Meysie terus meratapi nasibnya yang seolah tidak pernah beruntung terkait urusan cinta. Rasa sakit saat dia menolak cinta Ryan demi pilihan orang tuanya dulu, bahkan masih terasa hingga kini.
Sebenarnya Meysie memutuskan pulang ke tanah air demi mendapatkan cinta Ryan kembali, karena pernikahan Meysie dengan tunangannya dibatalkan setelah calon suaminya ketahuan selingkuh. Namun kabar pernikahan Ryan benar-benar membuat detak jantung Meysie seolah ingin berhenti. Meysie pun ingin secercah harapan bahwa cinta itu masih ada, tapi lagi-lagi dia harus kecewa saat melihat cara Ryan menatapnya tidak seperti dulu. Dari tatapan itulah, Meysie tahu bahwa dia sudah kehilangan Ryan.
Bahkan Meysie bisa menangkap, tatapan Ryan kepada Rani di malam itu, sama seperti tatapan Ryan kepada Meysie dulu, ketika cinta mereka masih bersemi meski mereka tak pernah saling memiliki.
Haruskah Meysie menyerah? Ataukah Kesempatan itu masih ada? Pikiran Meysie saat itu benar-benar kacau.
***
Ryan mengajak Rani tidur kembali karena Ryan tahu bahwa Rani tidak tidur semalaman, sama seperti dia yang terus terjaga hingga pagi datang.
Tidak seperti semalam yang saling membelakangi, kali ini Ryan masuk dalam selimut dan memeluk Rani dari belakang. Melihat perlakuan suaminya itu, sontak Rani kaget.
"Mas Ryan kenapa peluk Rani?" tanya Rani setengah berteriak.
"Mas ini siapamu?" Ryan semakin mengeratkan pelukannya.
"Di perjanjian kan kita temenan," Rani mencoba mengingatkan.
"Iya, teman tapi?" tanya Ryan.
"Menikah,"jawab Rani pelan.
"Berarti Mas ini siapa kamu?"
"Suami,"
"Ya sudah," kalimat Ryan dibiarkan mengambang. Sementara pelukannya semakin dieratkan hingga bagian tubuh depan Ryan menempel bagian belakang tubuh Rani. Jantung Rani pun berdebar kencang, menyadari bahwa tangannya tak mampu melepas tangan suaminya. Ryan yang bisa merasakan perubahan detak jantung Rani hanya tersenyum dan akhirnya tertidur lelap.
Mereka tidur hingga menjelang siang. Karena perut mereka sudah sangat lapar, setelah sholat dhuhur Ryan bermaksud menelphon pihak restoran hotel untuk menyiapkan makan siang. Tapi belum sempat Ryan bicara, Rani sudah merebut telphon di tangan Ryan dan menutupnya.
"Rani nggak mau makan di kamar," gaya Rani bicara tidak seperti ibu pejabat lagi. Kali ini nadanya manja, seperti anak kecil yang merengek minta dibelikan mainan oleh kakaknya.
"Terus maunya makan dimana?" jawab Ryan sabar.
"Kita keluar yuk. Rani bosen, Mas. Rani nggak bisa kalau hanya berdiam di kamar," jawab Rani penuh harap.
"Kita bisa asyik-asyikan lho di kamar. Mau nggak Mas ajarin?" goda Ryan sambil mengerlingkan matanya.
"Mas Ryan!" seru Rani kesal.
Akhirnya mereka memutuskan untuk makan di food court sebuah mall, biar bisa lanjut nonton.
Kali ini Rani benar-benar menikmati perjalanan. Berada satu kamar dengan Ryan, apalagi di sebuah kamar hotel, benar-benar membuat Rani stress. Bukan hanya karena mereka masih pengantin baru yang masih malu-malu. Tapi karena Rani masih bingung harus memposisikan diri sebagai istri yang hanya sekedar dinikahi dan hidup bersama sebagai seorang teman yang saling menghargai saja, atau dia harus berperan sebagai istri yang sebenarnya.
Kalau dia harus menjadi istri yang sebenarnya, itu artinya harta paling berharga yang dia miliki harus dia serahkan kepada Ryan sepenuhnya. "Tapi kalau ternyata Meysie belum menikah dan Ryan berubah pikiran bagaimana?" hal itu membuat Rani super galau, harus memposisikan diri seperti apa dan harus memperlakukan Ryan bagaimana.
Ciiiiiittttt....
Tiba-tiba lamunan Rani buyar ketika mobil berhenti setengah mendadak.
"Mas Ryan!" Rani berteriak kesal, ketika menyadari suaminya menginjak pedal rem mendadak di lampu merah.
"Sorry-sorry...," jawab Ryan sambil tersenyum santai.
