seorang Arania Levana. Namun apa yang terjadi sekarang? Bahkan setiap hal tentang Rani dengan segala kejutan yang dilakukannya membuat hatinya terus menggila. Dan malam itu Ryan pun yakin, bahwa itulah yang namanya cinta. Cinta tulus bukan hanya karena mereka terbiasa, seperti cinta Ryan kepada Meysie dulu. Tapi jauh lebih besar dari itu. Cinta Ryan kepada Rani tumbuh sedikit demi sedikit dan terus mengakar di dalam hati.
"Ini hatiku. Bagaimana dengan hatimu, Sayang?" gumam Ryan dalam hati sambil mengelus ujung kepala istrinya yang kini telah terlelap dalam pelukannya. Pikirannya terus mengembara, ingin sekali merenggut hati Rani dan mengisinya dengan cinta. Pun ketika saat itu belum tumbuh dan bersemi, Ryan bertekad akan terus menyemainya agar cinta Rani untuknya segera bertumbuh subur.
Sementara Rani, malam itu terus terlelap tanpa beban. Entah kenapa dia merasa sangat nyaman tidur dalam pelukan suaminya.
BERSAMBUNG
Catatan:
jangan lupa vote, like, comment dan love ya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 401 Episodes
Comments
Baihaqi Sabani
semoga appun yg trjdi dlm rumah tangga mrka bs terselesaikn...jgn smpe pisah thor😭😭😭
2023-01-13
0
Daratullaila🍒
Hai author aku mampir lagi membawa like, semangat up nya💪
Jangan lupa baca episode baru CIC
Salam dari Calon Istri Ceo☺💖
2020-12-17
1
W⃠🦃𝖆𝖑𝖒𝖊𝖎𝖗𝖆 Rh's😎
uuuhuiii
2020-08-31
1