Rani pun mendengus kesal. Namun pandangannya tiba-tiba berubah saat seorang anak kecil usia sekitar 6 tahun menghampiri mobil mereka.
Tok-tok-tok.
"Kerupuk, Nona... Kerupuk, Nona," anak kecil itu terus menawari kerupuk sambil mengetuk pintu mobil mereka. Mungkin sebenarnya mau mengetuk kaca mobil. Tapi karena tinggi anak itu hanya sekitar 100 cm, jadi tidak bisa mengetuk kaca mobil Ryan yang tinggi.
"Kamu nggak sekolah?" tanya Rani setelah membuka kaca mobil dan kepalanya sedikit keluar demi bisa berbicara dengan anak itu.
Anak itu hanya menggeleng sedih.
"Dimana orang tuamu?" tanya Rani lagi.
Anak itu kembali menggeleng.
Rani masih ingin bertanya banyak, tapi 10 detik lagi lampu akan hijau, sehingga dia memutuskan untuk mengambil uang seratus ribuan dan di berikan kepada anak itu, tanpa mengambil kerupuknya.
Setelah itu, Ryan kembali melajukan mobilnya.
"Mas, pelan-pelan aja," ucap Rani sambil melihat kaca spion mobil dan memperhatikan anak penjual kerupuk tadi. Rani terlihat geram ketika melihat anak tadi menghampiri ibunya dan menyerahkan uang seratus ribuan yang diberikan Rani.
"Mas, muter bentar," seru Rani sedikit dengan nada perintah.
"Apalagi sih, Ran? Mas sudah lapar banget ini," jawab Ryan kesal, tapi akhirnya cari putaran dan mengikuti kemauan istrinya itu.
Rani meminta Ryan memarkir mobilnya agak jauh dari lampu merah agar tidak mengganggu lalu lintas.
Setelah mobil terparkir dengan baik, Rani segera menghampiri seorang ibu-ibu yang duduk di tepi jalan. Ryan yang tidak mengerti dengan apa yang akan dilakukan Rani hanya mengikuti dari belakang.
"Apakah Ibu berjualan kerupuk? Saya mau beli," kata Rani setelah berada di dekat ibu itu. Ryan hanya memandang heran, karena dia tidak melihat ibu itu memegang kerupuk sama sekali.
Ibu itu hanya mengangguk, kemudian memanggil anak perempuannya yang sedang berjualan kerupuk di sekitar lampu merah. Ryan baru menyadari kalau anak itu adalah anak yang tadi mengetuk mobilnya.
"Apakah anak Ibu tidak sekolah?" tanya Rani lembut.
Ibu itu menggeleng.
"Kenapa?" tanya Rani, sambil menahan sesak di dadanya.
"Dia harus cari uang, Non," jawab ibu itu datar.
"Bukankah Ibu bisa bekerja dan membiarkan anak ibu sekolah? Saya lihat Ibu justru hanya duduk disini dan membiarkan anak Ibu yang berjualan," Rani kembali bertanya, kali ini nadanya sudah berubah kesal.
"Kalau saya yang jualan belum pasti laku, Non?" jawab ibu itu terbata-bata.
"Tapi anak Ibu anak usia sekolah. Ibu bisa dilaporkan atas tuduhan eksploitasi anak."
Mendengar kata terakhir Rani, ibu itu ketakutan dan menangis.
"Ampun, Non. Jangan penjarakan saya. Saya butuh banyak uang untuk pengobatan suami saya, Non. Dia sakit dan sampai sekarang saya tidak bisa membawa dia berobat ke rumah sakit karena saya tidak punya biaya." Sambil ketakutan ibu itu menjelaskan.
Rani mendesah kesal. Dia tidak habis pikir, ada seorang ibu yang tega mengeksploitasi anaknya hanya untuk mendapatkan uang lebih banyak. Namun Rani juga tidak bisa menyalahkan ibu itu sepenuhnya. Mungkin saja ibu itu sudah tidak ada pilihan lain.
"Sekarang dimana suami Ibu? Di rumah? Dimana rumah Ibu?" cecar Rani.
Ryan yang dari tadi hanya berdiri disamping Rani, hanya berpikir, "Apalagi yang mau dia lakukan?"
Ibu itu hanya mengangguk dan menunjukkan sebuah gang, tak jauh dari mereka berdiri.
BERSAMBUNG
Catatan:
Kakak-kakak, jangan lupa vote, like, favorit dan commentnya ya. Biar author semangat. oke?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 401 Episodes
Comments
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
jejak
2021-02-11
1
Elisabeth Ratna Susanti
lanjut baca😍
2021-01-13
2
Daratullaila🍒
Hai author aku mampir lagi membawa like, semangat up nya💪
Jangan lupa baca episode baru CIC
Salam dari Calon Istri Ceo☺💖
2020-12-16
1